Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bila Ahok Kalah di Putaran Kedua, Benarkah Jabatan Ini Siap Menanti?

22 Februari 2017   23:00 Diperbarui: 4 April 2017   16:16 7678
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ahok dan Presiden Jokowi (Kompasiana.com)

Memasuki putaran kedua Pilkada DKI Jakarta yang pelaksanaannya 19 April mendatang, maka pertanyaannya yang berada di urutan teratas adalah “Siapa pemenangnya?”, tentu saja. Apakah pasangan Ahok-Djarot, atawa justru Anies-Sandi?

Perkara yang menentukan kemenangan, atawa kekalahan dalam suatu pemilihan, ada di tangan Tuhan yang Mahakuasa memang. Sementara manusia hanya bisa mereka-reka, menebak-nebak, atawa sebatas berharap belaka.

Memang saat ini ada yang namanya lembaga survei, dukun masa kini, yang menggunakan ilmu statistik sebagai pedomannya. Juga memang hasil survei seringkali tepat, atawa paling tidak mendekati dengan fakta hasil penghitungan suara yang sebenarnya. Akan tetapi, hasil survei pun terkadang meleset sama sekali. Bukti paling anyar, terjadi pada Pilpres AS baru-baru ini. Hillary Clinton oleh berbagai lembaga survei begitu diunggulkan, namun dalam kenyataannya dipermalukan Donald Trump. Apalagi jika lembaga surveinya merupakan pesanan salah satu peserta pemilihan itu sendiri. Meskipun dalam kenyataannya peserta pemilihan itu kurang mendapat apresiasi dari konstituennya, namun karena telah mendapat bayaran lumayan besar, maka diumumkannya juga hasil survei ‘abal-abal’, sekedar Asal Bapak Senang.

Demikian juga sebagaimana yang terjadi di DKI Jakarta saat ini. dengan faktor isu SARA yang kencang dihembuskan terhadap Ahok, ditambah dengan statusnya sebagai terdakwa penghinaan agama (Islam), akan tetapi suara yang mendukungnya pada putaran pertama masih mampu mengungguli kedua pasangan yang jadi rivalnya.

Padahal menurut data statistik, jumlah hak pilih warga DKI Jakarta pada Pilkada 2017 ini mencapai 7,1 Juta, sementara bila dilihat dari data kependudukan berdasarkan agama yang dianut, warga DKI Jakarta yang beragama Islam hampir mencapai 83 persen, dari sekitar 10 juta jiwa.

Oleh karena itu dalam kenyataannya faktor isu SARA, tidak begitu mempengaruhi konstituen yang beragama Islam untuk memilih calon Gubernur non-muslim.

Sehingga di atas kertas, Ahok masih memiliki kans untuk tampil sebagai pemenang pada putaran kedua mendatang.

Belum lagi faktor parpol pendukung yang lumayan gemuk. Ditambah juga kedekatan Ahok dengan pihak istana (Presiden Jokowi pernah kerja bersama Ahok sebelumnya).

Namun bila Tuhan tidak menghendaki, perolehan suara Ahok-Djarot kalah dari Anies-Sandi, apa boleh buat, yang bersangkutan bersama seluruh pendukungnya harus gigit jari.

Itulah yang namanya pemilihan. Ada yang kalah, juga pasti ada yang menang. Bagi yang menang, pasti berjingkrak-jingkrak. Sedang yang kalah tentu saja terisak-isak.

Andaikan saja pasangan Ahok-Djarot ditakdirkan mengalami kekalahan, sudah semestinya jangan larut dalam kesedihan. Ahok-Djarot dan pendukungnya tidak usah berkecil hati. Justru sudah seharusnya bergembira.

Betapa tidak. Dengan demikian para pendukung Ahok-Djarot akan menjadi ‘saksi hidup’ bagi Anies-Sandi saat mengemban tugasnya nanti sebagai pengganti Ahok-Djarot. Apakah Gubernur dan Wakil Gubernur yang didukung partai Gerindra dan PKS tersebut akan lebih baik, atawa sebaliknya, jangankan sama seperti sebelumnya, yang terjadi malah lebih buruk lagi kinerjanya.

Sehingga dengan demikian, apa susahnya warga Jakarta tinggal datang beramai-ramai ke DPRD – sebagaimana yang dilakukan para pembenci Ahok sekarang ini - untuk menyampaikan mosi tidak percaya, dan meminta Anies-Sandi diberhentikan dari kedudukannya.

Bahkan seandainya Ahok mengalami kekalahan, telah beredar isu yang dihembuskan. Kalau tidak ada aral melintang, suatu jabatan penting bagi Ahok sudah disediakan. Kabar angin itu mengatakan, Ahok akan diangkat menjadi seorang Menteri.

Sinyal ke arah sana, meskipun baru sebatas dari mulut ke mulut, alias obrolan di warung kopi, naga-naganya mungkin juga akan bisa terjadi. Paling tidak kalau melihat kedekatan Ahok dengan Jokowi, juga dengan ketua umum PDIP, Megawati.

Apabila isu itu menjadi kenyataan, bisa jadi pengobat duka lara bagi pendukungnya. Apalagi seandainya Ahok menjadi Menteri yang sesuai dengan karakter dan visinya. Paling tidak menjadi Menteri PAN-RB misalnya.

Maka reformasi birokrasi yang selama ini tersendat-sendat, kalau tidak dikatakan jalan di tempat, mungkin saja akan seperti yang terjadi di Balaikota DKI Jakarta selama Ahok bekerja. PNS yang tidak bekerja sesuai dengan sumpah jabatannya, langsung disikat saja. Bukankah masyarakat masih melihat ada PNS di negeri ini yang saban bulan makan gaji buta, dan tidak jelas pekerjaannya. Demikia juga praktik korupsi masih merajalela.

Dengan karakter yang tegas dan tanpa kompromi lagi, bisa jadi akan cocok bagi Ahok menjadi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Semoga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun