Mohon tunggu...
Arsidana Kaneiswara
Arsidana Kaneiswara Mohon Tunggu... -

Karena menulis itu bagian dari hidup, akan kusebarkan semua yang baik lewat tulisan-tulisanku. YAY!! ^^V

Selanjutnya

Tutup

Puisi

The Impian's Blueprint!

22 September 2011   14:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:43 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore itu, di ruang baca lantai tiga sepulang sekolah..

"Hei, dari tadi pagi lemes banget. Ada apa, Dann?" membereskan buku sambil bicara pada seorang cowok yang terduduk lemas di sampingnya itu.

"Hhh.." menghela napas. Seakan-akan dipundaknya tertancap papan bertuliskan 'GALAU'. "Nggak tau, nih. Rasanya males banget mau pulang."

"Wah, galau ni ye.." menyindirnya berharap ada sedikit senyuman di bibir Dann. "Putus cinta ya, bang?" sambil berjalan menuju rak buku yang tidak jauh darinya.

"Apaan, sih, Sherr.. Hhh.." yang Dann ajak bicara ini namanya Sherry. Mereka berdua adalah teman sebangku. Jadi nggak heran kalau Sherr jadi akrab dengannya.

"Yuk, balik!" menyambar tas ranselnya dan berjalan menuju pintu bertuliskan 'EXIT'.

Melihat itu, Dann terpaksa memerintahkan tubuhnya untuk bangkit dan mengejar Sherr. "Hei-hei, tunggu aku."

'TAP.. TAP.. TAP..'

Pelan-pelan mereka berdua menuruni tangga. Suasana memang sudah agak gelap. Maklum, jaringan lampu di lantai tiga dan dua masih diperbaiki.

Awalnya, Sherr biasa saja. Tapi lama kelamaan ia merasa kasihan dengan sahabatnya yang berjalan sambil terus tertunduk.

'JBAAK!'

"A. ADUUUH!!" cepat-cepat mengelus punggungnya yang baru saja dihajar oleh Sherr. "S, SAKIIT, TAU!"

"Makanya, jalan tuh tegak, Dann. Hihihi!" sambil tersenyum lebar ke korbannya itu. Entah ia hanya iseng atau ingin menolong, tapi Sherr paling benci melihat cowok yang bawaannya loyo.

"Hmm.. Kalo bukan soal cinta-" melirik ke atas sambil menerka-nerka apa yang sebenarnya sedang Dann alami. "Lalu apa?" menoleh ke Dann yang berusaha menegakkan tulang punggungnya.

Ia merasa enggan untuk menceritakaannya, Tapia akhirnya ia mengalah kepada Sherr yang memasang ekspresi imutnya. Ia paling tidak tahan kalau sudah begitu. "Cita-cita.." jawab Dann dengan nada datar.

"Heh?" Sherr tidak menyangka kalau hal itu yang muncul.

"Iya, gara-gara itu. Hooaahmm.." merenggangkan badannya sambil terus berjalan melewati gerbang sekolah dan menuju halte bus yang tidak jauh dari situ.

Untuk beberapa saat, pembicaraan antara mereka berdua terhenti selagi menunggu bus datang. Mungkin, Sherr sendiri bingung bagaimana menanggapi keluhan sahabatnya ni.

Tak lama kemudian, bus pun datang. 'CKIIT!" dan mereka melanjutkan pembicaraan.

"Emang, cita-citamu kenapa?" duduk di kursi yang dekat dengan jendela.

"Nggak asik aja, Sherr." Duduk di sampingnya sambil menyibakkan rambut hitam pendeknya yang terasa salah posisi.

"Ya dibuat asik, lho!"

"Eh?" respon pendek itu mulai membuatnya ragu apakah Sherr sanggup membantunya. "Sudahlah." Kembali loyo.

"Heeii.. Aku cuma bercanda.. Coba katakan apa cita-citamu." Menggugah-gugah bahu Dann.

"Aku pengen jadi manajer investasi, Sherr."

"Hmm.. Bagus-bagus.. Terus, kok loyo?"

"Itu masalahnya. Rasanya, impian itu biasa-biasa aja. Nggak ada yang asik darinya." Terus mengeluh bak orang yang baru di-PHK.

Sherr yang sering membaca buku motivasi ini langsung berpikir sambil membongkar memorinya seputar impian. "Hmm.."

Menoleh ke arah Sherr. "Hmm?" sekali lagi ia bingung dengan respon pendeknya.

"Cita-cita tuh menurutku harus dibuat semenarik mungkin, Dann." Menjelaskan perlahan dibarengi dengan senyuman yang manis. Ia tahu kalau ia pasti akan diperhatikan oleh Dann kalau memasang wajah ceria. "Hahaha. Aku inget waktu dulu sepertimu, Dann." Bercerita sambil menikmati pemandangan taman kota yang dihiasi lampu kelap-kelip dari dalam bus.

"Semenarik mungkin.." mencoba memahami kata-kata bijak barusan.

"Aku nggak akan beritahu apa cita-citaku. Tapi yang jelas, impian tuh harus semenarik dan semenantang mungkin. Harus ada frame yang membuat semua waktu, tenaga, dan pikiran terkonsentrasi ke satu titik." Menjelaskan dengan gestur yang meyakinkan.

"Mmm.." berpikir dua kali lebih keras sambil mengernyitkan dahinya untuk memahami penjelasan Sherr yang sedikit berbelit. "Ngg.."

"DOR!"

"HIIAAH!!" tersentak kaget. "Apaan, sih!" ia kesal.

"Yee.. Santai, lah. Nggak perlu tegang. Hihi." Menepuk-nepuk pundak Dann. "Ingat. Menantang sekaligus menyenangkan."

"Baiklah.. Bagaimana kalau.. Aku ingin jadi manajer investasi supaya bisa beli ini dan itu. Hehe. Boleh, kan?"

'CKIIT!'

Bus berhenti di halte tempat mereka berdua turun. Kebetulan, rumah Sherr dekat dengan rumah Dann. Jadi mereka selalu pulang bareng.

Dan Sherr melanjutkan pembicaraan yang terpotong tadi sambil berjalan menuju rumah.

"Ya, pokoknya menarik bagimu, boleh-boleh saja, Dann."

"Lalu, soal yang menantang, bagaimana?"

"Ngg.. Kalau aku.. Aku akan menetapkan tenggat waktunya."

"Tenggat waktu.." suaranya pelan seolah berbicara dengan dirinya sendiri. Sambil berjalan tertunduk mengamati aspal, ia mencoba memahaminya. "Ah!" 'TUING!' seakan-akan ada lampu pijar yang keluar dari kepalanya.

"Eh?" memandanginya dengan heran.

"Bagaimana kalau : Dalam waktu empat tahun, aku harus jadi seorang manajer investasi agar bisa beli ini dan itu!" nada bicaranya tegas dan meyakinkan. Seketika itu, senyum dan semangatnya muncul.

Sherr menghentikan langkah kakinya. "Nah.. Aku yakin impianmu kali ini pasti tercapai, Dann!"

"Hehehe. Pasti, Sherr!" seakan-akan semangatnya baru saja diisi ulang.

"Yang perlu kau lakukan adalah yakin kalau hal itu bakal tercapai. Oke?" untuk terakhir kalinya sebelum pergi, Sherr memberinya semangat.

"SIIP, DEH!" mengangkat tinggi tangan kanannya sambil mengacungkan jempot ke arah Sherry yang berlari pulang.

"Dah, Dann!!" melambaikan tangan.

"Daah!" membalas lambaian tangan itu. "Baiklah! Kali ini harus berhasil! YOOSSH!!" meninju ke langit malam yang cerah. Dan ia kembali dengan semangat barunya yang nggak akan pernah mati.

~FIN~

Note : "Semua impian atau cita-cita itu bakal tercapai. Tapi ada satu hal yang kebanyakan orang lupa. Mereka menganggap enteng impiannya itu. Bukannya untuk SEMANGAT HIDUP, tapi malah menjadi 'EMBEL-EMBEL pokoknya punya cita-cita'. Bagi para pembaca, latar belakang apapun bukan jadi masalah. Karena bercita-cita lalu mewujudkan apa yang dicita-citakan itu hak setiap orang. Bukan begitu?"  ~ Arsidana Kaneiswara. ^^V

Note#2 : "YAAAYY!! SELESAI JUGAA AKHIRNYAAA!! HUAAA!! SENENG!" XD

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun