Sekolah rumah kedua bagi anak. Tempat untuk menimba bermacam ilmu yang sebagian besar (mungkin) tidak didapat di rumah.
Pelajaran membaca, menulis, dan berhitung (calistung) “mungkin masih” dapat orang tua belajarkan kepada anak. Jika sudah menyangkut aritmatika, geometri, skala peta, bahasa asing, beragam olahraga, hingga mencipta karya sastra (misalnya) maka sosok guru profesional yang harus hadir.
Profesi guru mensyaratkan kompetensi dalam pendidikan dan pembelajaran sehingga tidak semua orang boleh mendidik dan mengajar di sekolah untuk masa depan anak-anak bangsa.
Aktivitas belajar siswa di sekolah dapat berlangsung di dalam kelas dan di luar kelas. Sebagai ruang belajar, fungsi kelas untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap anak dengan bimbingan guru yang profesional.
Kelas yang aman, nyaman, dan menyenangkan tentu akan membuat betah para siswa. Seibarat “surga” maka ruang kelas harus menghadirkan hal edukatif yang dibutuhkan siswa.
Surga dalam KBBI diartikan sebagai alam akhirat yang membahagiakan roh manusia yang hendak tinggal di dalamnya (dalam keabadian). Kelas surga lebih pada arti menciptakan ruang kelas yang dapat membahagiakan dan membuat betah siswa di ruang belajar mereka.
Lantas, bagaimana menghadirkan “kelas surga” yang dapat membuat betah para siswa? Tentu harus melibatkan seutuhnya kreativitas siswa untuk mencipta “Kelasku Surgaku”.
Mencipta “Kelasku Surgaku” yang membuat siswa betah belajar di ruang kelas jelas harus memperhatikan jenjang kelas dan usia siswa.
Siswa jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) masih membutuhkan peran serta khususnya pemikiran, kreativitas, juga kolaborasi guru dan orang tua.
Pajangan di Kelas PAUD selayaknya dapat menciptakan suasana bermain dan belajar yang aman dan menyenangkan bagi anak.
Hadirkan di kelas semisal benda-benda permainan alat transportasi, mengenal keluarga dengan tempelan-tempelan foto keluarga, bingkai mewarnai gambar sederhana dan lainnya.
Untuk jenjang Sekolah Dasar (SD) Kelas Rendah (Kelas 1-3) hadirkan pengenalan huruf dan angka, rangkaian kata-kata sederhana dilengkapi gambar pendukung untuk menunjang anak lekas dapat membaca, menulis, dan berhitung (calistung).
Jenjang Kelas Rendah di SD masih membutuhkan kolaborasi anak, orang tua, dan guru untuk mencipta pajangan kelas yang edukatif.
Kelas Tinggi di jenjang SD (Kelas 4-6) lebih ditekankan pada kreativitas anak dan kolaborasi guru. Sebagai guru kelas, fasilitasi tema-tema pembelajaran dapat dikaitkan dengan pajangan untuk mencipta kelas yang menyenangkan bagi anak.
Memajang hasil karya siswa terkait tema pembelajaran adalah bentuk apresiasi sekaligus sebagai motivasi intrinsik anak dalam pembelajaran khususnya di kelas mereka.
Bagaimana dengan jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan yang sederajat? Selayaknya guru memberikan kebebasan siswa untuk mencipta “Kelasku Surgaku”.
Siswa jenjang SMP dan SMA atau yang sederajat sudah mampu menemukan ide kreatif untuk menghias kelas mereka. Mampu mengorkestrasi pajangan-pajangan kelas yang menarik, menyenangkan, dan edukatif.
Peran guru lebih sebagai fasilitator dan menilai keedukatifan kreativitas siswa. Jika kreativitas telah melenceng dari nilai-nilai edukatif, hendaknya guru mendiskusikan dengan lebih mengarahkan pada hal-hal positif.
Tentu peran guru ada batasnya seandainya siswa telah mampu menemukan, merangkai, dan mencipta pajangan untuk semisal menata sudut literasi, sudut budaya, sudut keluarga, sudut numerasi dan kreasi lainnya.
Peran guru jangan sampai sentralistik dan harus dibalik dengan student centered. Bebaskan siswa menemukan ide dan mengkreasikan “Kelas Surga” mereka senyampang tidak memberatkan dari segi biaya, keamanan, dan kenyamanan warga kelas.
Penting bagi guru mengarahkan jika semisal siswa ingin mengecat kelas mereka. Urusan mengecat serahkan ke sekolah. Andaipun siswa memaksa ingin segera mengecat tanpa menunggu inisiatif dari pihak sekolah, serahkan ke tukang cat.
Sangat riskan jika siswa yang mengecat sendiri. Ada faktor resiko keamanan (semisal capek dan jatuh dari tangga) juga hasil pengecatan yang terkadang tidak sesuai harapan warga kelas yang dapat menimbulkan permasalahan baru dan perdebatan.
Siswa yang bebas mencipta “Kelasku Surgaku” akan lebih merasa memiliki. Sekaligus dapat lebih memupuk tanggung jawab untuk menjaga dan mempertahankan kreativitas mereka secara bersama-sama. Terpenting, siswa lebih nyaman dan betah di lingkungan belajar mereka.
Semoga bermanfaat.
arS. Bromo, 08.01.2024.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H