Belakangan ini ketua BPD tampak sering berkunjung ke rumah warga. Tapi bukan menemui warga miskin yang seharusnya mendapat bantuan, juga bukan untuk menampung aspirasi sebagaimana tugas dan fungsinya, melainkan khusus ke rumah warga yang memiliki kebun di blok Baru.
Menurut beberapa warga yang sudah didatanginya, ketua BPD itu konon sedang mendata kepemilikan tanah kebun di blok tersebut. Karena, katanya, pihaknya telah didatangi seorang investor yang membutuhkan tanah seluas 12 hektar di blok itu untuk dijadikan industri pakan ternak ayam.
Masih menurut warga, selanjutnya ketua BPD meminta para pemilik tanahnya untuk dijual kepada investor tersebut melalui pihaknya. Bahkan selain mengiming-imingi dengan harga lebih besar dari NJOP (Nilai Jual Objek Pajak), setiap pemilik tanah yang telah melepas tanahnya pun apabila pabrik itu sudah berjalan akan mendapat prioritas untuk menjadi karyawan.
“Ini kesempatan langka yang akan bisa merubah nasib kita,” kata ketua BPD seperti yang ditirukan salah seorang warga. “Selama ini hasil dari kebun kita tidak seberapa. Tapi jika kita mendukung berdirinya pabrik itu, kita akan mendapat penghasilan tetap yang mengalir saban bulan.”
Warga di desa Sukamaju – yang bisa jadi tidak akan ditemui di dalam peta negeri ini, kecuali di Google Maps, yang masuk wilayah kecamatan Pagerageung, kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat itu pun menjadi heboh karenanya. Beberapa pemilik kebun memang ada yang langsung tertarik dengan penjelasan ketua BPD itu, dan tanpa menunggu waktu lama lagi mereka menjual tanahnya kepada investor itu melalui ketua BPD tentu saja. Tetapi tidak sedikit juga yang menolak untuk melepas tanah miliknya.
Alasan penolakannya pun bermacam-macam. Ada yang karena tanah miliknya itu merupakan pusaka warisan orang tuanya yang sudah seharusnya diwariskan kembali kepada anak-cucunya, ada yang mengemukakan alasan karena tanahnya itu sebagai sumber kehidupan keluarga selama ini, atawa ada juga yang bilang tanah kebunnya itu akan beralih fungsi menjadi pemukiman di masa yang akan datang bila jumlah penduduk semakin bertambah. Sehingga dengan munculnya masalah tersebut, diam-diam warga pun menjadi terbelah. Ada yang pro dan ada juga yang kontra tentu saja.
Di antara warga yang kontra dengan rencana itu, ternyata ada juga yang memberanikan untuk mencari kejelasan masalah pembebasan tanah di blok Baru tersebut. Bahkan setelah kasak-kusuk, warga tersebut meminta kepada Kepala Desa dan ketua BPD untuk menghadirkan investor itu. Sejauh mana rencananya itu dapat menjadi kenyataan, sebagaimana halnya yang selama ini disampaikan ketua BPD. Karena sekarang ini sudah bukan jamannya lagi sembunyi-sembunyi, tetapi harus jelas terbuka tanpa ada yang ditutup-tutupi lagi.
Tiga bulan kemudian, usulan warga tersebut baru dapat direalisasikan. Investor itu, yang berbadan usaha PT Yanuri Tidar Perkasa mengundang para pemilik tanah, dan tokoh masyarakat dari desa Sukamaju, kecamatan Pagerageung, kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, itu untuk berdialog yang tempatnya di sebuah rumah makan lesehan.
Ketika pengatur acara mempersilahkan Direktur Utama PT Yanuri Tidar Perkasa, seorang pria berperawakan pendek dan tambun, dengan rambut sudah hampir memutih semuanya, memperkenalkan diri dengan nama Bambang. Dengan logat Jawa Tengah yang kental, Pak Bambang menjelaskan kalau dirinya berasal dari kota Magelang. Kemudian diapun meminta maaf kepada hadirin kalau selama ini aktifitasnya di desa itu telah membuat resah sebagian warganya. Dan karena kesibukannya pula selama ini dirinya hanya mewakilkan kepada ketua BPD (Badan Permusyawaratan Desa) Sukamaju dalam kegiatan pembebasan tanah itu.
Tetapi dengan demikian, katanya, masyarakat desa sukamaju akan lebih yakin kalau pembebasan tanah di wilayah desa tersebut semata-mata untuk meningkatkan taraf hidup warganya. Bagaimanapun adanya suatu industri skala besar di suatu wilayah merupakan pertanda tingkat kesejahteraan hidup warga sekitarnya ada peningkatan dibandingkan dengan sebelumnya. Selain itu, dijelaskannya kalau kegiatan pembebasan tanah di wilayah desa itu telah mendapat izin dari dinas terkait di tingkat kabupaten, sehingga ssudah jelas legalitasnya.
Hanya saja dalam sesi tanya-jawab, ketika salah seorang warga mengajukan beberapa pertanyaan, di antaranya: