Mohon tunggu...
ARIF R. SALEH
ARIF R. SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Antisipasi Anak Merokok dan Pacaran Kebablasan: Apa Peran Orangtua?

6 November 2022   12:30 Diperbarui: 21 November 2022   12:19 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kehadiran anak tentu membahagiakan penghuni rumah tangga. Kebahagiaan yang sangat diharapkan dan dirasakan oleh pasangan suami istri.

Anak mengalami tumbuh kembang sesuai kodratnya. Membutuhkan tuntunan dari orang lain, utamanya orang tua dan lingkungan keluarga. Hingga muncullah semboyan "Keluarga adalah Pendidikan Pertama Tumbuh Kembang Anak".

Kodrat alam terkadang membentuk pribadi anak yang tidak sesuai harapan orang tua. Pengaruh lingkungan dan pertemanan menjerumuskan anak terbiasa merokok. Beberapa anak bahkan telah mengenal dan terbiasa merokok sejak duduk di bangku SMP. (Lihat Sumber)

Bagi perokok, kenikmatan yang paling hakiki "mungkin" saat sudah menjepit rokok dan mengepulkan asap rokok di sekelilingnya. Mereka tidak peduli dengan lingkungan sekitar. Tidak peduli jika sewaktu-waktu jatuh sakit akibat merokok.

Perokok baru menyadari dan mau berhenti merokok jika sudah sakit parah. Ketika sudah menjadi beban keluarga dan keluar biaya pengobatan yang tidak sedikit.

Demikian juga kebiasaan pacaran, tumbuh seiring usia anak menginjak pubertas. Masa pubertas yang ditandai aktifnya organ reproduksi. Patut dijaga dan disikapi dengan memilih teman bergaul sewajarnya. Juga dikuatkan dengan nilai-nilai keagamaan sebagai benteng diri. (Lihat Sumber)

Secara langsung maupun tidak langsung, pengaruh pubertas menimbulkan ketertarikan pada lawan jenis. Hal normal mengingat telah sampai pada tahapan perkembangan fisik nan alamiah. Namun perlu kontrol diri dari individu bersangkutan dan lingkungan untuk mengendalikan nafsu demi saling menjaga keseimbangan dan keinginan yang terkadang berbeda.

Ketertarikan dua lawan jenis yang tidak terkontrol dapat menimbulkan hubungan khusus. Berlanjut pada apa yang biasa umum kenal dengan istilah "pacaran". Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pacaran diartikan teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih.

Jika saja pacaran tepat pada waktunya, jelas secara fisik dan emosi dapat berkembang ke arah hubungan kemandirian lanjut ke jenjang pernikahan sesuai harapan semua pihak, khususnya orang tua. Bahkan tidak jarang orang tua mendorong untuk segera mencari dan menemukan jodoh anaknya.

Namun, terkadang "buah jatuh dan atau dipanen sebelum waktunya". Akibatnya "kecelakaan pacaran" mengakibatkan kekecewaan beberapa pihak dan menjadi benalu dalam kehidupan keluarga maupun sistem kekerabatan.

Lantas, bagaimana mengantisipasi anak untuk tidak merokok dan pacaran kebablasan? Berikut tips yang mungkin dapat bermanfaat:

Pertama. Orang tua harus menjadi teladan dan teman diskusi yang menyenangkan. Jika ingin melarang anak merokok, jelas orang tua juga tidak merokok. Jangan sampai seperti "penceramah bunglon", pandai menasehati orang lain tetapi tak pandai bercermin diri.

Sediakan waktu untuk keluarga, sesibuk apapun pekerjaaan menumpuk di atas meja. Biasakan jalin komunikasi dan menceritakan "pacaran sehat" yang pernah orang tua alami dan bagaimana akibat seandainya "pacaran kebablasan". 

Kedua. Ajaklah anak menjenguk orang yang sakit akibat merokok. Terapi langsung ke subyek bahwa merokok dapat mengganggu kesehatan jelas lebih efektif.

Anak akan melihat, mendengar dan seakan merasakan secara langsung bagaimana menderitanya orang yang sakit akibat merokok. Memberikan pemahaman dengan diskusi multi arah apa yang dirasakan dan bagaimana dampaknya bagi kehidupan rumah tangga. Khususnya masyarakat yang tingkat ekonominya pas-pasan.   

Ada kalanya orang yang dikunjungi mengidap penyakit paru kronis, jantung dan stroke. Jelas dibutuhkan cara agar selalu menjaga jarak dan memakai masker. Konsultasi ke dokter ahli lebih bijak untuk antisipasi dampak yang ditimbulkan.

Perokok yang telah terpapar kanker biasanya kondisi fisiknya melemah. Sering merasakan nyeri dan rasa sakit lainnya di sekitar kanker bersarang. Penyakit yang ditimbulkan akibat merokok bisa berupa kanker, jantung koroner, penyakit paru obstruktif kronik, pneumonia dan lainnya. (Lihat Sumber)

Ketiga. Kunjungan ke keluarga yang mengalami masalah menikah di usia sekolah akibat pacaran kebablasan. Ada banyak cerita atau kisah dari pasangan usia muda akibat "kecelakaan di kala pacaran". Masalah bukan hanya menyangkut ekonomi. Bisa juga hubungan antara orang tua dengan anak karena anak kurang dan atau tidak mandiri.

Ada kisah anak yang sudah menikah di usia sekolah tetap tinggal satu rumah dengan orang tua atau mertua. Sehingga di masyarakat Jawa ada pemeo (sindiran) "madep, mantep, mangan, melu mara tuwa".

Bisa dibayangkan jika ekonomi orang tua pas-pasan atau serba kekurangan. Akan terjadi singgung kata dan singgung sikap yang dapat menjerumuskan keretakan hubungan rumah tangga dan kekerabatan. Bahkan berujung bunuh diri.

Wasana Kata

Merokok jelas lebih banyak mudaratnya (banyak ruginya). Berapa uang yang kita bakar hanya untuk kesenangan sesaat dan ego gengsi. Mengesampingkan akibat yang ditimbulkan hingga merepotkan anggota keluarga tatkala sakit.

Demikian juga pacaran yang kebablasan saat anak usia sekolah. Banyak menimbulkan masalah bagi keluarga. Andaipun ada cerita sukses menikah di usia dini, itu hanya bisa dihitung dengan jari. Tidak semua bisa tangguh dan mandiri seperti cerita legenda yang berujung bahagia.

Peran orang tua menumbuhkembangkan pemahaman anak akan bahaya merokok dan pacaran kebablasan perlu dipupuk sejak usia dini. Biasakan berdiskusi dan meluangkan waktu membahas hal mengenai bahaya merokok dan pacaran yang kebablasan. Juga, ajak anak untuk mengunjungi, melihat, dan seakan merasakan akibat negatif merokok dan pacaran yang kebablasan.

 

Referensi: 1, 2, 3, 4

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun