Kekuasaan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono akan habis di tahun 2014 mendatang. Sudah  tentu tidak akan dapat mencalonkan, dan atau dicalonkan kembali untuk ketiga kalinya. Undang-undang sudah membatasinya. Cukup dua periode saja bunyinya.
Tidak seperti di era Orde Baru dan Orde Lama, kekuasaan seorang Presiden maunya seumur hidup kalau bisa. Untung saja rakyat masih bisa menghentikannya, sekalipun harus banyak memakan korban jiwa.
Ya, Soekarno sebagai penguasa Orde Lama ditumbangkan kekuatan rakyat dan gerakan mahasiswa yang sekarang ini dinamakan Angkatan ’66. Demikian juga halnya dengan Soeharto yang tak kuasa lagi membendung tuntutan reformasi oleh rakyat dan mahasiswa melalui Gerakan Reformasi 1998 lalu.
Meskipun kemarin tersiar kabar bahwa SBY pun konon akan dikudeta oleh gerakan yang menamakan dirinya Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI), tampaknya hal itu ternyata sekedar ‘dagelan’ belaka. Dan sama sekali tidak terjadi.
Walaupun demikian, sebelumnya ancaman kudeta itu memang santer terdengar. Sampai-sampai SBY sendiri mengundang, dan bertemu  banyak tokoh dan beberapa orang mantan Jenderal TNI AD.
Akan tetapi terlepas dari upaya lawakan kudeta MKRI itu, tampaknya ada yang menarik terkait pertemuan Presiden SBY dengan sejumlah pimpinan organisasi keagamaan, disusul kemudian dengan beberapa mantan Jenderal, di antaranya Prabowo Subianto yang digadang-gadang menjadi capres 2014 oleh partai Gerindra.
Kalau boleh diterjemahkan, ada pesan yang tersirat dari pertemuan itu. Sebelum lengser dari kekuasaan, SBY sepertinya ingin menunjukkan diri , sebagaimana biasanya sebagai upaya pencitraan, tentu saja, juga bahwa dirinya dapat menentukan pemenang pilpres 2014 mendatang.
Sebagaimana dikatakan Sekretaris Kabinet, Dipo Alam, SBY tetap memegang peran penting dalam menentukan pemenang pilpres 2014 mendatang, dan bisa menjadi King Maker.
Kiranya pernyataan Dipo alam itu sah-sah saja, tidak ada yang melarang. Hanya saja yang menjadi pertanyaan, dalam carut-marutnya Partai Demokrat dewasa ini, perseteruan kubu Anas dengan kubu SBY, anjloknya elektabilitas, banyaknya kader partai yang jadi tersangka korupsi, akan menjadi jaminan untuk seorang SBY sebagai penentu kemenangan capres 2014 itu?
Inilah masalahnya. Apa yang dikatakan Dipo Alam tampaknya hanyalah sekedar ilusi belaka kalau dibandingkan dengan kenyataan yang sesungguhnya. Apa mampu seorang SBY membungkam mulut 250 juta  rakyat Indonesia?
Wallohu 'alam. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H