Lelaki itu merasa seakan-akan terperangkap di dalam ruang isolasi  yang sangat gelap dan pengap. Masa lalu yang kelabu, saat ini yang seolah tak memiliki arti, seolah mengepung dari berbagai penjuru. Apalagi bila mencoba menerawang ke masa yang akan datang, dirinya sama sekali tak punya kejelasan.
Padahal usianya tak muda lagi. Bila diibaratkan sebuah pohon, dari akar sampai ranting dan dahannya sudah melapuk dan meranggas gersang. Bisa jadi sudah tak berguna lagi. Paling-paling dijadikan sebagai kayu bakar.
Masih jelas membayang masa-masa mudanya yang sudah lama dilewatinya. Lelaki itu terlalu banyak merambah perjalanan ke segala arah, dan selalu merancang banyak rencana yang tak satupun menjadi nyata.
Lalu di saat ini ketika usianya tak muda lagi, ia masih juga asyik mengurai mimpi. Tak kenal waktu, siang dan malam lelaki itu menjalin impian yang satu dengan yang lainnya sepanjang hari. Padahal apalah namanya mimpi jika dalam kenyataannya sungguh berbeda sama sekali.
Bila suatu ketika lelaki itu tersadar, dirinya merasa berada di dalam ruang yang begitu asing memang. Sementara orang-orang lain yang seusianya, bahkan yang layak jadi anak-cucunya, mereka sudah jauh, jauh sekali berada di ujung jalan yang semestinya ia pun menjalaninya.
Apa boleh buat. Bisa jadi lelaki itu sudah jauh tertinggal oleh mereka. Dan dirinya seakan tak berdaya menyusuri jalan yang dilewati orang-orang itu. Apalagi untuk menyusul mereka, dirinya seakan-akan sudah tak berdaya lagi. Mimpi-mimpi masa lalu dan mimpi masa kini masih juga membebaninya...***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H