Judul di atas sebagai respon atas pernyataan salah satu pihak terhadap permohonan praperadilan seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka, tulisan ini tidak dalam posisi mendukung atau menolak salah satu, melainkan untuk meluruskan pemahaman hukum, dan pemberitaan
Terdapat pribahasa yang mengatakan, niat baik tidak cukup tanpa adanya konsep yang baik, konsep yang baikpun belum cukup tanpa adanya pelaksanaan-pelaksanaan yang baik pula, Pun pelaksanaan yang baik belum cukup tanpa didasarkan pada proses atau cara yang baik pula, baru disitu dapat dikatakan sebagai sesuatu yang baik sesuai dengan nilai kebaikan itu sendiri.
Hukum adalah sebuah norma yang disepakati sebagai suatu kebaikan dan kebenaran untuk menjaga keadilan, ketertiban dan memberikan kepastian bagi masyarakat. hukum adalah penjaga hak-hak kemanusian (HAM), tak seorangpun boleh dirampas kemerdekaannya tak seorangpun boleh dicederai harkat dan martabatnya dan masih ada banyak lagi hak yang melekat sebagai hak dasar yang dalam keadaan apapun tidak dapat dikurangi. Oleh karenanya dalam posisi apapun itu harus diperhatikan apa yang menjadi haknya sebagai manusia, jangan sampai niat baik (menegakkan hukum) dilaksanakan dengan cara yang tidak baik maksudnya adalah tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, CHAOS.
Tetacara pelaksanaan penegakan hukum dari tingkat awal sampai terakhir sudah diatur secara jelas dan tegas dalam perundang-undangan artinya segala tindakan sekecil apapun harus berlandaskan hukum, baik itu bersifat materil yang menjadi suatu delict atau sifat formil sebagai akses penegakan, dalam bahasa hukum disebut sebagai cara mempertahankan hukum materil. terdapat beberapa tingkatan yang harus dilalui mulai dari penyelidikan sebagai cara menemukan, penyidikan sebagai cara mengumpulkan dan membuat terang, penangkapan, penahanan, penyitaan dan hal lain sebagaimana diatur dalam hukum acara.
Seseorang tidak dapat serta merta dijadikan tersangka tanpa dimulai dari penyelidikan terlebih dahulu, dan tanpa adanya alat bukti permulaan. Adapun cara mendapat bukti itu sendiri juga harus melalui proses dan cara yang benar (Due Procces Of Law), tidak bisa kemudian dilakukan dengan cara yang inkontitusional, kecuali undang-undang mengatakan berbeda. Jika proses tersebut tidak dilakukan maka Penegak Hukum terindikasi telah melakukan penyahgunaan wewenang, yang karena jabatannya telah merampas kemerdekaan seseorang, merampas jiwa dan mencederai kehormatannya, dalam hal ini seorang Prof. Dr. jur. Andi Hamzah berpendapat perbuatan penegak hukum yang demikian itu dapat dipidana.
Salah satu contoh kasus dapat dilihat seperti putusan praperadilan yang dimohonkan oleh BG melalui pengacaranya kemudian dikabulkan oleh Hakim Sarpin yang memeriksa dan memutus perkara dalam amar putusan pada intinya membatalkan penetapan tersangka terhadap BG oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Putusan yang mengandung kontraproduktif dan cukup berani itu diambil oleh hakim kemudian disambut dengan silang pendapat, bahkan cibiran dari berbagai lapisan, latar belakang, dan profesi. Itu wajar-wajar saja, sebab selama ini belum ada hakim yang berani mengambil langkah yang kalau boleh penulis katakan sebagai inovatie sekaligus sebagai koreksi dalam penegakan hukum .
Hal tersebut disamping memberikan penegasan dan pembenaran bahwa di dalam penegakan hukum seringkali terjadi penyerobotan aturan yang dilakukan oleh penegak hukum, sekaligus membuka pemahaman bagi masyarakat umum bahwa walaupun ada unsur kesalahan yang dilakukan oleh seseorang, tidak serta merta dapat diperlakukan sewenang-wenang sebab kedudukan antara penegak hukum dengan masyarakat itu sama (Equal). Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra berpendapat "kita bukan lagi hidup di zaman kolonial, dimana posisi negara lebih tinggi dari warganya..."
Secara Rasio Legis dalam sistem hukum kita dilarang keras (Red: Haram) penggunaan interpretasi, namun berdasarkan kekuasaan kehakiman  (ius curia novit) sangat dimungkinkan terjadi untuk mencapai rasa keadilan yang Berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa. Prof. Dr. Pater Mahmud berpendapat bahwa objek praperadilan tidak terbatas sebagaimana yang ada di KUHAP, artinya seorang Hakim dapat menerima permohonan praper sepanjang tidak menghilangkan ruh pra itu sendiri.
Di tengah-tengah perdebatan dan riuhnya silang pendapat akhirnya Mahkamah Konstitusi memperkuat langkah hakim sarpin yaitu memperluas kewenangan praperadilan dengan menambahkan penetapan tersangka sebagai objek praperadilan, jadi tidak berlebihan kalau penulis katakan ini sebagai kemenangan masyarakat hukum. Akhirnya mau tidak mau penegak hukum harus mawas diri mengakui kelemahan dan kekurangan yang ada agar jangan sampai dikemudian hari membiarkan kelemahan itu terjadi lagi dan lagi.
Perlu dicatat oleh semua pihak bahwa Penegakan hukum pidana tidak hanya bicara dari satu sisi saja, bukan sekedar melindungi kepentingan umum (Korban, Penyidik dan Jaksa) tapi harapannya dapat pula menjamin kepentingan hukum (hak konstitusional) pelaku kejahatan, sebagai jaminan dan penghargaan terhadap HAM yang diberikan oleh negara kepada setiap warganya.
Diantara kita pasti akan sepakat lembaga antirasuah ini diperkuat, dan mengutuk setiap upaya upaya pelemahan. namun perlu diingat, bahwa memperkuat lembaga ini, bukan saja bicara soal statistika, bukan soal kuantitas belaka, tapi kualitas regulasi dan pelaksanaan penegakan harus diperbaiki harus kita dorong, demikian itulah yang penulis katakan bahwa putusan tersebut sebagai kunci pembuka cakrawala baru dalam khazanah penegakan hukum.
Penulis tidak berbicara penegakan hukum di KPK secara parsial, tapi perlu juga diperhatikan pihak kepolisian yang dalam praktiknya masih seringkali (red. Banyak sekali) dijumpai perlakuan dan tindakan sewenang-wenang dan pihak pihak lain secara universal, bahwa praperadilan ini menjadi Warning buat mereka agar tidak menggunakan tangan besi dalam menengakkan hukum dan menetapkan tersangka, hukum harus ditegakkan dengan tidak melakukan pelanggaran terhadap HAM demikianlah yang oleh penulis katakan "...konsep yang baikpun belum cukup tanpa adanya pelaksanaan-pelaksanaan yang baik pula.".