Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Asmarandana Dalam Gerhana

5 Juni 2012   14:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:22 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ZAINAB masih berkutat dengan angka-angka di layar notebooknya. Padahal hari sudah menjelang senja. Suasana di kantor sudah sepi. Seluruh rekan Zainab sejak habis jam kantor mungkin sudah berada di rumahnya masing-masing. Atau mungkin juga masih menyempatkan untuk cuci mata di mall sebelum pulang.  Seluruh lampu sudah dinyalakan Pak Usman, lelaki setengah tua, penjaga yang setia. Sekarang Pak Usman sedang berbncang dengan dua Satpam di pos penjagaan.

Sebetulnya Zainab bisa saja menyelesaikan tugasnya besok hari. Laporan keuangan yang diminta pimpinannya  masih ada tengat waktu tiga hari lagi. Lagi pula karena Zainab termasuk pegawai yang rajin dan teliti dalam pekerjaannya, masalah laporan itu hanya tinggal memeriksa kalau-kalau ada kekeliruan kecil saja di sana-sini. Dan sebetulnya sejak tadi hati Zainab tidak ada di ruangan itu. Walau matanya tertuju pada layar monitor, dan tangan kanannya erat menggenggam mouse, namun pikirannya menerawang jauh. Dan melayang-layang entah kemana.

Sejak kemarin sebetulnya Zainab merasa galau. Ketika kemarin sore sedang memandikan anaknya, suaminya menyerahkan handphonenya.

“Nih ada SMS dari pacarmu!” katanya dengan ketus. Tapi Zainab malah tertawa sambil menerima handphonenya. Lalu matanya beralih ke layar handphone. Tampak pesan singkat yang dikirim dari nomor tanpa nama di sana. Bunyinya singkat saja, “Nice day with U…” Zainab mengerutkan keningnya. Nomor itu tidak dikenalinya sama sekali.

“Coba balas sama kamu, tanyakan siapa orangnya yang mengirim SMS ini?” katanya sambil kembali menyerahkan handphonenya kepada suaminya.  Lalu Zainab pun melanjutkan memandikan anaknya.

“Memangnya kamu tidak kenal sama nomor itu?” tanya suaminya menyelidik.

“Kamu ini bagaimana sih?  Nomornya saja baru aku lihat sekarang. Tapi siapa tahu SMS nyasar. Sudahlah, tak perlu dilayani,” kata Zainab sambil mengguyurkan air di tubuh anaknya. Sedangkan suaminya pun balik kanan, meninggalkan Zainab di kamar mandi. Dan kembali ke depan pesawat televisi.

Tapi ketika Zainab sedang mendandani anaknya di kamar riasnya, tiba-tiba handphonenya bordering kembali. Saat diperiksanya, ternyata pesan singkat dari nomor tadi. Bunyinya,” Kamu sibuk ya? Atau memang kamu sudah lupa sama aku?” Zainab kembali mengerutkan keningnya. Hatinya mulai dibuat penasaran, ingin mengetahui siapa pengirim SMS itu. Lalau dia balik mengirim SMS ke nomor itu. “Maaf, sama siapa ya?”

Tak lama kemudian SMS balasan dari nomor itu diterimanya. Dan Zainab bukan alang-kepalang kaget dibuatnya. Pesan singkat itu hanyalah tertulis sebuah nama. Sebuah nama yang selama ini senantiasa mengharu-biru dalam hatinya. Padahal nama itu hanya terdiri dari empat huruf saja. J a k a. tapi bagi Zainab sungguh besar sekali maknanya.

Betapa tidak, Jaka adalah seorang lelaki yang telah membuat Zainab memiliki impian sedemikian tingginya.  Jaka adalah  pria yang selalu membuat hati Zainab berbunga-bunga. Karena Jaka memang yang telah membuat hati Zainab yang terkenal sekeras batu karang itu, tiba-tiba meleh bak lilin dimakan api. Ya, api asmara cinta pertama seorang Zainab, yang mengharamkan hadirnya seorang kekasih, di saat sedang merajut masa depan kehidupan di bangku sekolah. Sebagaimana pesan mamanya, karena tugas seorang anak sekolah adalah belajar, dan terus belajar agar tercapai cita-citanya.

Namun di saat mengenal Jaka, pendapat mamanya itu justru bertolak belakang. Jaka ternyata tidak sekalipun mengganggu kegiatan belajar Zainab. Malahan Jaka membuat Zainab semakin bersemangat dalam mengejar cita-citanya.

Pertemuan pertama dengan Jaka, ketika Zainab mendapat tugas dari guru bahasa Indonesia. Seluruh siswa teman sekelasnya diwajibkan mengumpulkan kliping koran tentang puisi dan prosa. Lalau seorang teman, yang kemudian diketahuinya sebagai saudara misan Jaka, mengajak Zainab untuk mencari koran lama ke rumah Jaka. Dikatakan temannya, Jaka seorang mahasiswa Fikom semester tiga. Sejak SMA Jaka sudah aktif  menulis, dan tulisannya banyak tersebar di berbagai media.

Pertama kali melihat Jaka, Zainab sebetulnya ingin buru-buru kembali pulang saja. Betapa tidak, Jaka seakan acuh tak acuh saat diperkenalkan oleh temannya.  Hanya sekilas saja Jaka menoleh dan menganggukkan kepalanya. Setelah itu matanya kembali pada buku tebal yang sejak Zainab datang sedang dibacanya. Zainab sungguh-sungguh jengkel melihat Jaka saat itu.

Untunglah sikap Jaka yang seperti itu tidak berlangsung lama. Saat temannya menjelaskan kalau dia dan dirinya datang ke rumah Jaka, adalah  untuk mencari kliping koran tentang puisi dan prosa yang ditugaskan guru bahasa Indonesia.  Sikap Jaka langsung berubah.  Matanya jadi berbinar. Menatap teman dan dirinya bergantian. Apalagi ketika kemudian temannya mengatakan, Zainab adalah jagoan menulis puisi dan cerpen di kelasnya.

“Betulkah itu?” Tanya Jaka. Dan Zainab hanya tersipu.

“Dia hanya mengada-ada. Saya memang senang membaca buku sastera. Dan kadang-kadang mencoba menulis juga. Tapi masih belajar. Tulisan saya hanya sampai dipajang di mading saja. Tidak seperti Jaka, “ jawab Zainab sekenanya.

Mendengar jawaban dari Zainab, tampaknya Jaka semakin berbinar saja. Dan sikapnya semakin ramah. Malahan ketika Zainab dan temannya pamitan pulang, Jaka berpesan. Kalau Zainab mau serius menekuni kegiatan menulis, Jaka mengajak Zainab untuk datang belajar bersama-sama. Tawaran itu disambut Zainab dengan suka-cita. Sejak lama Zainab memang bercita-cita ingin jadi seorang pengarang. Seperti penulis idolanya, NH Dini. Tapi tawaran Jaka itu dijawabnya dengan, “Asal saudaramu ini mau menemaninya.”

Memang benar, dua tiga kali Zainab datang ke rumah Jaka selalu ditemani temannya. Saudara misan Jaka itu. Tapi selanjutnya Zainab sudah berani datang sendiri. Jaka adalah seorang pria yang sopan, malahan menganggap Zainab sebagaimana  saudara kandungnya saja. Begitu juga Zainab sendiri menganggap Jaka sebagai kakaknya.

Sejak belajar menulis bersama Jaka juga, ahirnya Zainab mulai memiliki keberanian megirimkan tulisannya ke berbagai media. Awalnya memang tulisan yang dikirimkan Zainab selalu dikembalikan lagi oleh redaksi. Zainab pun diterpa rasa putus asa. Merasa bodoh, dan tidak akan sebaik NH Dini. Tapi Jaka selalu member semangat. Dikatakan Jaka, awalnya dirinya pun memang begitu. Setelah puluhan kali mengirimkan tulisan ke berbagai media, barulah ada yang dimuatnya. Malahan Jaka memperlihatkan tulisan pertamanya itu yang sudah diklipingnya kepada Zainab. Demikian juga tumpukan arsip tulisan yang pernah dikirim dan ditolak redaksi. Maka gairah Zainab pun menyala kembali. Dia terus menulis tiada henti. Dan saat Zainab mengirim tulisannya yang ke-127 nya, redaksi sebuah koran lokal menjanjikan akan memuat tulisannya. Berupa sebuah cerpen. Untuk dipublikasikan di hari Minggu selanjutnya.

Hanya saja betapa terpesonanya Zainab, ketika suatu hari membaca cerpen karya Jaka yang dipublikasikan di sebuah majalah remaja. Cerpen Jaka berkisah tentang pengakuan seorang pria yang selalu belajar menulis bersama dengan seorang gadis. Diam-diam tokoh pria dalam cerpen Jaka itu mengaku telah jatuh cinta kepada gadis yang selalu belajar menulis bersamanya. Pria itu betapa merasa kasih sayangnya tercurah begitu besar kepada tokoh gadisnya. Hati Zainab seketika mengatakan kalau itu merupakan pengakuan Jaka sendiri kepada dirinya. Hanya saja seperti pengakuan tokoh pria dalam cerpen itu, sampai tokoh gadisnya meninggal karena tertabrak kereta api, tak pernah mengungkapkan rasa cintanya itu.

Dan sesungguhnya juga, naluri seorang perempuan yang sedang berangkat dewasa, dirasakan juga oleh Zainab. Diam-diam Zainab pun merasakan ada gelepar apabila sedang berduaan dengan Jaka. Demikian juga kalau sedang berjauhan, hati Zainab sering merasakan rindu untuk segera dapat bertemu. Maka setelah Zainab membaca cerpen Jaka itu, dirinya pun langsung menulis cerpen dengan tema serupa. Hanya saja Zainab berkisah tentang seorang gadis yang berharap tokoh pria yang selalu bersamanya, mau mencintainya sebagai seorang kekasih. Bukan menganggapnya hanya sebagai teman biasa saja.

Akan tetapi ternyata hingga Zainab menikah dengan suaminya, Jaka tak pernah menyatakan cintanya. Setelah diwisuda, Jaka pindah ke kota lain. Di sana Jaka menjadi seorang wartawan pada sebuah koran nasional. Dua tiga bulan pertama Jaka dan Zainab berjauhan, memang masih ada kontak di anatara mereka. Akan tetapi setelah Jaka mengabarkan akan ditugaskan sebagai wartawan di biro Eropa, hubungan keduanya jadi terputus sama sekali. Mula-mula Zainab menyangka kalau Jaka sangat sibuk dengan pekerjaannya. Tapi ditunggu-tunggu sekian lama, tetap saja Jaka tak pernah berkirim kabar berita.

Akhirnya Zainab pun menerima permintaan orang tuanya untuk menikah dengan anak pamannya, saudara dari ibunya. Meskipun tanpa perasaan cinta sebelumnya. Apa boleh buat. Zainab tak mampu menolak permintaan ayahnya yang sedang meregang nyawa. Zainab  tidak ingin mengecewakan ayahnya. Apalagi sampai disebut anak durhaka.

Tiba-tiba sore kemarin Jaka menghubunginya. Menyatakan dirinya sudah kembali dari tugasnya di luar negeri. Sekarang Jaka ada di kotanya. Dan ingin bertemu dengan dirinya. Benih-benih cinta yang hampir mati terkubur, sekarang tumbuh bersemi lagi. Hati Zainab galau. Sebetulnya dirinya pun ingin bertemu dengan Jaka, tapi di sisi lain di hatinya mengatakan, bahwa itu jangan pernah dilakukan.

“Bu, sudah malam. Apa belum mau pulang ?” Tiba-tiba Mang Usman sudah muncul di ruang kerjanya. Dan Zainab pun segera mematikan notebooknya.  ***

Cigupit, 2012/06/05

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun