Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Karena Memang Saling Mencintai

21 Mei 2012   13:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:00 312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MATAHARI sudah naik sepenggalah saat Siti berangkat ke sawah. Di atas kepalanya dibebani sekarung pupuk kandang. Dan di tangan kanannya menjinjing rantang berisi nasi dan goreng ikan asin, juga tidak lupa garam dan beberapa biji cabe rawit sebagai pengganti sambal. Untuk Jaka, suaminya yang sejak pagi mencangkul sendirian di sepetak sawah yang disewa untuk dua musim dari kepala desa.

Kaki Siti yang terbungkus kain batik yang sudah lusuh, melangkah hati-hati di atas pematang. Matanya lurus menatap ke pematang yang akan diinjaknya kemudian.  Pematang di sekitarnya masih banyak yang bertanah lembek, karena baru diperbaiki pemiliknya. Kalau tidak hati-hati, kaki Siti bisa jadi akan terperosok. Kemudian jatuh terguling ke sawah yang berlumpur, karena baru saja selesai dicangkul. Mana di kepalanya membawa beban berat lagi. Sehingga Siti harus memilih pematang yang tanahnya sudah mengeras. Meskipun harus sering jalan memutar.

Di kejauhan tampak Jaka sedang mengayunkan cangkulnya.  Dan hari ini juga pekerjaan itu harus diselesaikan. Karena sawah di sekitar sudah hampir semuanya dicangkul. Kalau saja punya uang lebih, Jaka akan memilih menyewa jasa traktor, agar pekerjaan cepat selesai. Dan mereka tinggal menanaminya saja. Malahan beberapa petak di sekitarnya pun sudah ada yang ditanami bibit padi. Tapi apa  boleh buat. Jangankan untuk membayar sewa traktor, untuk membayar baju seragam sekolah anaknya pun sampai sekarang masih menunggak. Sehingga Jaka memilih pengolahan sawahnya untuk dicangkul saja. Tokh pekerjaan itu, sudah biasa dilakukannya. Karena kalau Siti sudah selesai mengerjakan pekerjaan di dapur, sebagaimana biasa akan ikut juga membantunya. Karena Siti pun sudah terbiasa mencangkul. Pertama kali Siti mengayunkan cangkul di sawah, ketika Jaka sedang berada di kota. Ikut bekerja sebagai kuli bangunan di proyek pembangunan sebuah pabrik. Padahal ketika itu sedang musim menggarap pekerjaan di sawah. Sedangkan uang tidak dimiliki Siti. Sehingga apa boleh buat, Siti terpaksa mencangkul sendiri sawah yang disewanya. Sekarang pun Siti akan membantu Jaka untuk menyelesaikan pekerjaannya.

Ketika Siti tiba di tujuan, dia langsung menjatuhkan karung dari atas kepalanya di pematang. Dibantu oleh Jaka yang menghampirinya saat tahu Siti sudah datang.

“Kang, makan dulu,” kata Siti kemudian sambil membuka tutup rantang yang tadi dibawanya. Lalu  menuangkan air teh  dari teko ke dalam cangkir seng yang dibawa Jaka ketika tadi pagi berangkat ke sawah. Sudah dingin memang. Tapi daripada tidak ada air minum sama sekali, akan repot juga Jaka dibuatnya. Padahal kalau makan di rumah, Jaka biasa diberi air teh hangat oleh Siti. Karena suaminya memang biasa memintanya dibuatkan air teh hangat. Tanpa diminta kedua kalinya Jaka pun langsung membersihkan tangannya di saluran air. Meskipun airnya tampak bercampur lumpur dari sawah di hulunya, tapi Jaka tetap mengunakannya untuk membersihkan tangannya. Dan setelah merasa cukup bersih, lalu Jaka pun makan dengan lahapnya. Sedangkan Siti meraih cangkul yang agak kecil dari cangkul yang digunakan Jaka. Karena tadi pagi Jaka memang sengaja membawa dua buah cangkul. Agar Siti tidak repot membawanya. Dan suami-isteri itu sudah sepakat untuk mencangkul bersama-sama. Tapi kalau seluruh pekerjaan di rumah sudah tuntas, Siti baru menyusulnya kemudian. Dan sat Jaka sedang menikmati makan paginya, maka Siti mulai mengayunkan cangkulnya.

Seharusnya Siti tidak perlu bekerja di sawah. Apalagi melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan kaum lelaki. Kalau saja Siti mau menuruti permintaan orang tuanya, untuk dijodohkan dengan duda kaya dari kampung sebelah, kehidupan Siti tidak akan seberat seperti sekarang. Malahan mungkin Siti hanya akan tinggal di rumah saja. Melayani suami, dan mengurus dirinya sendiri.  Sesekali Siti akan dibawa pergi ke kota oleh suaminya yang duda kaya itu. Sementara suaminya mengurus usahanya sebagai juragan sayur-mayur, maka siti akan bebas berbelanja sesukanya. Karena semua orang pun tahu, sebagai juragan sayuran duda kaya itu sudah tentu banyak uangnya. Tapi Siti ternyata tidak tergoda oleh segala yang iming-iming duda kaya yang melamarnya itu. Siti lebih memilih Jaka, seorang pemuda sederhana, tapi rajin bekerja. Selain itu betapa Jaka sangat mengasihinya. Dan belum pernah sekalipun mengecewakan hatinya.  Jaka adalah lelaki yang sudah sejak lama dikenalnya. Keduanya memang bertetangga. Usia mereka  tidak jauh berbeda. Sejak kecil Jaka dan siti selalu berteman. Malahan kalau kebetulan ada anak lelaki nakal, teman bermain Jaka menggodanya, Jaka selalu tampil membela Siti. Dan saat Jaka tamat sekolah dasar, Siti naik ke kelas enam. Kecantikan Siti sudah mulai tampak, karena seperti gadis di desanya, Siti pun sudah mulai belajar mengurus dirinya. Sejak itu juga perasaan Jaka mulai meningkat. Yang semula menganggap Siti sebagai adiknya, maka setelah Siti mulai pandai mengurus diri, benih-benih cinta mulai tumbuh subur di hati Jaka. Jaka pun semakin besar perhatiannya kepada Siti. Meskipun Jaka sama sekali belum memiliki keberanian untuk mengungkapkannya saat itu. Setiap ada kesempatan. Jaka selalu ada di dekat Siti.

Sebagaimana biasanya seorang pemuda di desanya yang sudah mulai jatuh cinta, untuk mengungkapkan cintanya kepada sang gadis pujaan, selain selalu ada di dekatnya, sudah biasa juga sang pria memberikan hadiah untuk gadisnya. Jaka pun ingin berbuat seperti itu. Tapi apa boleh buat, Jaka belum mampu melakukannya. Jaka hanyalah anak seorang janda tua. Ayahnya sudah lama meninggal dunia. Dan kehidupan keluarga Jaka sangatlah bersahaja. Sehingga untuk dapat memberikan hadiah kepada Siti yang dicintainya, tak ada jalan lain: Jaka harus pergi ke kota. Bekerja sebagai buruh di pabrik kerupuk, sebagaimana anak-anak lelaki di desanya, apabila sudah mendapat ijasah SD.

Kebetulan saat itu ada tetangganya yang biasa berdagang kerupuk dsi kota membutuhkan pekerja di pabriknya.  Jaka pun menawarkan diri untuk ikut bekerja. Ibu Jaka merestui niat anaknya itu. Daripada tinggal di rumah, lebih baik mulai belajar mencari uang sendiri. Agar bisa membantu kebutuhan sehari-hari. Kepada Siti Jaka pun memberitahukan niatnya, sekalian menitipkan ibunya. Dan minta Siti untuk sesekali menengok dan menemaninya. Malahan dengan sedikit bercanda, Jaka pun menjanjikan akan membelikan hadiah untuk Siti kalau nanti pulang dari kota. Betul juga. Jaka memang menepati janjinya. Dan karena memang telah menjadi angan-angannya sejak lama. Ingin memberi hadiah kepada Siti yang diam-diam dicintainya. Setelah tiga bulan bekerja sebagai buruh di pabrik kerupuk, Jaka pulang ke desanya. Tidak lupa membawa oleh-oleh untuk ibunya. Juga selembar kain brookat bahan pakaian untuk Siti. Siti pun menerima hadiah pemberian Jaka dengan suka-cita. Karena Siti pun telah lama mengimpikan untuk memiliki pakaian dari bahan kain brookat. Dan pernah dikatakannya kepada Jaka saat keduanya sedang bersama, ketika Siti duduk di bangku kelas enam sekolah dasar.

Begitulah. Setiap pulang bekerja sebagai buruh di pabrik kerupuk di kota, Jaka selalu saja memberikan hadiah untuk Siti yang dibelinya di kota. Bahkan bukan hanya berupa barang saja, sekali waktu Jaka pun pernah pula memberikan uang kepada Siti alakadarnya. “Buat jajan,” kata Jaka ketika memberikan uang itu. Dan sejak itu juga Siti sadar, kalau Jaka memiliki perhatian khusus kepada dirinya. Walaupun Jaka tidak pernah mengungkapkannya, tapi sebagai perempuan yang menginjak remaja, Siti merasakan kalau Jaka begitu menyayangi dirinya lebih dari hanya sebagai teman biasa.

Di usia Jaka yang ke 17, dan Siti sendiri  berumur 15 tahun lewat, secara resmi telah menjadi suami-isteri. Dalam sebuah acara pernikahan sederhana. Sesuai dengan keadaan keluarganya. Hal itu dilakukan karena Siti minta Jaka segera meminangnya. Setelah seorang duda kaya melamar Siti, dan kemudian ditolaknya. Karena memang Siti sudah tidak terpikirkan lagi untuk mencintai lelaki selain Jaka. Biarpun duda kaya itu menjanjikan akan membuat hidup Siti menjadi senang sekalipun.

Kehidupan pasangan muda itu, sebagaimana biasa di desanya, memang belum mampu untuk hidup mandiri. Jadilah hidup Jaka dan Siti berpindah-pindah. Seminggu di rumah orang tua Siti, dan seminggu kemudian di rumah ibunya Jaka. Sampai Siti melahirkan seorang anak. Sementara untuk menghidupi keluarganya, Jaka tidak lagi bekerja sebagai buruh di pabrik kerupuk. Bila musim menggarap sawah, Jaka menjadi buruh tani. Dan kalau pekerjaan di sawah sudah selesai, kalau kebetulan ada yang mengajaknya, Jaka ikut ke kota menjadi kuli bangunan. Dari hasil bekerja sebagai kuli bangunan juga Jaka dapat menyewa sepetak sawah kepala desa. Dan selalu dikerjakannya bersama Siti. Istri tercintanya.  Kalau kebetulan tidak ikut bekerja sebagai kuli bangunan di kota, sedangkan pekerjaan di sawah sudah selesai, Jaka selalu diminta melakukan pekerjaan di rumah kepala desa. Istri kepala desa sangat percaya dengan pekerjaan Jaka. Misalnya saja kalau kebetulan di balai desa akan diadakan rapat, istri kepala desa selalau meminta Jaka untuk membantunya. Membawa makanan untuk peserta rapat ke balai desa. Atau kalau sedang musim panen, Jaka selalu diminta istri kepala desa untuk menjemur padi sampai disimpan ke gudang.

Usia istri kepala desa tidak jauh berbeda dengan Jaka. Sedangkan usia kepala desa sudah kepala lima. Kepala desa memang menikahi istrinya yang sekarang, setelah beberapa tahun menduda karena ditinggal mati istrinya yang pertama.

Begitu juga setelah Jaka bekerja di sawah, istri kepala desa sudah berpesan agar nanti sore ke rumahnya. Ada genting yang patah, katanya, dan minta Jaka untuk menggantinya. Pesan istri kepala desa itu disampaikan kepada Siti, ketika tadi akan berangkat ke sawah. Untuk membantu Jaka.

Maka ketika matahari tergelincir ke barat, dan pekerjaan di sawah sudah tuntas, Siti dan Jaka pun pulang ke rumah. Setibanya di rumah, suami-istri itu pun kemudian pergi ke pancuran untuk mandi membersihkan diri.  Dan sekembalinya dari pancuran, Jaka merebahkan tubuhnya di atas balai-balai bambu, di samping rumahnya. Sementara Siti pergi ke dapur, untuk memasak.

Saat mata Jaka akan terpejam, Siti menghampirinya. “Kang, apa lupa dengan pesan ibu kepala desa?” Jaka tampak tergeragap.

“Sebelum makan, sebaiknya akang ke sana dulu. Nanti keburu turun hujan lagi,” sambung Siti. Dan Jaka pun segera bangkit dari tidurnya. Setelah berganti pakaian, dia pamitan kepada Siti.

Jarak rumah Jaka dengan rumah kepala desa tidak begitu jauh. Paling hanya sekitar lima ratus meteran saja. Dan setibanya di rumah kepala desa, Jaka disambut istri kepala desa dengan wajah sumringah.

“Mengapa baru datang, aku menunggumu dari dari tadi…” kata istri kepala desa sambil  memegang tangan Jaka, setelah keduanya berada di dapur.

“Bapak kemana?” Tanya Jaka

“Biasa sedang rapat di kabupaten…” sahut istri kepala desa sambil merangkul Jaka. Dan Jaka pun merangkul istri kepala desa dengan mesranya.

“Aku sudah rindu sekali padamu, Bu…”

“Ikh, kamu nakal, ya! Sudah kubilang, kalau lagi berduaan seperti sekarang, jangan memanggil ibu, sebut saja namaku…” kata istri kepala desa sambil mencubit pinggang Jaka seakan tak mau kalah mesranya dari Jaka.

“Sudahlah, ayo kita segera nikmati. Nanti bapak keburu datang…” kata istri kepala desa sambil menggamit tangan Jaka, dan menyeretnya masuk ke dalam kamar tidur.

Memang istri kepala desa sudah lama berselingkuh dengan Jaka. Dia merasa tidak puas dengan suaminya yang sudah tua. Kepada Jaka hal itu disampaikannya pada suatu ketika. Dan meminta Jaka untuk menjadi pemuas keinginannya. Karena sejak lama, jauh sebelum dinikahi kepala desa, diapun sebenarnya mencintai Jaka. Hanya baru sekarang bisa diungkapkannya.***

Cigupit, 2012/05/21

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun