Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Harap-harap Cemas Menanti Pertemuan Jokowi dengan 'Penguasa' Cikeas

4 Februari 2017   10:28 Diperbarui: 4 Februari 2017   11:02 994
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
SBY dan Jokowi (Sumber foto: Kompas.com)

Horeee... Setelah mencak-mencak, dan melempar isu adanya pihak yang menghalangi niatnya untuk bertemu Presiden jokowi, pada ahirnya keinginan SBY pun sepertinya akan segera terkabul juga.

Bisa jadi hasrat SBY untuk bertemu Jokowi dilandasi niat baik, untuk menyambung tali silaturahmi antara mantan Presiden dengan Presiden yang saat ini sedang berkuasa. Hanya saja publik banyak yang meragukannya. Apa benar keinginan SBY itu dibarengi hati yang tulus, paling tidak untuk meredakan situasi yang belakangan ini membuat rakyat banyak yang merasa risi. Syukur-syukur ke depannya dua orang ini akan bergandengan tangan, untuk bersama-sama membangun negeri ini, menuju ke arah yang lebih maju dan lebih baik lagi.

Tetapi, ya itu tadi. Ekspektasi rakyat terhadap hal yang bersipat positif dengan momen pertemuan tersebut, masih menggantung di awan sana. Jangan-jangan keinginan SBY tersebut hanya karena merasa dikesampingkan oleh Jokowi. Presiden ketiga, BJ Habibie sudah beberapa kali bertemu. Apalagi dengan Presiden kelima, Megawati. Bahkan dengan ‘musuh’ dalam Pilpres 2014 lalu pun Jokowi sudah dua kali bersua dalam suasan yang penuh keakraban. Sementara dengan dirinya, hingga sebelum ada pernyataan dari pihak istana di atas, SBY malah acapkali melempar bola panas. Kesempatan untuk bertemu dengan Jokowi, dikatakannya ada yang menghalangi.

 Bagaimana pun publik menilai hubungan atara  SBY selama ini dengan Presiden Jokowi, terkesan seolah SBY sendiri telah membangun benteng penghalang, terutama dengan pernyataan-pernyataannya yang reaktif, dan bernada sinis.

Beberapa fakta yang menguatkan keraguan publik ke arah itu antara lain:

  • Di bulan Maret 2016 lalu, SBY, selaku Ketua Umum Partai Demokrat mengadakan kegiatan keliling pulau Jawa dengan tema “SBY Tour de Java”,pada kesempatan tersebut SBY melemparkan kritikan tajam kepada Jokowi, "Kalau ekonomi sedang lesu, dikurangi saja pengeluarannya. Bisa kita tunda tahun depannya lagi sehingga, jika ekonomi lesu, tidak lagi bertambah kesulitannya. Itu politik ekonomi." 
  • Saat unjuk rasa 4/11/2016 berujung kericuhan, Jokowi menyatakan ada aktor politik di belakang aksi. Ia tidak menyebutkan siapa aktor tersebut. "Dan ini kami lihat ditunggangi aktor politik."
  • SBY pun mendadak bereaksi dengan menyatakan, "Yang komando hanya telepon genggam, social media. Jangan tiba-tiba simpulkan ada yang menggerakkan atau mendanai."
  • Di akun twitter @SBYudhoyono, Presiden keenam, ini berkicau terkait isu hoax yang merebak belakangan ini, "Ya Allah, Tuhan YME. Negara kok jadi begini. Juru fitnah dan penyebar hoax berkuasa dan merajalela. Kapan rakyat dan yang lemah menang? *SBY*"
  • Saat Jokowi dan Prabowo menunggang kuda dalam pertemuan Jokowi dengan Prabowo di Hambalang, melalui akun twitternya SBY melempar frasa 'Lebaran Kuda" yang saat itu menjadi trending topic.
  • Dan yang masih segar, SBY tiba-tiba saja melempar isu penyadapan percakapan dirinya dengan Ketu MUI, Ma’ruf Amin. Isu penyadapan itu mencuat dalam persidangan kasus penistaan agama, dengan terdakwa Gubernur DKI Jakarta non-aktif, Basuki Tjahaja Purnama, alias Ahok.
  • SBY langsung bereaksi. Ia merasa telah disadap karena pembicaraannya bocor. “Penyadapan itu adalah sebuah kejahatan karena penyadapan ilegal,” ujar Ketua Umum Partai Demokrat tersebut. SBY lantas meminta pemerintah mengusut kasus itu. "Kalau yang menyadap adalah institusi negara, bola ada di Jokowi."
  • Bahkan Fraksi Partai Demokrat di Dewan Perwakilan Rakyat akan mempersoalkan kasus tersebut. Partai Demokrat bergerak mengajukan hak angket untuk menyelidiki dugaan penyadapan.

Andaikan sejak lengser keprabon, SBY bersikap seperti Presiden ketiga, BJ Habibie, tidak pernah ‘usil’, dan senantiasa welcome terhadap semua pihak, persoalannya akan lain – tentu saja. Sebagaimana diketahui, setelah suamidari mendiang Ny. Hasri Ainun Besari, ini  tidak menjabat lagi sebagai presiden, ia lebih memilih tinggal di Jerman daripada di Indonesia. 

Namun ketika era kepresidenan SBY sendiri, Habibie kembali aktif sebagai penasihat presiden untuk mengawal proses demokratisasi di Indonesia lewat Habibie Center, organisasi yang didirikannya. Sehingga wajar publik pun kemudian menjulukinya sebagai seorang negarawan sejati, dan Bapak Bangsa yang patut diteladani.

Tetapi begitulah. Lain SBY, lain pula dengan Habibie.  Bisa jadi karena watak manusia berbeda satu dengan yang lainnya. Habibie cenderung mengambil sikap sebagai ‘Resi Pandita’ yang bijaksana, meskipun masa jabatannya hanya sebentar saja (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999). Sementara SBY sendiri, publik pun pasti sudah tahu sendiri...

Yang jelas, publik menantikan pertemuan SBY dengan Jokowi dengan harap-harap cemas.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun