Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Karena #BeragamItuBasukiDjarot, PKS dan Gerindra Pun Kebakaran Jenggot

11 April 2017   10:04 Diperbarui: 12 April 2017   11:00 1480
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PKS dan Gerindra, dua parpol pendukung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta nomor urut tiga, Anies-Sandi, kalau diibaratkan seorang petinju yang sedang berlaga di atas ring, paling tidak dua parpol itu sedang terkapar karena terkena pukulan knock out yang lumayan telak dari lawan yang dihadapinya, atawa bila meminjam peribahasa lama yang mengatakan ibarat kakek-kakek kebakaran jenggot, akan tepat juga tampaknya.

Betapa tidak. Iklan video yang berdurasi dua menit itu, dimulai dengan beberapa anak muda yang menggedor-gedor mobil.

Di dalam mobil terlihat ibu yang merangkul anaknya. Kemudian terlihat ada beberapa pria yang mengenakan peci melakukan aksi unjuk rasa.

Di belakangnya ada spanduk bertuliskan "ganyang cina". Lalu ada pula pemain sepakbola, bulu tangkis, dan penari yang memakai kostum dari berbagai suku dan daerah.

Di bagian akhir tayangan, terlihat Ahok dan Djarot bersama-sama menemui warga. Narasi video itu berisi orasi Djarot saat Konser "Gue 2".

Video itu belakangan ini jadi perbincangan di media sosial yang lumayan menghebohkan memang.

Bisa jadi karena itu pula PKS, melalui ketua umumnya, yang dalam struktur organisasi partai yang berasaskan agama Islam itu lebih dikenal dengan istilah Presiden, yakni Sohibul Iman, langsung bereaksi. Dan menganggap video itu suatu yang bersifat provokativ, alias menghasut.

Ketua umum PKS yang konon berasal dari Tasikmalaya itu pun meminta peredaran video itu segera dihentikan, guna menghindari gejolak di masyarakat.

Pernyataan Sohibul Iman itu diungkapkan usai menghadiri pertemuan pertemuan dengan sejumlah tokoh yang digelar di kediaman ketua umum partai Geridra, Prabowo Subianto.

Bahkan terkait pertemuan itu, mantan Danjen Kopasus yang kemudian dipecat saat menjabat Panglima Kostrad, buru-buru mengklarifikasi, bahwa pertemuan yang digagas itu sebagai upaya membangun komunikasi yang berlandaskan saling pengertian, untuk  membangun komitmen bahwa Bhineka Tunggal Ika itu harga mati, NKRI harga mati, bukan untuk membahas tentang sektarianisme, atau memecah belah bangsa.

Menyoal pernyataan Sohibul Imam dan pertemuan di rumah mantan suami Titiek Soeharto, publik pun tahu kalau mereka (Sohibul Imam dan Prabowo) ibarat sedang menepuk air di dulang terpercik ke muka sendiri.

Bagaimana pun video itu merupakan cermin perilaku PKS dan Gerindra selama ini demi memenangkan Anies-Sandi dalam pertarungan di Pilkada DKI Jakarta. Bukan hanya warga Jakarta, bisa jadi banyak masyarakat Indonesia pun ikut terperdaya oleh  politik busuk kedua parpol itu yang menggunakan isu SARA, fitnah, dan menghalalkan berbagai cara dalam mewujudkan ambisinya.

Bahkan omong kosong saja kalau Prabowo sekarang ini menyatakan NKRI harga mati. Apalagi bila Sohibul Imam menyebut video itu adalah provokativ, karena pihaknya telah merasa seperti itulah kelakukannya sendiri selama ini.

Karena PKS dengan Gerindra setali tiga wang, lain di mulut dan lain dalam kenyataannya. Publik pun sangat kesulitan untuk mempercayai setiap omongan yang keluar dari mulut kedua pimpinan parpol itu.

Salah satu bukti yang sulit dibantah lagi adalah munculnya spanduk penolakan menshalatkan jenasah pendukung paslon nomor urut dua, Ahok-Djarot, kemana saja Prabowo dan Sohibul Iman saat itu?

Suara keduanya sama sekali tak terdengar. Walhasil, kalau tokh tidak ada di belakangnya, paling tidak sudah merestui munculnya isu murahan yang merusak nilai kesucian agama Islam.

Bahkan sikap Fadli Zon yang selama ini seringkali berangkulan mesra dengan mereka yang dicap kelompok garis keras dan radikal, dan yang selalu menebar intoleran, merupakan bukti jika Gerindra adalah parpol lain di mulut lain di hati.  

Oleh karena itu, tak salah bila banyak pihak yang memprediksi, kedua parpol itu eksistensinya akan semakin terpuruk dalam Pemilu 2019 mendatang apabila sikapnya dalam Pilkada DKI Jakarta sekarang ini saja masih tetap menggunakan isu SARA, intoleransi, dan sektarian dalam memenangkan pasangan calon yang didukungnya.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun