Terkait kenaikan harga bahan bakar minyak, memunculkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Tidak terkecuali dua anggota Dewan ini, yaitu Ketua Fraksi Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono – alias Ibas, dan satunya lagi adalah Effendi Simbolon, politisi PDIP ikut meramaikan suasana dengan berdiri di pihak yang menentang dinaikkannya harga pembakar mesin kendaraan bermotor tersebut.
Secara sepintas, sikap Effendi Simbolon maupun Ibas memang pas. Sebagai wakil rakyat, keduanya sudah pantas menyuarakan aspirasi rakyat yang merasa ‘tercekik’ oleh dampak naiknya harga minyak, terlepas naiknya itu hanya sebesar dua ribu perak.
Menurut Ibas, naiknya harga BBM akan semakin membebani rakyat, dan dianggapnya tidak tepat. "Apalagi tahun lalu harga BBM baru naik, sementara tahun 2014 tarif dasar listrik dan bahan bakar gas juga mengalami kenaikan," katanya. Dan diapun mengusulkan DPR untuk menggunakan wewenang dan haknya untuk meminta penjelasan kepada pemerintah.
Sementara Effendi Simbolon, yang pernah jadi pecundang dalam Pilgub Sumatera Utara, bisa jadi menunjukkan sikap penentangannya tersebut, sebagai bentuk konsistensi partainya yang sejak lama sudah biasa menolak manakala pemerintahan SBY misalnya berencana menaikkan BBM.
Bahkan Effedi Simbolon ini tidak segan-segan menuding Jusuf Kalla sebagai orang yang paling bersemangat dalam rencana tersebut. Kemudian diapun menduga ada campur tangan tiga menteri di Kabinet jokowi dibalik kenaikkan harga BBM sekarang ini. Dengan lugasnya Effendi menyebut nama Rini Soemarno( Menteri BUMN), Sofyan Jalil (Menko bidang Perekonomian, dan  Sudirman Said (Menteri ESDM). Diapun tidak takut dipecat oleh Megawati dengan sikapnya itu.
Akan tetapi bisa jadi pula jika Ibas saat ini terserang penyakit lupa (Rasanya terlalu berlebihan bila disebut Amnesia). Sewaktu dulu SBY menaikkan harga BBM, Ibas sama sekali tidak ‘garang’ seperti sekarang. Ketika itu mantunya Hatta Rajasa ini begitu kalem, dan mahal bicara. Malahan untuk masalah yang satu ini sepertinya oke-oke saja. Apa karena dulu Ibas masih terbilang ‘anak mami’, dan saat ini sudah mulai memiliki taji, atawa sebagai upaya ‘balas dendam’ belaka ?
Begitu juga dengan Effendi Simbolon, barangkali orang ini masih merasakan hidup di waktu dulu, saat PDIP sebagai partai oposisi. Yang begitu lantang menentang kebijakan pemerintahan SBY. Padahal saat ini SBY sudah lengser, diganti oleh Jokowi yang diusung partainya Megawati – tempat Effendi simbolon menggantungkan hidup selama ini. Paling tidak – sebagaimana partai pemerintah, ya bersikap seperti Ibas di jaman SBY itulah. Hanya tak sedikit tudingan diarahkan pada politikus PDIP ini, sikap menentangnya itu sebagai bentuk kekecewaan belaka karena tidak terpilih jadi menteri di Kabinetnya Jokowi.
Entahlah.
Namun kenyataannya begitu memang. Dan setiap orang memiliki pendapat masing-masing. Baik Ibas maupun Effendi Simbolon saat ini berada di barisan penentang kenaikkan harga BBM, adalah suatu hal yang wajar di dalam suatu negara demokratis  seperti Indonesia ini. Dan meskipun banyak yang tidak setuju, tapi kenyataannya sekarang harga BBM sudah dinaikkan.
Apa boleh buat. Ibarat seseorang yang berteriak lantang agar kereta api berhenti, namun apa boleh buat pula kereta api itu sudah keburu melaju kencang. Ahirnya paling-paling hanya bisa mengelus dada saja... ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H