Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Biaya Nikah Saja Masih Pinjam sama Tetangga

9 April 2017   01:49 Diperbarui: 9 April 2017   23:00 756
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Sumber: Tangkapan layar You Tube

Sebagai pengangguran, lumayan tinggi juga syahwat tetangga saya yang satu ini. Baru beberapa bulan saja ditinggal pergi istrinya yang berangkat lagi bekerja sebagai TKW di luar negeri, dia sudah kasak-kusuk pada tetangga sekitar untuk meminjam uang, karena terpaksa akan menikahi seorang janda yang jadi selingkuhannya selama ini.

Bisa jadi tetangga saya yang satu ini, menjadi potret nyata lelaki yang tidak memiliki rasa tanggung jawab terhadap keluarganya sendiri. Dia cenderung mengumbar hawa nafsu birahi, meskipun kondisi ekonominya sungguh memprihatinkan sekali.

Sejak masih bujangan hingga sekarang sudah berkeluarga, dia lebih layak disebut sebagai pengangguran memang. Karena meskipun dalam KTP-nya dia mencantumkan buruh tani dalam kolom pekerjaannya, para tetangga pun tahu kalau saban hari dia lebih banyak nongkrong di pos ronda, atawa keluyuran tanpa jelas tujuannya.

Sementara untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, isterinyalah yang banting-tulang menguras tenaga. Sebelum jadi TKW, isterinya itu kadang bekerja jadi buruh tani, atawa  jadi pembantu di rumah tetangganya yang berkecukupan.

Selama tujuh tahun berumah tangga, dan hidup masih menumpang di rumah mertua, dalam urusan memproduksi anak tampaknya lumayan mahir juga ternyata.  Empat anak perempuan, dan seorang anak laki-laki telah dilahirkan isterinya, dan merupakan bukti nyata akan keperkasaannya.

Bisa jadi karena tuntutan kebutuhan hidup yang kian hari kian bertambah juga, dan setelah anak bungsunya tidak lagi disusui, ahirnya isterinya memutuskan untuk berangkat menjadi TKW di Arab Saudi.

Memang di tahun pertama kepergian isterinya, tetangga saya ini tampak masih suka mengurus, dan mengasuh anak bungsunya. Terlebih lagi setelah kiriman uang dari istrinya mengalir saban bulan, tampak ada sedikit perubahan pada kehidupan keluarga itu.

Paling tidak anak-anaknya yang biasanya sering terdengar meraung-raung karena tidak diberi uang jajan saat melihat teman-temannya mondar-mandir ke warung, kali ini tidak pernah terdengar lagi. Malahan terkadang justru sekarang anak-anaknya yang mentraktir jajan teman-temannya.

Begitu juga dengan ayahnya. Tetangga saya yang tadinya tidak pernah tampak ikut kongkow-kongkow di warung kopi, sekarang malah hampir saban pagi, siang, dan malam hari sering tampak mondar-mandir keluar masuk di warung kopi satu-satunya di kampung kami.

Dompet yang selalu dimasukkan di kantong belakang celananya, tampaknya selalu penuh saja dengan lembaran uang. Sehingga pantatnya yang tepos pun tak lagi kelihatan.

Selain itu, perubahan yang lumayan signifikan adalah perangainya yang semula banyak yang mengenalnya menyebut sebagai seorang pendiam, setelah sering mendapat kiriman uang berubah menjadi seorang periang, dan bergaul dengan banyak orang.

Demikian juga dengan penampilannya yang semula biasa mengenakan pakaian yang itu-itu saja, yakni beberapa kaos oblong yang biasa dibagikan caleg saat menjelang Pemilu, dan kelihatannya sudah lusuh. Sama halnya dengan bawahannya berupa celana yang meskipun sudah lusuh, tapi masih jelas kalau kainnya bekas karung terigu yang disambung-sambung. Maka sekarang ini, pakaian seragam seperti itu tadi sudah tidak terlihat dipakainya lagi. Saban hari dia tampak lebih keren dengan penampilannya yang mengenakan atasan T-shirt yang seringkali dibungkus jaket kulit imitasi, sedangkan celananya berupa jin biru produk lokal yang banyak dijajakan pedagang kaki lima di pasar kecamatan.

Hanya saja perubahan itu hanya berlangsung sebentar. Paling hanya sampai enam bulan. Karena setelah kelakuannya terbongkar langsung oleh sang mertua, kiriman uang dari isterinya tak diterimanya lagi. Mertuanya sendiri sejak itu mengambil-alih tugasnya saat mencairkan uang kiriman di bank.

Apa boleh buat. Kemurkaan sang mertua saat mengetahui dia jarang tidur di rumah, dan menangkap basah sedang berduaan di rumah seorang janda di kampung sebelah, tidak sebatas mengambil-alih tugas pencairan uang kiriman saja. Ternyata selain dilaporkannya pada istrinya lewat telepon, tentu saja, oleh mertuanya pun ia diminta kembali ke pulang ke rumah orang tuanya.

Begitulah.

Setelah dua tahun kontrak kerjanya selesai, istrinya pun kembali pulang. Tanpa ba bi bu lagi, istrinya langsung minta diceraikan. Bahkan biaya sidang di pengadilan pun ditanggung oleh istrinya sekalian. Setelah proses perceraian tuntas, mantan istrinya langsung berangkat lagi kerja. Kali ini tujuannya ke Malaysia. Karena moratorium pengiriman tenaga kerja ke Arab Saudi belum dicabut pemerintah.  Sementara anak-anaknya tetap bersama mertuanya.

Hanya saja nasib tetangga saya ini yang baru saja menduda, entah ketiban sial, entah kena karma, entah sudah jatuh tertimpa tangga pula, terpaksa harus menikahi janda yang jadi selingkuhannya.

Padahal selama berhubungan sama sekali ia tak berniat untuk menikahinya. Hanya sekedar iseng, dan sebagai tempat penyaluran  syahwat saat birahi memuncak, sementara isteri sendiri tidak ada di tempat. Bagaimana pun kalau dibandingkan dengan mantan isterinya, janda itu levelnya memang ibarat ibarat langit dan bumi.  Selain usianya lebih tua, wajahnya pun selain kurang menarik, sudah banyak keriputnya juga.

Mungkin saja karena iseng-isengnya yang keseringan, atawa rudalnya memang masih memiliki kekuatan yang luar biasa, janda itu meskipun usianya sudah hampir menginjak 40 tahunan, ternyata bisa berbadan dua juga.

Apa boleh buat. Ia pun langsung dijerat untuk bertanggung jawab.

Hanya saja untuk membiayai pernikahannya itu, sampai sore tadi ia tampak masih kasak-kusuk mencari pinjaman. Sedangkan rata-rata yang hendak dipinjaminya pun sudah tahu persis, dari mana ia dapat uang untuk mengembalikan pinjamannya itu?***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun