Cipta karya dari rasa. Sangat setuju. Ibarat ilham, ada sesuatu yang menggerakkan hati untuk mencipta seperti puisi, lagu, dan lainnya.
Saat rasa menyentuh hati, pikiran akan tergerak dan membaca lingkungan sekitar. Mata, hati, dan pikiran seakan menyatu. Memilih dan menyusun kata-kata yang datang seperti air mengalir. Menampung dalam wadah mewujud suatu karya.
Puisi yang Lahir dari Semut
Pada garis silang, dua makhluk mendekati mata pena. Tiap silang arah diendusnya. Menapak perjalanan dari titipan-titipan kehidupan yang sedang menelurkan generasi zaman. Memoles impian dalam sarang keramaian hajat perburuan.
Pada garis silang, radar-radar mempertemukan dua makhluk utusan. Ada tumpukan rasa, ada sisa-sisa kebaikan dalam bungkusan-bungkusan kedermawanan. Dijaga ratusan pasang mata dan tetes-tetes air liur di sudut tatap mata jalang.
Dua makhluk utusan, memburu dan menyambung saripati kehidupan. Sekejap pelukan, telah memisahkan arah tujuan. Masih hampa, sebab manusia-manusia tak memberinya ruang. Dan hati manusia, terbungkus ego anak turunan.
Dalam arah berlawanan, dua utusan menghilang. Garis silang, masih menjilati sisa pengembaraan utusan yang mungkin tak akan kembali terulang. Mengapa? Sebab utusan dimungkinkan tergilas akal kehidupan-kehidupan yang datang bergelombang, di garis silang.
Baca Tautan : Puisi Garis Silang
Mungkin, sekali lagi mungkin, membaca dan mencoba menguliti makna puisi di atas akan ada banyak sudut pandang.
Garis silang bisa diartikan perempatan jalan. Bisa dimaknai kebingungan. Bahkan bisa timbul di pikiran "Lambang Salib".
Puisi lahir liar dan kadang hanya sang pencipta puisi yang mampu mendalami makna harfiah puisi. Penggunaan bahasa figuratif menyebabkan makna dalam baris-baris puisi tersembunyi dan harus ditafsirkan yang kadang melenceng dari makna harfiahnya.
Puisi Garis Silang tercipta dari tingkah polah semut. Bukan persimpangan jalan yang harus dilewati manusia. Bukan pula mengangkat dan memaknai simbol salib yang sempat penulis terima dari pernyataan seorang teman.
Memaknai Puisi Garis Silang
Mencipta karya puisi butuh kontemplasi. Membaca dan memahami fenomena di sekitar penyair atau pencipta puisi lebih dapat "menangkap rasa" untuk menjadi "karya puisi".
Puisi Garis Silang lahir dan atau tercipta saat penulis salat Jum'at di masjid. Saat sedang khusyuk mendengarkan khotbah, tiba-tiba muncul dua semut dari arah berbeda.
Satu semut muncul dari arah selatan. Sangat mungkin dari arah tumpukan roti dan air minum kemasan sedekah dari seorang dermawan.
Satu semut lainnya dari arah utara. Sangat mungkin dari arah sarang atau rumah semut, sebab di tembok utara ada beberapa semut sedang bercengkerama. Entah apa yang mereka perbincangkan.
Dua semut ini bertemu di garis silang keramik lantai masjid. Tepatnya di "maaf" belakang bokong/pantat seorang jamaah yang ada di depan mata pena. Figuratif "mata pena" simbol dari penulis.