Terbentuknya kabinet gemuk terbukti saat Presiden Prabowo Subianto mengumumkan susunan Kabinet Merah Putih, Minggu (20/10/2024).
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dirombak menjadi tiga kementerian, yaitu Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Perguruan Tinggi, Riset, dan Teknologi, serta Kementerian Kebudayaan. (Lihat Sumber)
Perubahan kepemimpinan di tingkat Kementerian Pendidikan di Indonesia sering kali disertai dengan perubahan kebijakan, terutama terkait struktur kurikulum.
Penggantian Menteri Pendidikan
Indonesia memiliki sejarah panjang dalam penggantian menteri pendidikan yang mempengaruhi arah kebijakan pendidikan.
Setiap menteri baru biasanya datang dengan visi dan misi yang berbeda, dipengaruhi pandangan politik, latar belakang pendidikan, serta kebutuhan nasional.
Secara historis, sistem pendidikan di Indonesia selalu menjadi bagian penting dari program pembangunan nasional. Pendidikan dilihat sebagai cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mempersiapkan generasi muda dalam menghadapi tantangan di masa depan.
Kerap kali pergantian menteri pendidikan membawa dampak besar terhadap konsistensi kebijakan pendidikan, khususnya dalam penyusunan kurikulum.
Salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya perubahan kurikulum adalah perbedaan visi antara menteri yang satu dengan menteri sebelumnya. Kurikulum yang dinilai sesuai oleh satu menteri bisa jadi dianggap tidak relevan oleh menteri yang baru.
Perubahan tren global dalam dunia pendidikan juga sering kali menjadi alasan di balik perubahan kurikulum, seperti pergeseran fokus dari pendidikan berbasis pengetahuan ke pendidikan berbasis keterampilan.
Perubahan Kurikulum sebagai Imbas dari Pergantian Menteri
Setiap kali ada perubahan di tingkat menteri pendidikan, biasanya terjadi evaluasi terhadap kurikulum yang berlaku. Beberapa menteri berpendapat bahwa kurikulum yang berlaku tidak lagi relevan dengan kebutuhan masyarakat, perkembangan teknologi, atau tuntutan pasar kerja.
Oleh karenanya, perubahan kurikulum dianggap sebagai solusi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Sebagai contoh, Kurikulum 2013 yang diterapkan pada masa kepemimpinan M. Nuh adalah salah satu bentuk pembaruan besar dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Kurikulum 2013 menekankan pendekatan tematik-integratif dan menuntut peran aktif siswa dalam proses pembelajaran.
Ketika Anies Baswedan diangkat menjadi Menteri Pendidikan, ia mengevaluasi Kurikulum 2013 dan menyimpulkan bahwa implementasinya masih memiliki banyak kendala. Hasil dari evaluasi ini mendorong dilakukannya peninjauan ulang terhadap kurikulum dan penyusunan kebijakan-kebijakan baru.
Perubahan kurikulum kembali terjadi pada masa Nadiem Anwar Makarim yang memperkenalkan Merdeka Belajar. Kebijakan Merdeka Belajar dianggap sebagai respons terhadap tantangan zaman yang semakin kompleks dan dinamis.
Kurikulum Merdeka Belajar menawarkan kebebasan kepada sekolah dan guru dalam menerapkan kurikulum, lebih menekankan pada kreativitas, inovasi, serta penerapan teknologi dalam proses pembelajaran.
Dampak Perubahan Kurikulum bagi Siswa dan Guru
Pergantian kurikulum yang terus terjadi dan berlangsung tiba-tiba sebagai dampak dari pergantian menteri pendidikan tentu memiliki dampak langsung terhadap siswa dan guru. Perubahan kurikulum tanpa kejelasan waktu ini justru berdampak negatif pada pengembangan kualitas pendidikan. (Lihat Sumber)
Salah satu dampak terbesar adalah kebingungan dan kesulitan adaptasi terhadap kurikulum yang baru. Siswa harus menyesuaikan diri dengan metode belajar yang baru, materi yang berbeda, serta cara evaluasi yang mungkin berubah drastis.
Hal ini sering kali menimbulkan ketidakpastian, terutama bagi siswa yang berada di tahun terakhir jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah.
Bagi guru, perubahan kurikulum juga menjadi tantangan tersendiri. Para guru harus memahami konsep dan filosofi yang mendasari kurikulum baru, kemudian mengaplikasikannya dalam metode pengajaran sehari-hari.
Banyak guru yang merasa belum siap atau tidak memiliki pelatihan yang memadai untuk mengimplementasikan kurikulum yang baru, terutama jika perubahan terjadi secara mendadak. Pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas pengajaran di kelas dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap prestasi siswa.
Pro dan Kontra Terhadap Penggantian Kurikulum
Perubahan kurikulum sering kali menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat, termasuk para ahli pendidikan, orangtua, serta pelaku industri.
Di satu sisi, perubahan kurikulum dilihat sebagai langkah positif untuk memperbaiki sistem pendidikan yang dianggap tidak relevan lagi dengan kebutuhan zaman.
Kurikulum yang baru diharapkan dapat mempersiapkan siswa dengan keterampilan dan pengetahuan yang lebih relevan dengan tuntutan dunia kerja. Namun, di sisi lain, seringnya pergantian kurikulum juga dianggap merugikan, karena menciptakan ketidakstabilan dalam proses pendidikan.
Kurikulum yang terus berubah-ubah dianggap tidak memberikan waktu yang cukup bagi siswa dan guru untuk benar-benar menguasai dan mengimplementasikan materi pembelajaran dengan baik.
Pergantian kurikulum yang terlalu cepat juga sering kali tidak diikuti dengan pelatihan yang memadai bagi guru, sehingga mereka kesulitan dalam menerapkan kurikulum yang baru secara efektif.
Anggaran pendidikan juga sering kali harus dialokasikan untuk penyesuaian terhadap kurikulum yang baru, misalnya untuk pelatihan guru, pembelian buku baru, atau peralatan teknologi yang dibutuhkan. Kesemuanya menambah beban biaya pendidikan dan kurang diimbangi dengan peningkatan kualitas yang signifikan.
Solusi Mengatasi Dampak Perubahan Kurikulum
Untuk mengatasi dampak negatif dari perubahan kurikulum, pemerintah lewat Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (khususnya) perlu memastikan bahwa setiap perubahan didasarkan pada kajian yang matang dan kebutuhan yang nyata.
Pergantian kurikulum sebaiknya tidak dilakukan hanya karena perbedaan visi dan misi kepemimpinan, tetapi harus didasarkan pada evaluasi mendalam terhadap efektivitas kurikulum yang berlaku.
Pelatihan yang memadai bagi guru juga menjadi faktor kunci dalam keberhasilan implementasi kurikulum baru. Guru secara menyeluruh perlu diberikan waktu yang cukup untuk mempelajari dan memahami konsep kurikulum, serta mendapatkan pelatihan praktis yang relevan.
Pelibatan aktif berbagai pemangku kepentingan, termasuk orang tua, industri, dan pakar pendidikan dalam proses perancangan kurikulum juga penting dilakukan, agar kurikulum yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan.
Kurikulum yang terlalu kaku dan sentralistik akan sulit diterapkan di berbagai daerah yang memiliki kondisi yang berbeda-beda, baik dari segi sumber daya maupun kemampuan guru. Pemerintah harus memastikan bahwa kurikulum yang diterapkan memiliki fleksibilitas yang cukup untuk dapat disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H