Mohon tunggu...
Arssya Khoirunnisa
Arssya Khoirunnisa Mohon Tunggu... -

Penjelajah kehidupan, Tapak kaki yang tegar sorot mata yang tajam saya Arssya, Bersinarlah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ini Tentang Melangkah dan Menjelajah!

18 Mei 2016   19:17 Diperbarui: 18 Mei 2016   19:45 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

["Arssya (dua dari kanan) saat dilantik menjadi Pengurus Harian BEM KM UNMUL "]

Hai, Assalamualaikum..

Sepanjang artikel ini nantinya pembaca akan menemui cerita yang mungkin membosankan dan sama sekali nggak penting untuk di simak, namun selama bercerita ini saya akan menyelipkan kalimat motisakti alias motivasi yang menjadi pegangan hidup saya yang juga semoga pembaca sekalian dapat terilhami dari cerita ini (semoga).

Baiklah saya akan mulai ceritanya dengan wejangan yang tiada henti diingat setiap langkah hidup saya. Langkah hidup? Ya, karena hidup tentang melangkah, menapaki, dan menjelajah. Kita semua adalah wali amanat kehidupan. Saat roh saya ditiupkan Tuhan telah berkata “Inilah hidupmu dengan segala takdirnya”. Setelah itu kita jelajahi sendiri kehidupan ini dengan segala tantangan dan resiko yang harus dihadapi, dalam perjalanannya tak jarang tergores, tertatih bahkan terjatuh. Tentang wali amanat kehidupan, ada yang memilih menyimpannya rapat-rapat dalam saku atau di bawah bantal namun tak sedikit juga yang menggunakan amanatnya untuk tumbuh dan berkarya. Ini tentang pilihan hidup!

Tentang pilihan hidup, memilih untuk tumbuh dan berkembang lalu berkarya. Ini pilihan hidup saya, sejak dilahirkan saya tumbuh dan berkembang menjadi seorang sulung yang mematahkan setiap dahan-dahan rintangan yang menghadang. Lahir di Balikpapan 21 Tahun silam lalu nomaden dari satu kota ke kota lainnya mengikuti orang tua yang bekerja di perusahaan kapal. Masa kecil pernah saya habiskan di Samarinda, bermain dengan anak-anak ibukota adalah pekerjaan saya setiap hari. Eits, jangan dibayangkan mainan anak ibukota seperti sekarang, dulu kami bermain di parit-parit yang air genangannya masih bening tidak hitam seperti sekarang, bercengkerama berkeliling  gang dengan bersepeda tanpa dihantui gadget, itu dulu.

Pekerjaan orang tua yang harus berpindah-pindah memaksa kami sekeluarga untuk pindah ke Sangatta, kota yang dahulu begitu asing namanya di telinga saya, lalu dengan segala bujuk rayu bapak akhirnya kami resmi memindahkan segala hati dan kenangan kami pada tahun 2002. Kenapa hati dan kenangan? Karena di masa kecil saya sudah bermimpi bisa tumbuh besar di Ibukota lalu melanjutkan pendidikan tinggi di Jakarta. Tak pernah terpikir saya harus menghabiskan hari-hari saya di Kota Sangatta yang saat itu masih suram sekali. Segala mimpi dan kenangan tersebut akhirnya saya kubur dalam-dalam lalu hanyut bersama “banjir” di Samarinda.

Melawati tahun-tahun pertama di Sangatta begitu berat. Saya yang saat itu masih kecil, punya banyak teman bermain di Samarinda membayangkan begitu beratnya harus berkenalan lagi dengan orang baru di Sangatta  begitu juga dengan mama saya yang galau harus mencari lagi teman bergosip di sore hari yang klop sehidup semati. Tapi ketakutan saya itupun sirna seketika saya di sekolahkan di SDN 002 Sangatta Utara dan mendapatkan teman yang sampai hari ini, saya mengetik autobiografi ini mereka masih menjalin pertemanan baik dengan saya. Di SD ini saya menemukan teman sekaligus kecintaan saya terhadap sesuatu.

Ya, disinilah saya menemukan kecintaan saya terhadap dunia seni peran. Dunia Teater akrab pada diri saya sejak kelas 5 SD, berakting dan berpuisi adalah kecintaan saya tapi kalau sudah diajak apel besar Pramuka tiap hari Sabtu saya akan kabur kemanapun yang bisa jadi tempat persembunyian, jelas bukan perbedaannya hehe. Kecintaan tersebut saya dan teman-teman buktikan dengan menghadirkan sebuah drama musikal pada saat acara pelepasan siswa berjudul “Cinderella” yang sukses mengocok perut seisi ruangan.

Kecintaan terhadap dunia teater tidak berhenti sampai disitu. Di SMP pun saya mengikuti ekskul Teater Amoeba namanya singkatan dari Anak Mutiara Bangsa. Berangkat dari satu tempat pentas ke pentas lain kami jalani. Di sinilah awal mula hidup saya ditempa menjadi seorang Arssya Khoirunnisa. Jangan dibayangkan ekskul teater hanya berlatih beradu peran saja setiap hari, lebih dari itu. Belajar teater bagi saya belajar hidup. Di masa SMA semakin giat lagi saya mempelajari teater. 

Hingga amanah hinggap di pundak saya selama dua tahun menjadi Ketua Teater 21 Smansa. Kesempatan tersebut tidak saya sia-siakan, juara 1 tingkat Kabupaten pada festival seni nasional berhasil kami dapat pada 2012 serta juara 3 tingkat provinsi Kaltim. Belajar pada ahlinya pun berhasil mengisi pengalaman hidup saya di 2012. 

Bersama 9 orang teman lainnya saya berangkat ke Yogyakarta mengikuti jambore seni Nasional. Butet Kertaradjasa dihadirkan langsung untuk melatih anak-anak teater dari seluruh Indonesia. Nikmat mana lagi yang kau dusatakan, usia 17 tahun saya hampir sempurna saat itu !

Hidup saya di masa SMA seperti geng cinta di AADC 2 ya, haha. Bedanya saya aktif di teater dan OSIS. Ya, di OSIS saya sempat mengabdi juga untuk SMAN 1 Sangatta Utara, hingga amanah juga hinggap di pundak saya selain menjadi Ketua Teater juga dipercaya menjadi Sekretaris Bidang Apresiasi Seni, Sastra dan Olahraga. Sosok leadership mungkin tumbuh pada diri saya sejak saat itu. 

Saya belajar bahwa hidup bukan tentang siapa saya namun siapa kita. Dalam perjalanan tersebut pasti ada driver dan passenger, cerita siapa kita tersebut tidak saya biarkan begitu saja dengan saya menjalankan ide-ide orang lain, namun menjalankan ide-ide saya bersama orang lain. Sebegitu ambisius ya hidup saya, memang.

Keambiusan itu saya buktikan selepas kelulusan saya di SMA. Ingin sekali melanjutkan pendidikan tinggi di pulau Jawa membuat saya mendaftarkan nama saya di Universitas ternama yang terkenal hebat Fakultas Ilmu Komunikasinya. Dua kali mengikuti tes gagal, hingga Tuhan mentakdirkan nama saya hanya sampai di Universitas ternama di Kalimantan Timur. Tiga tahun sudah saya menjalankan studi Ilmu Komunikasi di Universitas Mulawarman.

Di kampus saya tidak melanjutkan cerita hidup saya di Teater. Awal perkuliahan yang begitu sibuk hanya menjadikan saya seorang mahasiswa yang mengikuti Himpunan Mahasiswa Ilmu Komunikasi selebihnya jadi mahasiswa ‘’kupu-kupu” alias kuliah pulang kuliah pulang. Tahun kedua di kampus, akhirnya saya menemukan kecintaan saya yang baru. Aktif di BEM KM Unmul kembali menapaki jejak hidup saya menjadi manusia bermanfaat. Di awal saya sudah menerangkan bahwa hidup tentang menjelajah. Di BEM ini saya menjelajah menemukan keping demi keping pengalaman hidup yang begitu berharga jika hanya dilewatkan tercecer tak berguna jika tidak saya kumpulkan. Banyak orang-orang hebat saya temui dan saya kenal pada organisasi ini.

Banyak pemimpin-pemimpin hebat sepanjang perjalanan di BEM saya temui yang mengajarkan saya pula betapa pentingnya menjadi hebat. Awal kepengurusan saya diamanahkan di Kementerian Sosial Mayarakat lalu di tahun ini saya diamanahkan menjadi Menteri Hubungan Antar Lembaga. Banyak yang kami lakukan di sini, salah satunya Unmul Mengajar. Dipercaya menjadi Project Officer alias Ketua di Unmul Mengajar bukan mudah, kerikil dan duri-duri tajam tak jarang saya jumpai di setiap jalannya, baik menghadapi permasalahan internal maupun eksternal. Kembali hidup saya di tempa. Namun yang ingin saya bagikan bukan itu, di Unmul Mengajar saya diajarkan banyak bersyukur atas hidup ini. Anak-anak binaan disana begitu polos menikmati hidupnya. Bisa makan dan bersekolah saja hari ini mereka sudah syukur. Lalu, apa kabar kita yang setiap hari nggak galau telat kuliah tapi galau kalau ketinggalan discount besar-besaran di mall. Lagi-lagi ini tentang mensyukuri nikmat hidup.

Apapun pilihannya ini soal hidup, mengubah mentalitas memang bukan perkara mudah. Namun, bukankah pendidikan diberikan untuk mengubah manusia? Syukur saya bisa berkuliah hari ini, tidak ingin saya sia-siakan ilmu ini. Mengabdi sebagai manusia, mahasiswa dan aktivis. Bagikanlah, bermanfaatlah, berkaryalah. Ilmu hanya akan terus tumbuh dalam jiwa-jiwa yang siap menghadapi tantangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun