Di garis silang keramik lantai masjid, dua semut sempat berhenti dan cipika-cipiki layaknya dua manusia. Mereka seperti memperbincangkan sesuatu.
Dalam "rasa penulis" dua semut ini sedang memperbincangkan tumpukan roti yang tentu rasanya manis dan lezat. Â Â
Setelah cukup memperbincangkan sesuatu, dua semut melanjutkan perjalanan. Semut dari selatan ke arah utara. Semut dari utara ke arah selatan. Keduanya hilang pandang di antara pantat-pantat jamaah yang sedang khusyuk atau bisa jadi terkantuk-kantuk.
Alam imajiner penulis semakin liar. Akankah semut mampu memperoleh setidaknya remahan tumpukan roti? Sedangkan banyak mata manusia (jamaah) melirik dan menahan liur ke arah tumpukan roti dan air minum kemasan.
Dalam tanya, imajinasi penulis tumpah di antara garis silang keramik masjid sebagai saksi bisu, mampukah semut memperoleh irisan roti? Ataukah sifat manusia akan "menyingkirkan semut" sebagai pesaing memperebutkan roti dan air minum kemasan sesaat setelah turun dari masjid.
Beginilah penulis menuangkan rasa. Dari semut, roti, garis silang keramik, dan "akal manusia" menjadi karya. Ataukah hanya "akal penulis saja?", silahkan komentar sebelum komentar dihinggapi rasa, mencipta karya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H