Dalam pelariannya setelah gagal membunuh Dong Zhuo, Cao Cao (155-220) tertangkap oleh Chen Gong, seorang pejabat wilayah di Zhongmu. Tapi Chen, tak melaporkan Cao meskipun diiming2i hadiah yang besar. Dia malah bergabung dengannya dan menjadi pemberontak. Cita-cita mengembalikan kejayaan Han menyatukan keduanya.
Sejak saat itu mereka mengembara. Banyak suka duka yang dialami. Salah satunya ketika Cao Cao salah membunuh orang yang adalah keluarga paman Cao sendiri hanya karena terlalu curiga.
Dan peristiwa itu yang membuat keduanya berpisah. Chen menganggap Cao bukanlah tokoh pejuang yang ia cari, namun tak lebih dari seorang yang ambisius nan keji.
"Lebih baik aku menghianati dunia daripada dunia menghianatiku", jawab Cao dengan santai ketika Chen memrotes perbuatannya itu.
Chen kemudian meninggalkan Cao setelah tak sampai hati membunuh sahabatnya itu ketika tidur.
Puluhan tahun kemudian mereka bertemu kembali sebagai musuh. Cao, kini telah menjadi seseorang yang paling berkuasa dan ditakuti di seantero Tiongkok. Sementara Chen yang juga sering dipanggil Gongtai, menjadi penasihat Lu Bu.
Saat itu, untuk mewujudkan cita-citanya menguasai daratan Tiongkok, Cao mulai melakukan kampanye penaklukan para penguasa di sekitarnya. Termasuk provinsi Xu dimana Lu Bu menjadi penguasanya.
Dengan pintar, Cao Cao berhasil memengadu domba Lu Bu dengan Liu Bei, sehingga keduanya saling serang. Dalam kondisi terdesak Liu Bei terpaksa meminta bantuan Cao, meski kemudian sadar bahwa itu adalah bagian dari skenario politisi brilian nan bengis itu.
Lu Bu akhirnya bisa dikalahkan. Juga dengan taktik licik. Jendral perkasa itu dihukum mati meskipun telah memohon ampun dan bersedia menjadi bawahan Cao.
Dan kemudian Chen Gong dihadapkan kepada Cao Cao. Itulah kali pertama kedua sahabat lama itu dapat berbincang kembali.
"Aku merindukanmu, Kawan," sambut Cao riang. Namun Chen menanggapinya dengan dingin. "Sudahlah jangan berbasa basi, cepat bunuh aku," jawabnya.
"Tapi aku tak mau membunuhmu", ujar Cao.
"Bila kamu tak segera membunuhku, aku akan melakukan seribu alasan agar kau mau melakukannya," kata Chen.
Cao tetap sabar. Ia masih berharap sang sahabat memaafkannya dan kembali bersama. Tapi nampaknya Chen tetap berkeras.
Cao lalu membawa sahabatnya itu ke sebuah bukit dimana dahulu mereka pernah singgah dan bercerita tentang cita-cita masing-masing.
"Dengar," pinta Cao, "Seumur hidupku aku tidak pernah memohon pada siapapun. Namun kali ini aku meminta kepadamu agar jangan biarkan aku membunuhmu."
"Tidak, Kawan," jawab Chen. "Aku yang menginginkannya, bukan dirimu. Lakukanlah dan jangan merasa bersalah."
Cao menyerah. Ia kemudian memalingkan muka ketika algojo menyabetkan pedang ke leher Chen. Pandangannya nanar.
"Tuan, Anda menangis," kata seorang jendral yang mendampinginya.
"Siapa bilang? Aku tak pernah menangis sumur hidupku," ujar penguasa yang pernah memerintahkan untuk membumihanguskan 5 kota dan membunuh seluruh penduduknya itu dengan marah.
Tapi kemudian dia tertegun. Matanya memerah basah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H