Anda yang sering bepergian naik kendaraan umum, mungkin pernah mengalami "dikepung" gerombolan pencopet.Â
Betul, "geng copet" ini nyata adanya. Mempunyai tempat mangkal di terminal sebagai "sarang dan membidik target" aksi kejahatan mereka.
Penulis, istri, dan anak yang masih berusia 3 tahun pernah mengalami dikepung geng copet Terminal T. Modus mereka rapi dan awalnya susah diterima akal sebagai geng copet terminal.
Bermula dari kabar mendiang ayah penulis yang tiba-tiba meninggal dunia di tahun 2010. Malam itu sekitar pukul 22.00 WIB, kami langsung pulang ke Banyuwangi naik bus. Trayek bus tidak langsung ke Banyuwangi melainkan hanya sampai Terminal T.
Sampai di Terminal T sekitar pukul 12 malam lebih. Saat itu pikiran hanya fokus pada meninggalnya mendiang ayah. Tidak terpikirkan sebaiknya turun di mana agar bisa langsung ganti bus dengan cepat dan aman.
Kami turun di dalam terminal bus dan segera menuju ruang tunggu. Suasana sepi di ruang tunggu. Di koridor bus, hanya ada 2 bus parkir jurusan Surabaya dan Yogyakarta. Â
Tiba-tiba mendekat seseorang bertubuh tinggi besar. Menanyakan tujuan perjalanan dan menawarkan bus sesuai tujuan kami.
Orang itu meminta untuk menunggu sekitar 5 menit dan menegaskan akan ada bus langsung ke Banyuwangi masuk terminal. Kami sepakat dan hanya ini yang ada di pikiran penulis saat itu.
Sekitar 5 menit, masuk bus warna hijau buram dengan kaca bagian atas ditutupi triplek (kayu tipis). Lampu dalam dimatikan dan hanya lampu luar menyala agak redup.
Tanpa berpikir panjang kami diminta untuk masuk bus yang ditunjuk oleh seseorang tadi. Saya lihat papan nama tujuan bus masih jelas terbaca "Banyuwangi".
Di dalam hanya ada 7 orang. Terlihat 1 orang sopir dan 6 penumpang. Hanya 1 penumpang berjenis kelamin perempuan. Adanya 1 penumpang perempuan, lebih memberi sugesti bahwa bus ini memang bus umum untuk mengangkut penumpang.
Kami segera menaruh 2 tas besar dan 1 tas kecil ke tempat barang yang ada di atas tempat duduk penumpang. Lantas bus melaju ke luar termina, hingga di sini semua berjalan tanpa ada pikiran macam-macam.
Sesampai luar terminal, bus tiba-tiba berhenti di pinggir jalan cukup sepi dan agak gelap, suasana lengang dan mulai serasa tegang.Â
Dari pintu belakang masuk dua orang, satu orang berambut gondrong bergerak ke depan dan duduk di belakang kami, sedangkan satu orang duduk dekat pintu belakang.
Di situasi serasa tegang inilah, penulis reflek melihat tas. Sangat jelas tangan kanan "si gondrong" telah masuk ke tas kecil kami. Kembali reflek, penulis berdiri dan memukul tangan "si gondrong".
Segera anak saya gendong, satu tas besar saya serahkan ke istri. Sambil menggendong anak, membawa tas besar dan tas kecil, kami berniat segera turun.
Ketegangan tidak berhenti di situasi ini. Tiba-tiba dua orang laki-laki kekar masuk lewat pintu depan. Satu orang berperan sebagai sopir langsung menghidupkan mesin bus. Satu orang dengan agak lantang bilang bus segara berangkat.
Penulis tak kalah lantang meminta turun saat itu juga. Istri, penulis minta turun lebih dahulu. Dalam kewaspadaan kami turun menuju tempat cukup ramai. Dua orang berusaha membuntuti, penulis berhenti dan menatap mereka, hingga dua orang itu kembali ke bus.
Dari pengalaman inilah baru penulis rasakan bahwa semua orang yang ada di bus hijau buram adalah "geng pencopet", termasuk "si perempuan".Â
Mereka gerombolan orang yang memang sengaja ingin merampas hak milik orang lain di tempat umum. Â Â Â Â Â Â Â
Inilah pengalaman berharga dan sebagai cermin kehati-hatian ke depan. Ada beberapa cara untuk mengatasi dan menghindari geng pencopet di terminal.
Pertama. Jangan turun di dalam terminal saat malam muai larut, mintalah turun di luar terminal yang cukup ramai orang. Misalnya di depan toko atau warung dan cukup terang lampu.
Jika Anda sudah mengenal lingkungan, turun di tempat bus berhenti untuk menaikkan dan menurunkan penumpang. Tetap waspada dalam kondisi apapun.
Kedua. Jangan mau menerima tawaran orang yang belum dikenal dalam bentuk apapun. Yakin pada rencana perjalanan Anda. Mau turun di mana dan naik kendaraan umum di tempat yang mana.
Ketiga. Bawalah barang secukupnya agar tidak memancing pihak lain yang ingin berbuat jahat. Khusus uang tunai, bawalah secukupnya untuk bekal selama perjalanan.Â
Andaipun cukup banyak membawa uang tunai, taruh didompet hanya untuk keperluan perjalanan. Selebihnya bisa simpan di saku atau tempat khusus yang lebih aman.
Keempat. Seandainya terjebak di lingkungan geng copet, bersikaplah tenang. Andaipun terjadi keributan, Anda berhak bertindak tegas dan terukur. Segeralah bergeser ke tempat aman untuk menghindari keributan lebih lanjut.
Kelima. Anda berniat melaporkan kejadian? Jangan gegabah, sebab "lingkungan" belum tentu mendukung langkah Anda. Jika sempat merekam keributan ataupun memotret pelaku, ini langkah lebih baik sebagai bukti kuat.
Segera hubungi keluarga, teman atau pihak keamanan yang bisa dihubungi dan diandalkan. Makanya perbanyak silaturahmi dan pupuk "rasa persaudaraan" yang akan membantu saat Anda dalam kondisi tertentu di waktu dan tempat manapun.
Jangan takut untuk naik kendaraan umum. Selalu waspada dan pandai membawa diri kunci aman dan nyaman bepergian. Teknologi "tiket online" lebih menutup ruang gerak tindak kejahatan di kendaraan umum.Â
Demikian dan semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H