Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Keluarga Cendana Dukung Anies-Sandi, Disinyalir Orde Baru Bangkit Kembali

14 Maret 2017   11:11 Diperbarui: 14 Maret 2017   11:20 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Titiek Soeharto (Sumber: Kompas.com)

Peringatan - ada juga yang menyebutnya: Haul,  ke-51 Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) yang digagas keluarga Cendana - sebutan populer untuk keluarga besar mendiang Presiden Soeharto, di masjid At-Tin, Taman Mini Indonesia Indah, telah menuai polemik di ruang publik.

Di samping karena dianggap ada kaitannya dengan Pilkada DKI Jakarta, juga ada dugaan sebagai  momentum bangkitnya kembali era Orde Baru di kancah politik Indonesia sekarang ini.

Kehadiran Anies Baswedan berikut para pendukungnya, termasuk Prabowo Subianto, dalam acara yang diisi dengan kegiatan zikir dan salawatan,serta ditutup dengan tausyiah yang disampaikan Rizieq Shihab,itu merupakan bukti kuat jika keluarga Cendana yang diwakili Tomi Soeharto dan Siti Hediati, telah memaklumatkan dukungannya terhadap Anies-Sandi, pasangan calon yang didukung partai Gerindra dan PKS dalam Pilkada DKI Jakarta 2017.

Memang sebelumnya pun trah Cendana, di antaranya Siti Hediati, atawa yang lebih akrab dipanggil Mbak Titiek, politikus partai Golkar,  kemudian disusul oleh adik bungsunya, Siti Hutami Endang Adiningsih, telah memberi sinyal kuat kemana suara anak keturunan Presiden kedua itu akan diberikan dalam Pilkada DKI Jakarta kali ini.

Bahkan mengingat sebagai kader partai Golkar, sikap Siti Hediati telah menimbulkan kegaduhan di internal partai berlambang beringin tersebut. Karena secara organisasi, partai yang sekarang ini dipimpin Setya Novanto, merupakan pendukung pasangan Ahok-Djarot, yang notabene rival dari Anies-Sandi.

Terlepas dari tidak loyalnya janda Prabowo Subianto terhadap parpol tempatnya bernaung dalam mengekspresikan kegiatan politiknya selama ini, beberapa kontroversi lainnya pun tidak kalah menariknya dalam haul Supersemar yang digelar Sabtu (11/3) lalu itu.

Malahan Supersemar itu sendiri masih menjadi polemik yang seakan tiada henti. Surat perintah 11 Maret dari Presiden Soekarno kepada Menteri/Panglima AD, Letnan Jenderal Soeharto, naskahnya yang asli masih dipertanyakan hingga kini.

Demikian juga dalam proses  memperoleh surat ‘sakti’ tersebut, dianggap sebagai suatu  pemaksaan kehendak dari sekelompok perwira tinggi AD, yang pro-Soeharto terhadap Presiden Soekarno.

Isi dari Supersemar pun banyak pihak yang beranggapan bukan sebagai pelimpahan kekuasaan, atawa istilah kerennyatransfer of authority  dari Soekarno kepada Soeharto, melainkan perintah Soekarno selaku panglima tertinggi ABRI (Sekarang TNI) kepada Soeharto untuk mengendalikan keamanan dan ketertiban negara pasca terjadinya kerusuhan G30S/PKI.

Akan halnya keluaraga Cendana yang sekarang ini disinyalir kuat muncul kembali dalam kancah politik di negeri ini, juga dianggap merupakan bangkitnya kembali Orde Baru yang selama 32 tahun mencengkeramkan kuku kekuasaannya di negeri ini.

Dengan digadang-gadangnya ‘putra mahkota’ Cendana, Hutomo Mandala Putra, atawa Tomi Soeharto untuk maju bersaing di dalam Pilpres 2019 yang akan datang oleh sebuah parpol yang saat ini masih dalam tahap verifikasi, menjadi salah satu sinyal ke arah itu.

Bahkan dengan munculnya jargon Piye kabare, isih penake jamanku tok, sepertinya dianggap Titiek Soeharto sebagai bentuk dorongan bagi keluarga Soeharto untuk kembali mengajak rakyat Indonesia bernostalgia.

Akan tetapi, bagaimanapun era Orde Baru yang ditumbangkan oleh kekuatan reformasi di tahun 1998 lalu, menjadi catatan tersendiri bagi rakyat Indonesia. Dengan kelihaiannya, Soeharto dianggap telah memainkan peran ganda yang begitu nyata.

Di satu sisi pembangunan di segala aspek kehidupan, dapat dilaksanakan secara baik dari sebelumnya. Sementara di sisi lain praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dibiarkan merajalela. Sampai banyak yang mengatakan,  harta kekayaan keluarga Cendana tak akan habis sampai tujuh turunan.

Begitu juga dengan pelanggaran hukum seringkali dilakukan dengan semena-mena. Siapa saja yang coba-coba menentang kekuasaannya, sudah pasti dijebloskan ke dalam penjara. Bahkan tercatat banyak aktivis yang mengkritik keras pemerintah Orde Baru, diculik dengan penuh misteri, dan hingga sekarang tidak tentu rimbanya.

Sehingga manakala di dalam Pilkada DKI Jakarta sekarang ini keluarga Cendana mendukung pasangan Anies-Sandi, maka sudah pasti akan muncul sebuah konsekwensi bagi mantan Mendikbud yang dicopot dari jabatannya ini.

Pepatah “Tak ada makan siang gratis’ bisa jadi akan berlaku dalam transaksi dukungan keluarga Cendana terhadap pasangan calon yang populer dengan program rumah dengan DP nol persen tersebut.

Suka maupun tidak, dalam Pilpres 2019 mendatang, paling tidak Anies-Sandi pun, baik menang maupun kalah dalam Pilkada DKI Jakarta, harus mendukung Tomi Soeharto sebagai calon presiden kedelapan. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun