Fenomena tentang minuman keras yang terjadi di negara-negara Uni Eropa, tampaknya bertolak belakang dengan kondisi di Indonesia belakangan ini. Dikabarkan demi dapat mengakses Internet lewat telepon seluler, apakah Anda rela meninggalkan makanan cepat saji dan minuman beralkohol? Menurut Boston Consulting Group dan Google, orang Eropa menjawab: Ya.
Menurut kajian terbaru BCG, mayoritas warga negara-negara besar Uni Eropa rela melepas makanan cepat saji, cokelat, dan alkohol selama sepekan untuk berselancar di Internet mobile.
Kajian yang dilakukan berdasarkan penugasan dari Google itu membeberkan statistik terbaru untuk membuktikan fakta bahwa Internet mobile tengah booming.
Hal tersebut jauh berbeda dengan di negara kita memang. Di Indonesia malah banyak orang kecanduan minuman beralkohol, dan sebagian di antaranya ada juga yang sampai mati konyol. Sebagaimana banyak dilansir banyak media, dalam kurun waktu seminggu kematian yang disebabkan oleh miras oplosan, di Garut dan Sumedang sudah berjumlah 26 orang. Sebelumnya yang meninggal di Bogor dua orang , di Bekasi, dan di Karawang masing-masing empat orang. Jadi di Jawa Barat saja sudah sebanyak 36 orang. Belum lagi di daerah lainnya.
Padahal sebenarnya berdasarkan bebagai riset, dari tahun ke tahun pengguna internet di Indonesia kian bertambah banyak pula. Hanya saja sampai sekarang belum pernah terdengar ada pencandu minuman keras yang beralih jadi pecandu internet. Malah kalau tak salah, penulis pernah menemukan seseorang di beranda facebooknya dengan begitu bangganya menggunggah foto dirinya sedang menenggak sebotol minuman beralkohol. Wah.
Berdasarkan penelitian seorang ahli,mengkonsumsi minuman keras adalah salah satu bentuk penyimpangan sosial. Penyimpangan sosial yang terjadi di kalangan remaja tidak akan begitu saja muncul apabila tidak ada faktor penarik atau faktor pendorong. Faktor penarik berada di luar diri seseorang, sedangkan faktor pendorong berasal dari dalam diri atau keluarga yang memungkinkan seseorang untuk melakukan penyimpangan tersebut (Bagja Waluya, 2007).
Lebih lanjut Bagja Waluya (2007) memaparkan bahwa penyimpangan-penyimpangan tersebut terjadi akibat sosialisasi yang tidak sempurna, baik pergaulan di masyarakat maupun kehidupan di dalam keluarga yang dianggapnya tidak memuaskan. Sehingga anak mencari pelarian di luar rumah dengan mencari teman yang dapat memberikan perlindungan dan pengakuan akan keberadaan dirinya. Pada penyimpangan yang dilakukan melalui penyalahgunaan narkoba dan minuman keras, biasanya seseorang tidak akan langsung melakukannya, akan tetapi diajak oleh teman sekelompoknya untuk mencoba lebih dahulu untuk membuktikan bahwa mereka telah menjadi orang dewasa, lama kelamaan seseorang akan mendapatkan pengakuan dari kelompoknya dan menjadi bagian dari kelompok tersebut.
Sehingga di dalam menanggulangi permasalahan tersebut, peranan orang tua sangat di rumah dituntut untuk lebih memberikan porsi perhatian yang lebih lagi terhadap anak-anaknya, terutama yang sedang berangkat menuju usia remaja. Mulai dari perilakunya, lalu dengan siapa saja bergaul dalam kesehariannya, juga yang tak kalah pentingnya adalah untuk mengajak dan memberi contoh anak-anak dalam  melaksanakan ibadat sesuai dengan agama yang dianutnya. Karena bagaimanapun agama memiliki peran besar dalam meningkatkan kadar moral seseorang.
Demikian juga peran guru di sekolah, dan juga masyarakat di sekitar, sangat dibutuhkan untuk memproteksi anak, atau remaja usia sekolah dari pengaruh minuman keras dan narkoba yang jelas-jelas akan merusak masa depan generasi penerus di masa depan tersebut. Akan lebih baik anak-anak, remaja usia sekolah diberi kesibukan dengan kegiatan yang lebih bermanfaat sesuai dengan kesukaan/hobi mereka masing-masing. Misalnya saja daripada bergabung dalam geng motor yang jelas-jelas mengganggu keamanan umum, akan lebih baik lagi diajak masuk organisasi Karang Taruna, Pramuka, atau juga Remaja Masjid (Bagi yang beragama Islam). Bagi yang gemar tawuran, mengapa tidak dimasukan ke sasana tinju saja sekalian, atawa perguruan olah raga bela diri lainnya seperti silat, karate, taekwondo, dan sebagainya. Sebenarnya sudah banyak bermacam wahana positif untuk menyalurkan  segala aktifitas anak-anak kita, tinggal kita (orang tua, guru, dan masyarakat) pandai-pandai dalam mengarahkannya.
Begitu juga yang tak kalah pentingnya adalah sikap pemerintah sendiri yang selama ini dianggap bersikap ambigu dalam masalah yang satu ini. Di satu sisi pemerintah sepertinya begitu giat dalam memberantas peredaran minuman keras dan narkoba tersebut. Tapi  di sisi lain, pabrik minuman beralkohol yang legal pun, produsennya malah ada yang mengakalinya dengan bersembunyi di balik minuman jamu tradisional, seakan lepas dari perhatian. Atawa memang karena pajaknya yang lumayan besar, atawa juga jangan-jangan masih ada ‘oknum di dalam pemerintahan yang masih suka ‘main mata’ ? Entahlah. Yang jelas, kondisi seperti ini justru seperti memberi peluang kepada para produsen minuman keras ilegal. Dengan seenaknya mereka meracik sendiri miras oplosan yang mengakibatkan banyak menelan korban nyawa secara sia-sia.
Kalau sudah demikian, pemerintahpun baru ‘angkat bicara’. Aparat gabungan ramai-ramai melakukan razia. Dan hal seperti itu belumlah cukup rasanya. Seumpama saja pemerintah memiliki perhatian yang sungguh-sungguh, sebaiknya mulai dari pengkajian permasalahan dari hulu sampai ke hilir, dan sampai upaya pencegahannya pun harus tuntas, setuntas-tuntasnya.
Tas. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H