Mohon tunggu...
ARHIEF ER. SHALEH
ARHIEF ER. SHALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Sepi dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Saat Tersisa 10 Ribu Rupiah di Dompet

26 Juni 2022   17:28 Diperbarui: 26 Juni 2022   18:07 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sabtu malam, nada dering di hape jadul kembali berbunyi. Melupakan sejenak pekerjaan rutin yang harus disiapkan oleh profesi bernama guru. Profesi yang cara kerjanya memang tidak mengenal tempat dan harus dirampungkan di waktu yang tepat.

Jelas terlihat di layar hape, pesan pendek kembali masuk. Maklum, tahun 2006 Masehi belum mengenal Whatsapp. Aplikasi layanan bertukar pesan dan panggilan dengan bermacam fitur yang semakin canggih.

Pesan pendek dan jelas terbaca untuk segera pulang ke Banyuwangi. Menyempatkan waktu di sela kesibukan kerja untuk menjenguk bibi (adik kandung ibu) yang sakit keras. Sudah beberapa hari kembali menjalani rawat inap di rumah sakit.

Mengingat istri masih sakit flu, hari Minggu segera menyempatkan pulang ke Banyuwangi sendirian. Berangkat jam lima pagi dengan bersepeda motor.

Sepanjang perjalanan yang ada di ingatan hanyalah sosok bibi. Sosok wanita mulia yang pernah tulus menerima setiap keluarga dan tamu saat berkunjung ke rumahnya.

Rasa ingin segera sampai di Banyuwangi tak terbendung. Rindu orang tua, rindu keluarga besar, dan ingin segera menjenguk bibi yang sakit seakan menghiasi sepanjang perjalanan.

Sesampai di jalanan berkelok naik dan turun Gumitir, udara dingin semakin terasa. Maklum, rintik gerimis mulai turun saat memasuki Hutan Gumitir.

Di rest area "Watu Gudang" akhirnya menyempatkan untuk istirahat sejenak mengendorkan urat. Sembari tak lupa memesan secangkir kopi panas untuk mengurangi rasa dingin yang semakin menusuk.

Aroma nikmat secangkir kopi kuat terasa saat hadir di depanku. Melupakan sejenak penat perjalanan melewati Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Jember. Tak sabar untuk segera dituang ke tatakan agar cepat hangat.

Saat ingin meminum kopi yang mulai hangat di tatakan, kembali nada dering hape jadul berbunyi. Kali ini yang muncul bukan gambar perpesanan, tetapi simbol telepon dari kakak kandung perempuan satu-satunya.

Kata-kata kakak sangat terdengar jelas. Mengabarkan bahwa bibi baru saja meninggal dunia dan sudah menuju perjalanan pulang ke rumah ibu. Sesuai permintaan almarhumah bibi.

Segera kopi hangat di tatakan berpindah ke perut. Menyisakan cukup banyak di cangkir untuk segera meluncur lagi ke Banyuwangi.

Sesampai Kalibaru, rintik gerimis terhenti. Sinar matahari menyembul di balik awan-awan yang masih berusaha menghalangi untuk menyinari bumi.

Suasana terlihat ramai di rumah orang tua. Banyak pelayat mulai mempersiapkan pemandian jenazah.

Ibu dan ayah menyambut dalam suasana duka mendalam. Maklumlah, saudara ibu hanyalah bibi. Adik kandung satu-satunya yang lebih dulu berpulang ke Illahi Rabbi.

Aku segera memanjatkan do'a di depan jenazah bibi. Sembari mengingat kembali kenangan bersahaja di waktu yang telah lalu.

Segera aku menanyakan keperluan untuk pemakaman. Membelikan apapun yang dibutuhkan. Hingga tak terasa uang 1 juta rupiah  didompet tersisa hanya 210 ribu rupiah.

Selepas pemakaman, kulihat ibu begitu berduka. Aku ambil dompet. Kuserahkan uang 200 ribu rupiah ke Ibu. Terlihat Ibu keberatan menerima uang dariku yang hanya tersisa 10 ribu rupiah di dompet.

Kupeluk ibu dan aku yakinkan cukup untuk beli bensin hingga sampai kembali di Probolinggo. Do'a ibu dan bapak yang kuharapkan demi keselamatan selama di perjalanan. Siang ini aku pamit pulang, mengingat istri masih sakit dan esok harus kerja lagi.

Uang 10 ribu rupiah kubelikan bensin 5 ribu rupiah di SPBU Krikilan dan cukup hingga di Lumajang. Sesampai Lumajang, uang sisa 5 ribu rupiah kubelikan bensin di SPBU Kedungjajang. Praktis dari Kedungjajang hingga Kota Probolinggo (rumah) se-rupiahpun aku tidak punya.

Syukurlah, sepanjang perjalanan tidak ada hal mengkhawatirkan terjadi. Sesampai di rumah, semua kuceritakan kepada istri. Kami yakin akan ada gantinya, asalkan ikhlas untuk hal kebaikan.

Tak berapa lama, ada tamu datang menawarkan agar aku mau membantu mengajar di sebuah PTS (Perguruan Tinggi Swasta) yang ada di Kota Probolinggo. Aku menyanggupi mengingat waktu masih memungkinkan dan honornya juga lumayan untuk tambahan penghasilan.

Esoknya, saat di kantor tiba-tiba datang surat dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur dan Kemendikbud. Isinya mengutus aku untuk mengikuti Pembekalan Implementasi K13 dan Pendampingan Pelatihan Keterampilan SMP Terbuka. Dari kedua kegiatan ini, ganti jasa transport dan lain-lain sangat melebihi apa yang aku keluarkan dari dompet untuk menghormati almarhum bibi.

Semua ada hikmahnya. Kisah ini nyata. Disampaikan hanya untuk berbagi pengalaman semata.

Semoga bermanfaat.

   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun