Akan tetapi apabila kita mau perpikir lebih jauh lagi, khususnya terkait dengan laku seni seorang seniman, alangkah arifnya bila tidak dipandang dengan menggunakan kaca mata kuda belaka.
Dari sudut pandang lain sebenarnya festival “Makan Mayit”-Tontey telah sukses menunjukkan, bahwa sebenarnya masyarakat kita lebih mudah terganggu dengan hal-hal yang banal ketimbang yang substansial. Dalam hal ini lebih terganggu dengan tampilan visual ketimbang realitas sosial yang ada.
Paling tidak Festival Makan Mayit ini jangan-jangan sebuah seni parodi yang menyindir para elit di negeri ini. Sebagaimana kita saksikan, belakangan ini para elit seakan sudah menghalalkan segala cara, bahkan terkesan tidak peduli lagi untuk ‘memakan’ rival politiknya, hanya demi satu ambisi, yakni menguasai negeri ini demi kepentingan pribadi, dan golongannya. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H