78 Tahun Kemerdekaan Indonesia mulai beberapa hari dirayakan bangsa Indonesia. Bangsa besar yang lahir dari revolusi Perang Dunia II. Perang yang kembali mengubah tatanan dunia.
Yap. 78 tahun yang lalu. Tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur (kini Jalan Proklamasi) No. 56 Jakarta, Sukarno-Hatta atas nama Bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaan.
Kemerdekaan mengandung makna bebas dari penjajahan, berdaulat, berdiri di kaki sendiri dalam mengatur bangsa dan negara. Â Â
Kemerdekaan Indonesia diwujudkan dengan perjuangan fisik dan politik. Demikian pula saat mempertahankannya.
Sebagai negara yang baru merdeka, jelas mengalami pasang surut revolusi. Terbukti, Belanda dibantu Sekutu berupaya mewujudkan kembali kekuasaannya di wilayah jajahan. Maka, ketika AFNEI datang ke Indonesia, NICA ikut membonceng.
Kedatangan AFNEI dan NICA menimbulkan gejolak perlawanan di berbagai daerah. Sehingga meletus peristiwa Pertempuran Ambarawa, Pertempuran Surabaya, Bandung Lautan Api, Medan Area, Puputan Margarana, dan lainnya.
Darah dan nyawa dipertaruhkan demi kemerdekaan. Saatnya kembali diperingati sebagai peristiwa bersejarah di bumi Indonesia tercinta.
Sebagai masyarakat yang cinta bangsa dan negara, warga Gang Sapi-Jakarta ikut merayakan dengan berbagai kegiatan perlombaan.
Lomba Agustusan, demikian warga Gang Sapi lebih menggemakan, berlangsung selama 7 hari 7 malam. Dimulai tanggal 11 Agustus pagi dan akan berakhir 17 Agustus malam.
Engkong, sebagai sesepuh Gang Sapi ikut mengusulkan satu lomba. Walaupun satu, warga Gang Sapi paham betul dengan lomba usulan Engkong dan sudah menjadi agenda wajib Agustusan, yaitu "Lempar Tomat".
Segala hal berkaitan dengan bahan dan alat lempar tomat, Engkong yang menyediakan. Hadiahnya juga keren "Sebaskom Susu Sapi Jantan". Full tank.
Tak kalah dengan Engkong. Idur juga unjuk diri dengan mengajukan satu lomba. Khusus untuk para saudara dan bapak lansia. Lombanya dinamakan "Panco Bulan Delapan". Hadiahnya juga beken, "Kapsoel Dewa". Namanya dewa, jelas menguasai unsur-unsur para saudara, pembikin para dewi takloek. Begitulah. Inti dan maknanya.
Eh, ngomongin lomba "Panco Bulan Delapan", tahun ini hanya Engkong yang tidak ikut. Padahal, tahun-tahun sebelumnya selalu muncul sebagai juara.
***
"Gue heran. Kenape Engkong di ini kali Agustusan kagak nongol batang giginya."
Kali ini Ibud membuka sarasehan pos ronda. Daripadanya pada diam, ngalahin diamnya mpok-mpok saat Engkong kumat mau lempar tomat sembarangan.
"Yang aku tahu, ini hari Engkong lemes. Duduk seharian di kandang sapi." Sahut Jijay singkat.
"Bukan hanya hari ini, Jay. Sudah dua hari ini kelihatan lemah, lunglai, dan sering terkulai."
"Maksud kau, Ibud?"
"Badannya kek lemes lesu, gitu. Persis yang kau laporkan, Jay."
"Kalian tahu penyebabnya?" Inot menyela. Semua diam. Fokus ke mimik serius Inot.
"Engkong akhir-akhir ini sering terkulai gegara gigi gerahamnya copot lagi. Itu desas-desus yang gue denger. Betul dan tidaknya ya nggak tahu."
"Halah!. Kau sok tahu, Not!" Iwur menimpali.
"Lah. Betul Wur!. Kalau kagak percaya, tanyak tuh Haut. Tampangnya saja kagak tahu. Hhhh...!"
Haut hanya tersenyum. Lantas tertawa kecut dan segera menutupi bibirnya. Maklumlah, gigi Haut juga sudah banyak yang copot. Tinggal empat di atas. Dua di bawah.
***
Pasukan Gang Sapi pada tertawa. Jijay terlihat ngakak. Baru berhenti saat Haut terus memelototinya.
Jijay tak berani menatap mata Haut. Bahkan dalam hatinya timbul tanya yang muncul ke permukaan. Menjelma kegalauan,"Apa Haut tahu ya? Jika aku meminum susu sapi jantan Engkong dan menggantinya dengan susu sapi betina yang kubeli di pinggir jalan Pasar Kebo?".
Hautpun dalam hatinya memang sudah curiga,"Heran!. Kenapa Jijay ini kali dapat menjuarai lomba panco, ya?. Jangan-jangan..."
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H