Geliat pemberantasan korupsi di masa pemerintahan cucu pendiri ormas Nahdatul Ulama itu mulai tampak. Terutama dengan diangkatnya Baharudin Lopa sebagai Menteri Kehakiman yang kemudian menjadi Jaksa Agung. Kejaksaan Agung RI sempat melakukan langkah-langkah kongkret penegakan hukum korupsi. Banyak koruptor kelas kakap yang diperiksa dan dijadikan tersangka pada saat itu.
Hanya saja sayangnya pemerintahan Gus Dur harus berahir di tengah jalan. Melalui sidang MPR yang ketuanya ketika itu Amien Rais, Gus dur dilengserkan.
Keadaan sebaliknya justru terjadi ketika kursi RI 1 diduduki Megawati Soekarno Putri. Ternyata berbagai kasus korupsi menguap dan berakhir dengan cerita yang tidak memuaskan masyarakat. Publik pun mulai meragukan komitmen pemberantasan korupsi pemerintahan saat itu, karena banyaknya BUMN - seperti halnya di BULOG (Badan Urusan Logistik), yang ditengarai banyak korupsi, namun tak bisa dituntaskan sesuai harapan.
Menjawab keraguan publik, pemerintahan Megawati pun bangkit. Berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, pembahasan RUU KPK dapat dikatakan merupakan bentuk keseriusan pemerintahan Megawati Soekarnoputri dalam pemberantasan korupsi. Maka lembaga antirasuah pun mulai dibentuk hingga sekarang ini.
Lalu setelah lembaga itu terbentuk, apakah tindak pidana korupsi sudah lenyap di negeri ini ? Pada rezim SBY yang diantarkan perahu Partai Demokrat ke singgasana RI 1, berbekal slogan “Katakan tidak pada Korupsi”, dalam kenyataannya sampai SBY lengser, dan diganti oleh Jokowi, masih ada kader partai Demokrat yang masih berurusan dengan pengadilan tipikor, yaitu mantan menteri ESDM Jero Wacik, setelah sebelumnya beberapa pembantunya, seperti Nazarudin, Angelina Sondakh, Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng meringkuk dalam bui karena juga terbelit kasus korupsi.
Bukan hanya para kader partai pemerintah saja ketika itu yang meramaikan halaman media karena ulahnya menggeregoti uang rakyat, namun hingga kini parpol lainnya pun seolah tak mau ketinggalan untuk menyumbangkan kadernya sebagai penghuni bui karena korupsi. Sementara itu pemerintahan jokowi yang notabene di masa pencalonannya sebagai Presiden begitu royalnya mengobral janji untuk lebih serius lagi dalam memberantas korupsi, dalam kenyataannya masa kerja KPK saja sudah hendak dibatasi. Hanya sampai 12 tahun ke depan. Lalu gerak-langkahnya pun seolah akan dikebiri pula. Padahal baru-baru ini seorang pembantunya di pelabuhan, RJ Lino, sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Sehingga rasa-rasanya jika demikian, rakyat merasa pesimis dengan upaya melenyapkan korupsi di negeri ini. Apalagi dengan pergantian lima komisioner KPK yaang baru saja disetujui DPR, sepertinya keraguan itu semakin mengharu-biru. Dan awan gelap seakan sudah tampak menghadang di depan.
Memang betul di negara ini ada lembaga kepolisian, dan kejaksaan yang memiliki kewenangan dalam upaya penindakan praktik korupsi tersebut. akan tetapi bagaimana dengan kenyataannya, bisa jadi dengan upaya membentu lembaga KPK pun sepertinya pemerintah sendiri sudah meragukan knerja dua lembaga itu tadi.
Jadi bagaimana jawab Tuan-tuan dan Puan-puan atas pertanyaan tadi ?***