Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Permainan Cinta

23 Februari 2016   08:37 Diperbarui: 23 Februari 2016   08:49 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ningsih sudah nikah dua kali. Sekarang Ningsih sudah menjanda lagi.

Ningsih naik ke pelaminan untuk pertama kalinya saat duduk di bangku kelas 2 SMA. Ketika itu Ningsih sedang hamil empat bulan, akibat hubungan yang melewati batas dengan pacarnya yang satu kelas.

Keduanya dikeluarkan dari sekolah. Lalu oleh orang tuanya dinikahkan.  Selama menunggu kelahiran, Ningsih dan suaminya hidup berpindah-pindah. Sekali waktu di rumah orang tuanya sendiri, dan di lain waktu di rumah mertuanya. Bagaimanapun pasangan ini belum memiliki pegangan. Suaminya masih nganggur, belum punya pekerjaan. Sedangkan keadaan orang tua masing-masing juga hidupnya serba pas-pasan.

Ningsih merasa perkawinan yang dilakukannya sulit untuk dipertahankan. Suaminya yang masih nganggur itu sepertinya tak mau merubah sikapnya. Suaminya masih saja tetap dengan kebiasaannya,  saban hari nongkrong bersama teman-temannya, meskipun Ningsih baru saja melahirkan. Jangankan mau mencari pekerjaan untuk menafkahi keluarganya, setiap uang pemberian orang tuanya saja yang maksudnya untuk keperluan anaknya, selalu diminta oleh suaminya. Uang itu dihabiskannya bersama teman-temannya.  Sementara Ningsih kebingungan. Kebutuhan bayinya, seperti susu dan popok, mau tidak mau harus dibeli. Sedangkan uang tak ada lagi. Mau minta sama orang tuanya maupun mertuanya, Ningsih merasa sudah tak punya muka lagi.

Apa boleh buat. Ningsih pun mengambil jalan singkat. Seorang tetangganya, duda kaya memiliki perhatian lebih kepada Ningsih. Setiap ada kesempatan, duda kaya itu selalu mencuri perhatian. Apa yang dibutuhkan Ningsih selalu dipenuhinya. Tetapi jaman sekarang mana ada pemberian yang cuma-Cuma, tokh segalanya harus ada timbal-baliknya. Ningsih pun ahirnya jatuh dalam pelukan duda kaya itu. Setelah sebelumnya dijanjikan  akan dinikahinya, kalau Ningsih mau bercerai dengan suaminya yang memang tidak bertanggung jawab itu.

Memang, hidup berumah tangga hanya dengan mengandalkan cinta saja ternyata tidak ada artinya sama sekali. Cinta tidak mampu membuat kenyang perutnya. Cinta tidak mampu memberikan pakaian bagus dan perhiasan yang gemerlap sebagaimana impian perempuan. Cinta pun tidak bisa membeli susu dan popok untuk bayinya.

Ahirnya Ningsih minta cerai pada suaminya. Dengan demikian Ningsih akan beranjak dari neraka. Kemudian tak lama lagi akan pindah ke surga impiannya. Tak apa-apa duda itu usianya sudah tua. Pokoknya yang penting kebutuhan bayi dan kebutuhannya sendiri dapat terpenuhi. Bukankah kata Abah dan Emak pun cinta akan datang nanti belakangan.

Setelah habis ‘idah Ningsih dengan duda itu menikah. Rumah duda yang semula selalu sepi itu sekarang jadi ramai oleh celoteh dan tangis bayi. Sering terdengar juga suara-suara lenguhan dan erangan bila malam tiba.

Sebagai pengusaha yang memasok hasil bumi ke pasar di kota kecamatan tempat tinggal mereka, suami Ningsih terkadang sepanjang hari tidak ada rumah. Sibuk mengumpulkan barang dagangannya dari petani di kampung-kampung sekitar. Di rumah Ningsih tinggal berdua saja dengan anaknya.

Kesempatan itu dipergunakan mantan suaminya untuk datang ke rumah Ningsih. Untuk menengok anaknya, tentu saja. Itu alasan klasik yang tak asing lagi bagi setiap lelaki memang. Padahal sesungguhnya dia masih membutuhkan kehangatan tubuh Ningsih. Juga berharap bantuan uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Tokh sekarang hidup ningsih sudah tak kekurangan lagi. Bahkan bisa dibilang sudah kaya.

Akan halnya Ningsih sendiri memang masih mencintai mantan suaminya itu. Entah mengapa. Padahal selama hidup bersamanya, tak pernah dinafkahinya. Kecuali nafkah batin, tentu saja.  Bisa jadi karena itu juga yang membuat Ningsih tak bisa melupakan mantan suaminya. Bagaimanapun lelaki itu adalah lelaki pertama yang telah menjamah tubuhnya dengan gelora cinta yang membara.

Keduanya pun kembali sering memadu asmara manakala suaminya sedang tidak ada. Apalagi kalau bukan berselingkuh namanya. Maka Ningsih bisa dikatakan melayani dua orang lelaki, mantan suaminya dan juga suami yang sah menikahinya sekarang ini. Yang namanya berselingkuh memang dilakukan secara rahasia, dan hanya mereka berdua saja yang mengetahuinya.

Kata pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat, suatu ketika akan jatuh juga. Atawa serapat-rapatnya seseorang menyembunyikan suatu rahasia, suatu ketika akan ketahuan juga. Pepatah itu berlaku pada Ningsih. Perselingkuhannya ahirnya diketahui juga oleh suaminya. Dan ahirnya Ningsih diceraikan seketika itu juga. Lalu diusirnya dari rumah suaminya tanpa mendapat pesanggon (Seperti pegawai yang diberhentikan dari perusahaan saja!) sedikitpun juga.

Kemudian ketika Ningsih meminta mantan suaminya untuk menikahinya lagi. Lelaki itu memang bersedia. Tetapi dengan sarat Ningsih harus mau bekerja. Mencari uang untuk kebutuhan hidup rumah tangga mereka. Ningsih pun setuju. Tapi pekerjaan apa yang musti dilakukannya ?

Itulah masalahnya. Ningsih tidak memiliki keterampilan apa-apa. Untuk menjadi pembantu rumah tangga, atawa babby sitter misalnya, gajinya tak seberapa. Padahal pekerjaannya lumayan beratnya. Begitu juga seumpama bekerja di pabrik seperti banyak dilakukan tetangganya, sama saja seperti pilihan pertama. Sedangkan untuk bekerja di kantor suatu yang mustahil adanya. Ijasah SMP yang dimilikinya paling hanya jadi pesuruh saja. Tapi Ningsih untung saja memiliki modal lain yang tidak menutup kemungkinan dapat menyedot banyak uang. Wajahnya lumayan cantik, dan meskipun sudah melahirkan seorang anak, tubuh Ningsih masih mampu mengundang gairah lelaki yang seringkali sulit mengerem syahwatnya. Lalu ketika seorang temannya menawarkan pekerjaan sebagai pemandu lagu di sebuah tempat karokean, tanpa pikir panjang Ningsih menerimanya. Pekerjaan itu dilakukannya hanya sepanjang malam saja. Memang gaji resmi yang diterimanya tidak seberapa, tapi pemberian para tamu yang dilayaninya lebih dari lumayan saban malamnya. Apalagi kalau Ningsih bersedia memberikan pelayanan plus-plus pada tamu yang biasanya kaum pria iseng yang kesepian, uang yang diterimanya bisa jadi lebih besar dari tiga bulan gaji resmi pemandu lagu.

Mendengar penuturan panjang-lebar perempuan itu, aku hanya mampu menghela napas panjang.  

“Kisah Ningsih membosankan ya, Kang ?!” Perempuan itu menatapku dengan binal penuh  gairah. Aku tergeragap.

“Tidak. Tidak. Justru membuatku bagaimana gitu...” sahutku sambil langsung menerkam perempuan itu.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun