Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Antara Harapan dan Kenyataan Pasca Menelan Kekalahan dari Myanmar

21 Maret 2017   20:36 Diperbarui: 22 Maret 2017   20:00 1294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak diberitakan timnas Indonesia akan menjalani laga persahabatan melawan Myanmar, rasa penasaran untuk bisa melihat hasil polesan pelatih asal negeri matador pun semakin tak tertahankan.

Apalagi saat tiba waktunya, banyak kegiatan keseharian yang terpaksa ditunda, atawa ada juga yang sampai dilewati begitu saja. apa boleh buat, semuanya demi bisa menyaksikan anak-anak muda yang ‘baru’ beberapa hari dibekali ilmu oleh coach Luis Milla.

Memang benar, hanya menonton lewat layar kaca, dan tidak berangkat ke stadion Pakansari di Cibinong sana, tetapi ekspektasinya mampu menggeser istri sendiri yang sedari pulang kantor sedang berasyik-masyuk dengan serial India yang biasa ditayangkan salah satu stasiun televisi swasta.

Meskipun demikian ibunya anak-anak pun merelakan untuk memberi kesempatan. Tokh tidak terjadi saban hari juga ada tayangan sepak bola yang tidak diacak dari stasiun televisinya. Terlebih lagi dia pun suka juga menyaksikan rebutan bola, meski tidak segila saya.

Bila kick off babak pertama dimulai, tanpa sadar langsung berteriak-teriak untuk memberi semangat Febri Haryadi yang menggocek bola dari sisi kanan sambil mengecoh pemain belakang lawan. Terlebih lagi saat memasuki menit ke-22, tatkala pemain asal Persela, Saddil Ramdani menusuk dari sayap kiri, dan dengan manisnya memberi umpan ke depan gawang, serta langsung ditanduk Nur Hardianto tanpa dapat ditangkap penjaga gawang Myanmar... Gol!

Tanpa terasa saya pun langsung berjingkrak. Hanya saja hanya berlangsung sesaat. Mata ibunya anak-anak terasa menghujam tajam seraya berkata,” Seperti anak TK saja!” Saya pun tersipu sambil duduk kembali.

Itulah gol pertama timnas Indonesia U-22, dan juga yang terahir dalam laga lawan Myamar kali ini. Sementara gawang yang dijaga Diky Indriyana malah tiga kali kebobolan. Sehingga skor ahir pun 1-3 untuk kemenangan tim asuhan pelatih asal Jerman, Gerd Zeise.

“Huuuh... Kalah lagi, kalah lagi. Kapan sih jadi juaranya?!” istri saya menggerutu sambil memindahkan channel, untuk kembali pada tayangan serial India yang terpotong sekitar seratus menit tadi. “Katanya pelatih asal Spanyol. Bertalenta tinggi. Buktinya, tetap saja kalah.”

Gerutuan istri saya tadi bisa jadi merupakan kekecewaan yang sudah begitu sering dialami oleh bangsa ini. Bahkan untungnya tidak sampai terdengar ada yang mengekspresikan kekecewaannya dengan cara barbar. Membakar dan merusak tempat duduk di stadion misalnya, atawa sampai merusak kendaraan di tempat parkir.

Barangkali penonton kita sekarang ini sudah bersikap dewasa, atawa karena memang banyak stiker yang disebar di sekitar stadion yang melarang untuk menyalakan kembang api, dan petasan. Sebab, katanya, kalau sampai terjadi, maka Indonesia akan diberi sanksi aoleh otoritas sepak bola Asia. Nah lo!

Demikian juga dalam menyikapi kekalahan dari Myanmar, cukup menggerutu seperti istri saya saja. tidak perlu sampai diumbar ke media. Malahan tetangga sebelah rumah pun semoga saja tidak mendengarnya.

Bahkan setelah selesai mengeluarkan uneg-unegnya, dan sudah kembali asyik dengan serial Indianya, saya pun buka suara.

Sebenarnya timnas kita masih termasuk bagus koq, tidak sampai kebobolan lebih banyak lagi. Padahal mereka baru beberapa hari saja dilatih Luis Milla.

Jangankan bisa menyerap ilmu yang diberikan sang pelatih secara sempurna, mampu beradaptasi dengan suasana baru pun sesungguhnyalah sudah termasuk hal yang luar biasa.

Lain halnya dengan lawan mereka. Myanmar sudah cukup lama bersama pelatihnya. Bukankah saat Piala AFF 2016 lalu saja sudah didampingi Gerd Zeise. Sehingga wajar, permainan mereka di lapangan satu tingkat di atas timnas kita.

Sehingga akan lebih baik lagi jika kita membiarkan Luis Milla bekerja sesuai caranya. Malahan kalau boleh menyarankan, akan lebih baik lagi kalau anak-anak yang sudah terpilih jadi pemain timnas U-22 harus lebih lama lagi ‘dekat’ dengan Luis Milla. Sebab jika misalnya kembali ke klub asalnya, dikhawatirkan mereka akan kebingungan dengan arahan yang berbeda.

Ya, pemusatan latihan timnas U-22 sebaiknya dilakukan seperti yang  pernah dijalani oleh timnas U-19 bersama pelatih Indra Syafri beberapa waktu yang lalu. Paling tidak ketika itu timnas U-19 Korea Selatan saja bisa dikalahkan.

Karena sepak bola bukanlah makanan instan memang. Perlu waktu panjang untuk suatu proses dalam meraih kesuksesan. Sebagaimana juga ketika seseorang yang ingin merubah nasibnya. Perjalanan dari seorang yang semula tidak memiliki sedikitpun harta, dan untuk menjadi seorang yang berpredikat milyuner ‘kan butuh waktu cukup lama juga.

Nah, jika dalam satu tahun tetap tak ada perubahan, dan sama sekali tidak ada peningkatan ke arah yang diharapkan, kritik dan saran bolehlah dilayangkan pada para pengurus PSSI. Berunjukrasa juga tak bakalan ada yang melarang, asal ikut aturan yang sudah ditentukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun