Masih hangat bagaimana hebohnya kasus eksploitasi seksual 21 santriwati oleh "monster" Herry Wirawan. Mencoreng nama baik bangsa dan lembaga pendidikan.
Korban rudapaksa oleh monster Herry Wirawan masih di bawah umur. Berkisar usia 13 sampai dengan 17 tahun. Sebagian sudah melahirkan bayi dan ditampung di tempat khusus.
Informasi berkembang bahwa bayi-bayi yang dilahirkan malah dimanfaatkan untuk mendapatkan simpati donatur. Berkedok sebagai yatim-piatu. Sungguh akal licik (buruk) dan picik (sempit pemahaman ilmu).
Semakin Aneh dan Heboh
Sudah sejak zaman baheula, kasus pelecehan dan kekerasan seksual terjadi. Tetapi, temuan kasus "monster" Herry Wirawan sangat menggemparkan.
Memanfaatkan "kesakralan" lembaga pendidikan, sang monster leluasa bergerak melampiaskan nafsu bejatnya.
Aneh memang, sekian lama dengan banyak korban, kasus baru terungkap secara gamblang. Lebih aneh lagi, seakan kasus ini melibatkan hanya sosok sang monster.
Kasus pelecehan dan kekerasan seksual khususnya kepada anak memang semakin meningkat. Terjadi hampir di semua lapisan masyarakat, baik di kota maupun di daerah terpencil. Bahkan di lembaga pendidikan.
Namanya lembaga pendidikan, mengindikasikan pelibatan banyak pihak. Belum mampu memberikan rasa aman dari tindak pelecehan dan kekerasan seksual kepada anak dan remaja secara optimal.
Oknum pendidik dan profesi lainnya begitu banyak motif dan kesempatan. Memanfaatkan "kesempitan" merampas hak hidup anak dan remaja.
Dikutip dari jateng.inews.id, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengungkap data yang mencengangkan terkait kasus kekerasan seksual di sekolah. Dia mengungkap kekerasan seksual di sekolah 88 persen pelakunya guru, 22 persen kepala sekolah (kepsek).
Peran PemerintahÂ
Banyak pihak sangat geram dengan perilaku menyimpang ini, termasuk pemerintah. Â Memaksa pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020.
Peraturan  memuat tentang "Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak".
Tata cara dan lama pelaksanaan hukuman kebiri maupun pemasangan alat pendeteksi elektronik lebih lanjut tertuang dalam beberapa pasal di PP Nomor 70 Tahun 2020. (Selengkapnya download DI SINI).
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2018 mengeluarkan booklet "Cerdas Cegah Kekerasan Seksual".
Buku panduan di atas merupakan pedoman yang ditujukan untuk pembaca usia remaja. Berbagai informasi tentang kekerasan seksual, cara melindungi diri darinya, dan cara untuk memberikan dukungan bagi teman yang mengalaminya dijelaskan secara gamblang. (Selengkapnya download DI SINI)
Booklet ini seharusnya lebih difungsikan sebagai pegangan wajib sekolah dan orang tua saat mengisi kegiatan awal masuk sekolah. Ditujukan bukan hanya untuk siswa, tetapi juga melibatkan orang tua siswa dan pihak terkait. Melibatkan juga penegak hukum dan organisasi profesi guru.
Dikutip dari tirto.id, terkuaknya kasus Herry Wirawan dan antisipasi kejadian serupa, ditindaklanjuti Kementerian Agama (Kemenag) dengan langkah: (1) melakukan investigasi di semua satuan Pendidikan; (2) menjalin kerja sama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), aparat kepolisian, dan pihak terkait lainnya dalam penanganan masalah kekerasan dan pelecehan seksual; (3) memperbaiki prosedur pemberian izin operasional lembaga pendidikan keagamaan.
Di jenjang pendidikan tinggi, Kemenag mengeluarkan "Pedoman Pencegahan Dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam".
Pedoman di atas tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5494 Tahun 2019 Tentang Pedoman Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam. (Selengkapnya download DI SINI) Â
Wasana Kata
Literasi dibutuhkan masyarakat, khususnya anak, remaja, dan orang tua untuk mengantisipasi tindak pelecehan dan kekerasan seksual.
Booklet, pedoman, dan peraturan dari pemerintah secara gamblang dan tegas memaparkan cara antisipasi hingga proses  hukum bagi pelaku tindak kejahatan pelecehan dan kekerasan seksual.
Artikel ini sekedar membantu menyebarluaskan cakrawala pengetahuan dan pemahaman untuk mengantisipasi tindak pelecehan dan kekerasan seksual.
Di zaman digital, tindak kejahatan apapun bentuknya termasuk pelecehan dan kekerasan seksual bisa diantisipasi dengan literasi yang tepat cara. Menjadi tanggung jawab semua pihak untuk lebih memahami secara utuh.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H