Bahkan dengan munculnya jargon Piye kabare, isih penake jamanku tok, sepertinya dianggap Titiek Soeharto sebagai bentuk dorongan bagi keluarga Soeharto untuk kembali mengajak rakyat Indonesia bernostalgia.
Akan tetapi, bagaimanapun era Orde Baru yang ditumbangkan oleh kekuatan reformasi di tahun 1998 lalu, menjadi catatan tersendiri bagi rakyat Indonesia. Dengan kelihaiannya, Soeharto dianggap telah memainkan peran ganda yang begitu nyata.
Di satu sisi pembangunan di segala aspek kehidupan, dapat dilaksanakan secara baik dari sebelumnya. Sementara di sisi lain praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dibiarkan merajalela. Sampai banyak yang mengatakan, Â harta kekayaan keluarga Cendana tak akan habis sampai tujuh turunan.
Begitu juga dengan pelanggaran hukum seringkali dilakukan dengan semena-mena. Siapa saja yang coba-coba menentang kekuasaannya, sudah pasti dijebloskan ke dalam penjara. Bahkan tercatat banyak aktivis yang mengkritik keras pemerintah Orde Baru, diculik dengan penuh misteri, dan hingga sekarang tidak tentu rimbanya.
Sehingga manakala di dalam Pilkada DKI Jakarta sekarang ini keluarga Cendana mendukung pasangan Anies-Sandi, maka sudah pasti akan muncul sebuah konsekwensi bagi mantan Mendikbud yang dicopot dari jabatannya ini.
Pepatah “Tak ada makan siang gratis’ bisa jadi akan berlaku dalam transaksi dukungan keluarga Cendana terhadap pasangan calon yang populer dengan program rumah dengan DP nol persen tersebut.
Suka maupun tidak, dalam Pilpres 2019 mendatang, paling tidak Anies-Sandi pun, baik menang maupun kalah dalam Pilkada DKI Jakarta, harus mendukung Tomi Soeharto sebagai calon presiden kedelapan. ***