Menarik dan selalu aktual mengikuti dinamika harga dan stok kebutuhan pangan. Khususnya berkaitan dengan ketersediaan sembilan bahan pokok (sembako) di pasaran.
Sembako berkaitan erat dengan hajat hidup orang banyak. Jika harga naik dan stok langka di pasaran, jelas menimbulkan "gempa ekonomi" dalam berbagai tingkatan.
Lebih miris lagi, dapat menimbulkan dampak sosial seperti budaya antri. Termasuk juga dampak politik yang dapat menggoyahkan kredibilitas pemerintah di mata masyarakat.
Minyak goreng termasuk dalam sembilan bahan pokok. Jenis kebutuhan yang wajib ada dan dijual di pasaran untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Pasar tradisional hingga modern menjadi sarana ketersediaan minyak goreng. Khususnya minyak goreng berbahan kelapa sawit.
Minyak goreng kelapa sawit menjelma "raja pasaran" dan "ratu dapur" mengingat harganya lebih murah dibanding jenis minyak nabati lainnya.
Kandungan anti oksidan, Vitamin E, dan Vitamin A yang kaya di minyak kelapa sawit mampu menjaga kesehatan otak, meningkatkan kesehatan jantung, hingga menangkal efek radikal bebas berlebih yang dapat merusak sel tubuh dan memicu berbagai penyakit.
Tentu pengolahan dan pemakaian minyak goreng kelapa sawit perlu takaran dan pembatasan penggunaan. Mengingat minyak kelapa sawit mempunyai kandungan lemak jenuh yang cukup tinggi. Jika dikonsumsi berlebih dan digunakan berulang kali, dapat menimbulkan penumpukan lemak darah.
Alhasil, penumpukan lemak darah menyebabkan aliran darah ke otak dan jantung terganggu. Memicu timbulnya penyakit stroke dan atau penyakit jantung. Â
Produk minyak kelapa sawit telah "diklaim" menjadi penyumbang paling penting devisa negara dari nilai ekspor, penggerak perkenomian wilayah, menyerap tenaga kerja, dan mengentaskan kemiskinan di pedesaan.
Pencapaian "membanggakan" dan tentunya tidak lepas dari peran pengusaha besar. Pemilik merk terkenal produk minyak goreng seperti Sania, SunCo, Filma, hingga Bimoli. Merk minyak goreng berbahan sawit yang akrab ditemui dan diburu pembeli di toko kelontong, minimarket, hipermarket, hingga marketplace.
Lantas, siapakah pemilik merk minyak goreng Sania, SunCo, Filma, hingga Bimoli? Menarik untuk diulas.
Pertama, Merk Sania. Produk Wilmar International. Didirikan oleh Thio Seeng Haap atau Martua Sitorus bersama dengan  Kuok Khoon Hong.
Wilmar International bergerak di bidang perkebunan dan pengolah minyak sawit mentah (CPO) serta produsen gula. Wilmar juga bekerja sama dengan perusahaan AS, Kellogg untuk menjual makanan di China dan mengakuisisi perusahaan tambang batu bara di Australia yakni Whitehaven Coal Ltd.
Kedua, Merk SunCo. Produk Musim Mas Group. Perusahaan milik Bachtiar Karim. Musim Mas Group didirikan oleh Anwar Karim (Ayah dari Bachtiar Karim).
Musim Mas Group bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit demi mendukung industri hilir yang sudah lebih dulu digarap. Perusahaan ini juga memiliki Hotel Mikie Holiday di Brastagi, Sumut. Juga membesarkan PT Megasurya Mas yang memproduksi berbagai produk sabun, seperti Harmony, Medicare, Lervia, Lark dan Champion.
Ketiga, Merk Filma. Produk Sinar Mas Group yang dimiliki oleh Keluarga Widjaja. Didirikan oleh Eka Tjipta Widjaja atau Oei Ek Tjhong. Konglomerat terkenal pada masa orde baru.
Produk Filma dikembangkan melalui PT SMART Tbk. Perusahaan produk konsumen berbasis kelapa sawit. Â Bergerak di bidang penanaman dan pemanenan pohon kelapa sawit, pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi minyak sawit (CPO), pemrosesan CPO menjadi produk bernilai tambah seperti minyak goreng serta perdagangan produk berbasis kelapa sawit ke seluruh dunia.
Keempat, Merk Bimoli. Produk PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) yang dimiliki oleh grup PT Indofood Sukses Makmur Tbk dan PT Indofood Agri Resources Ltd (IndoAgri).
Indofood yang dimiliki Anthony Salim, produknya banyak dikenal. Konsumsi favorit masyarakat Indonesia. Mulai dari Indomie (mi instant), susu Indomilk, hingga minyak goreng merk Bimoli.
Dalam masalah bisnis, Anthony Salim mempunyai prinsip bisnis untuk PT Indofood. Prinsipnya, Anthony menginginkan PT Indofood tetap berinovasi dan berekspansi. Prinsip ini mampu melebarkan sayap bisnis Indofood di lingkup domestik dan global.
Referensi: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H