Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Karena Pemimpin Harus Bersikap Tegas Memang

3 Maret 2016   18:41 Diperbarui: 3 Maret 2016   19:12 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hari masih pagi ketika Pak Kades muncul di depan pintu.

“Habis dari mana, Pak, pagi-pagi blusukannya sudah sampai ke sini” kata saya usai bersalaman.

Meskipun usia Kades di desa kami masih tiga puluhan, dan pernah menjadi murid saya di sekolah dasar, tetapi sejak terpilih menjadi kepala desa saya harus membiasakan diri untuk memanggil Bapak. Bagaimanapun jabatan Kepala Desa identik sebagai pemimpin di desa kami, dan saya sebagai salah seorang warganya harus tetap menghormatinya sebagai orang nomor satu di desa kami.

“Dari rumah langsung ke sini,” katanya dengan muka serius. “Karena sudah lama tidak bertemu, sudah seharusnya saya yang masih muda ini bersilaturahmi ke sini. Selain bapak ini adalah guru yang membuat saya bisa membaca dan berhitung, bapak pun sudah saya anggap sebagai orang tua saya sendiri.”

“Di samping itu kedatangan saya ini juga karena saya mau meminta saran dan pendapat bapak dengan masalah yang sedang saya hadapi sekarang ini.”

“Lalu apa masalah yang bapak hadapi itu?”

Masalah yang dihadapi Pak Kades sekarang ini adalah adanya ketidakharmonisan di kantor desa antara sesama aparat desa yang menjadi anak buahnya. Misalnya saja antara Sekdes dengan Urusan Pemerintahan, selalu saja cekcok masalah pembuatan sertifikat tanah. Lalu Urusan Ekbang dengan Ulu-ulu masih saja besitegang masalah perbaikan saluran irigasi.

“Saya sudah berusaha mendamaikan mereka. Dengan duduk bersama, tentu saja. Tetapi entah mengapa, setelah selesai bersalaman, kembali saya mendengar lagi kabar mereka bersitegang lagi. Masih mending kalau di dalam kantor desa, adu mulut keduanya terjadi di depan orang banyak lagi. Saya pun mendengar peristiwa itu dari salah seorang warga.”

“Apa mungkin karena usia saya lebih muda dari anak buah saya, Pak. Sehingga memandang sepele terhadap saya ?” keluhnya.

Masalah yang dihadapi Pak Kades ini tampaknya tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di dalam Kabinet Kerja Presiden Jokowi saja.

 “Tidak di desa tidak pusat. Sepertinya sekarang ini sedang musimnya para aparat saling debat, merasa diri paling hebat. Jangan-jangan malah bisa jadi nantinya akan saling depak...” saya bergumam.

Kata berita, Menko Kemaritiman, Rizal Ramli dengan Menteri ESDM, Sudirman Said seperti (maap) kucing dengan anjing saja kelakukannya. Baru-baru ini ramai dibicarakan karena perbedaan pendapat keduanya tentang pembangunan kilang tambang minyak Blok Masela.

menko Kemaritiman dan Sumber Daya, Rizal Ramli ngotot menginginkan pembangunan kilang gas di darat karena akan memberi dampak ekonomi besar bagi masyarakat Maluku. Sedangkan Menteri ESDM, Sudirman Said lebih suka mendukung kilang gas Masela terapung di laut.

Sebelum masalah itu, antara kedua pembantu Presiden Jokowi itu pernah terjadi juga silang pendapat, bahkan sampai saling kritik di ruang publik beberapa kali. Seperti misalnya ketika pemerintah berencana membangun proyek pembangkit listrik 35.000 MW, Rizal Ramli menganggap proyek tersebut tidak realistis. Rizal juga menyebut perubahan target dari 35.000 MW menjadi 16.000 MW. Sementara Sudirman tetap optimistis proyek tersebut bisa diwujudkan.

Ada yang lebih heboh lagi perseteruan kedua menteri itu, yaitu ketika muncul masalah perpanjangan kontrak kerja Freeport. Sudirman menyebut pemerintah sudah merestui perpanjangan kontrak Freeport. Sedangkan Rizal mengatakan perpanjangan kontrak Freeport belum dibahas.

Tidak hanya dua orang menteri itu saja yang suka nyinyir saling kritik itu. Baru-baru ini ada polemik antara Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar dengan Sekretaris Kabinet, Pramono Anung.

Ada pun masalahnya terkait pernyataan Marwan yang meminta direksi Garuda Indonesia diganti karena dinilai mengecewakan. Pasalnya karena Menteri dari PKB itu konon ketinggalan pesawat. Dia pun mencak-mencak, sampai mengirim e-mail ke setiap media menyampaikan kekesalannya. Apalagi namanya kalau bukan ingin dipublikasikan.

Lalu Pramono Anung pun menyindirnya lewat media sosial, bahwa masih ada pejabat yang minta dilayani berlebihan.

Kalau kerjanya cuma cekcok, ribut, gaduh, dan saling kritik di ruang publik, kapan akan bekerja sesuai dengan tupoksinya masing-masing. Padahal seharusnya semua menteri harus kompak, dan satu sama lain seharusnya saling mendukung, supaya program yang dicanangkan Presiden Jokowi bisa diwujudkan sesuai dengan yang direncanakan.

“Kira-kira bagaimana untuk mengatasi masalah yang saya hadapi ini, Pak ?” kata Pak Kades mengejutkan saya.

“Tidak ada jalan lain, Pak Kades harus tetap memperlihatkan kewibawaan sebagai seorang pemimpin yang bertanggung jawab. Pak Kades harus tegas, jangan merasa karena masih berusia muda daripada mereka. Dan bila sikap mereka masih tidak bisa didamaikan, tidak mematuhi Pak Kades, apa salahnya mereka diberhentikan. Tokh masih banyak di desa kita ini warga yang dapat bekerja keras, dan memiliki kapasitas untuk diangkat sebagai pembantu Pak Kades. Jangan lagi memilih anak buah yang tidak menghargai bapak sebagai pimpinannya."

Entah paham, atawa tidak dengan saran saya itu. Tetapi yang jelas Pak Kades buru-buru menyeruput kopi yang kami hidangkan untuknya. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun