Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pak SBY, Saya Hanya Bisa Turut Prihatin

9 Februari 2017   21:51 Diperbarui: 10 Februari 2017   00:31 2796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senin (6/2) kemarin, sejumlah massa mendatangi kediaman SBY di Kuningan, Jakarta, melakukan unjuk rasa. Kejadian itu sungguh membuat saya secara pribadi merasa prihatin (meminjam istilah yang kerap dilontarkan Presiden keenam itu). Betapa seorang mantan Presiden yang memimpin negeri ini selama sepuluh tahun, di masa pensiunnya masih juga diusik ketenangannya.

Padahal sudah semestinya, di samping menghargai sebagai seorang mantan orang nomor satu di republik ini, jangan dilupakan juga kalau SBY merupakan orang yang sudah memasuki usia senja. Sehingga sebagai bangsa yang masih memegang adat ketimuran dengan segala etika dan tatakram sebagaimana mestinya, SBY haruslah tetap  dihormati sebagai orang tua.

Ada  pepatah Sunda buhun (lama/kuno) yang bisa jadi berlaku universal mengatakan: Guru, ratu, wong atua karo wajib sinembah. Kepada guru, pemimpin, dan orang tua, harus dihormati, begitu kurang lebih maksudnya.

Akan tetapi begitulah yang terjadi. Terlepas dari tudingan sejumlah pihak, terutama dari partai Demokrat, unjukrasa yang konon tanpa ijin pihak kepolisian itu ditunggangi pihak istana, paling tidak SBY sendiri harusnya mawas diri. Mengapa hal itu bisa terjadi, kenapa anak-anak, atau yang lebih muda tidak lagi menghormati mantan ‘ratu’-nya?

Itulah masalahnya.

Fenomena itu muncul lantaran sikap mantan ‘ratu’... Eh, Presidennya sendiri. Rakyat bisa jadi sudah jengah dengan sikap, maupun pernyataan-pernyataan SBY yang dianggap cukup kontroversi selama ini. Malahan bisa jadi semenjak SBY duduk di atas kursi kepresidenan tempo hari, sami mawon,alias tidak berbeda dengan hari ini.

Di saat SBY menjadi Presiden, salah satu hal yang bertentangan, dan paling dingat oleh rakyat, adalah sikapnya terhadap korupsi. Dengan gegap-gempitanya SBY berseru “Katakan Tidak pada Korupsi”. Sementara di dalam kenyataannya, banyak kader partai Demokrat yang dipimpinnya malah banyak pula yang ditangkap karena kasus korupsi. Malahan sejak lama beredar luas isu kalau SBY dan keluarganya diduga terlibat dalam berbagai tindak pidana korupsi.

Begitu juga setelah SBY lengser keprabon, kontroversi itu seakan tak pernah berhenti. Apalagi dengan memanfaatkan akun media sosial yang sejak menjadi Presiden dimilikinya, SBY kerap menulis status yang di suatu ketika berupa curahan hati sebagai orang yang teraniaya, dan di lain saat sebagai tukang kritik pedas terhadap pemerintahan yang menggantikannya. Bahkan dengan demikian itu pula, rakyat menilai ungkapan seorang SBY melalui status yang ditulisnya itu sama sekali tidak mencerminkan sebagai seorang negarawan. Atawa paling tidak sebagai orang tua yang semestinya memberi teladan bagi generasi penerusnya. Rakyat malah menganggap mantan Presiden yang satu ini sebagai orang yang sensitif, dan tak sedikit yang menyebut cengeng, lebay, dan baper.Bahkan ada di antaranya yang sampai menyebut seperti anak kecil!

Itulah masalahnya.

Mengapa rakyat banyak yang tidak menaruh hormat lagi kepada mantan pemimpinnya. Bisa jadi jawabnya karena sikap mantan pemimpinnya itu sendiri tidak memiliki wibawa lagi. Sebagaimana SBY sendiri. Rakyat berharap setelah dua periode berkuasa, seharusnya beliau duduk manis seraya memberi petuah yang bernas seperti seorang Begawan Abiyasa dalam Mahabharata. Atawa paling tidak seperti Presiden ketiga BJ Habibie yang dijuluki sebagai negarawan sejati. Bukan seperti Begawan Durna, dan Arya Sengkuni yang kerjanya sebagai tukang fitnah, dan mengadu-domba.

Sungguh. Andaikan saja Presiden keenam ini bersikap sebagai seorang negarawan yang bijak dan berwibawa, sudah pasti tidak akan kita temukan lagi meme yang nyelekit di hati, sindiran maupun umpatan bernada antipati, atawa juga sampai ada yang nekad membully tanpa pikir panjang lagi.

Karena itu juga, saya yang hayalah rakyat jelata, hanya mampu mengucap turut prihatin pada Presiden yang satu ini.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun