Selain merupakan produk tradisional peninggalan leluhur, konon ada jenis kain lurik yang disakralkan, dan kerap dikenakan dalam upacara berbau magis dan spiritual. Sebagaimana raja Keraton Yogyakarta dan raja Kasunanan Surakarta tak pernah ketinggalan untuk mempersembahkan lurik jenis pelangi dalam upacara labuhan di setiap bulan Sura kalender Jawa. Karena menurut sahibul hikayat, Kanjeng Ratu Kidul, ‘penguasa’ Laut Selatan itu menyukai kain lurik dengan corak lurik kluwung.
Upaya BJ Habibie untuk mengangkat lurik agar bisa sejajar dengan batik, merupakan suatu hal yang patut diapresiasi, dan didukung oleh bangsa ini. Walaupun Presiden ketiga ini sudah tidak berkuasa lagi, dan usianya sudah berangkat senja, namun beliau masih tetap bersemangat untuk mengangkat harkat dan derajat bangsa Indonesia di mata dunia.
Oleh karena itu, ungkapan “Cintailah ploduk-ploduk Indonesia” yang kerap terlihat dalam tayangan iklan di layar televisi, sepatutnya jangan dijadikan bahan guyonan, karena pengucapnya memiliki kesulitan dalam pengucapan huruf ‘r’, tetapi ajakan itu sendiri mengajak bangsa ini untuk tidak kebablasan, lebih luar negri minded, sementara warisan leluhur malah dilupakan.
***
Dan entah karena masih berduka, atawa entah karena tidak cukup uangnya, pesanan kain lurik yang ditawarkan istri saya saat hendak berangkat ke Solo sana, ternyata tidak ditemukan dalam barang bawaannya. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H