Mohon tunggu...
ARIF R. SALEH
ARIF R. SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Felix dan Teror Pedang Berdarah

2 Juli 2024   21:46 Diperbarui: 2 Juli 2024   21:58 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gang Sapi, gang kecil di pinggiran ibu kota Jakarta, seorang ketua geng yang sangat ditakuti berkuasa. Namanya Felix, ia lebih dikenal dengan julukan "Si Golok She Tan". Felix tidak hanya memimpin gengnya dengan tangan besi, tetapi juga dengan kecerdasan dan strategi yang tak tertandingi.

Malam nan gelap, Felix dan gengnya sedang merayakan keberhasilan mereka merebut wilayah baru dari geng rival. Mereka berpesta pora di markas besarnya, sebuah gudang bertabur kemewahan di ujung Gang Sapi. Namun, di tengah pesta tersebut, Felix menerima sebuah pesan misterius. Pesan itu berbunyi:

"Felix!, ingatlah malam ini. Sebuah masa lalu yang kelam. Malam yang akan kembali menghantui. Seseorang yang kau kira sudah mati dan lama terkubur, kembali untuk membalas dendam. Camkan!"

Darah Felix mendidih dan hampir muncrat. Ia tahu pesan itu bukan ancaman kosong belaka. Masa lalunya penuh dengan kekerasan, kekejaman, pengkhianatan, dan penghinaan. Namun, ia tidak bisa mengingat siapa yang mungkin kembali untuk membalas dendam. Siapa yang begitu berani memainkan api masa lalu dan tiba-tiba main ancam.

Sebagai ketua geng yang kenyang asam garam kehidupan jalanan, Felix berusaha tenang menyikapi ancaman. Belum terkuak sosok yang bernyali besar menguak kelamnya kehidupan masa lalu. Diingatnya musuhnya satu-persatu, tetap saja belum membongkar kotak pandora. Masih gelap. Segelap penglihatannya yang mulai lelah dan lelap.

Keesokan harinya, salah satu anak buah Felix ditemukan tewas dengan cara yang sangat brutal. Tubuhnya tergantung di tiang listrik dengan tanda berbentuk pedang berdarah yang diukir tepat di dadanya. Felix tahu ini adalah tanda bahwa ancaman tersebut nyata. Namun, siapa yang bisa dan tega melakukannya?...

Seminggu berlalu. Satu per satu anak buah Felix mulai tewas dengan cara yang mengerikan. Semua mayat ditemukan dengan tanda pedang berdarah yang sama. Felix mulai kehilangan kendali atas gengnya. Rasa takut merayapi mereka semua. Si pembunuh tampaknya mengetahui setiap gerak-gerik mereka, setiap rencana mereka. Seakan-akan ia adalah bayangan yang tak bisa disentuh.

Suatu malam, Felix memutuskan untuk mengakhiri teror ini. Ia pergi sendirian ke sebuah gudang tua yang telah lama ditinggalkan, tempat di mana ia dulu pernah mengkhianati sahabatnya sendiri, Haut. Felix merasa bahwa semua ini berhubungan dengan Haut, sahabat yang ia kira sudah mati dan lebur terkubur tak berbentuk dalam ledakan maha dahsyat yang ia rencanakan sendiri.

Di dalam gudang itu, Felix menemukan satu sosok yang sangat dikenalnya. Haut, yang seharusnya sudah mati dan lebur terkubur, berdiri di sana dengan senyuman dingin. Tubuhnya penuh luka bakar dan bekas luka-luka mengerikan. Matanya penuh dengan luapan amarah dan dendam kesumat.

"Felix," kata Haut dengan suara serak. "Kau kira aku mati dan terkubur tanpa bentuk? Aku selamat, tapi tidak dengan harga murah. Sekarang, kau akan merasakan apa yang pernah aku rasakan."

Gudang tua yang cukup luas dan gelap, dua sosok yang dulunya sahabat beradu kekuatan dalam pertarungan sengit. Sedikit cahaya lampu yang tembus ke dalam gudang cukup memperjelas setiap gerakan mereka yang lincah dan penuh perhitungan.

Haut, sosok pemberani yang dikenal dengan teknik pedang kilatnya langsung merangsek. Felix, Si Golok She Tan mengeluarkan keahlian bela dirinya yang mumpuni, bergerak cepat dengan golok andalannya yang mematikan. Setiap dentingan senjata terdengar nyaring, memecah kesunyian malam. Serangan demi serangan dilancarkan, membuat debu beterbangan di pengapnya malam. Pertarungan semakin memanas, dengan keduanya saling melempar serangan dan menghindar dalam tarian kematian yang menegangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun