Mohon tunggu...
ARIF R. SALEH
ARIF R. SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Guru Bersayap Garuda, Ngapain?

15 Mei 2021   22:00 Diperbarui: 15 Mei 2021   22:10 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Guru Era Generasi Milenial. Sumber: Stefan Meller on Pixabay.com

"Halahhh... Cari sibuk kebanyakan gaya!. Mendingan ngajar saja. Nyantai, gaji sama!..."

Ibu dan Bapak Guru Hebat! Apakah hatimu menciut? Bisik-bisik tetangga sangat dekat kadang memanaskan telinga. Jantung seakan langsung kempis kehabisan udara.

Janganlah... Menjadi guru tempatnya ladang ibadah. Jalani saja dengan bahagia. Bukankah begitu?...

Rutinitas Out of The Box

Dini hari, suara ayam hutan di rumah tetanggamu berkokok. Seperti biasa, kau lihat jam di smartphone, pukul tiga pagi. Persis seperti dugaanmu.

Engkau segera membersihkan diri. Menghampar sajadah. Bertahajud dan bersujud hanya kepada-Nya. Memohon kekuatan, keberkahan, kesehatan, dan keselamatan diri sendiri dan keluargamu.

Dalam do'a, air matamu menetes pelan dan sangat pelan. Masih ikhtiar memohon agar anak-anak didikmu, titipan Tuhan, titipan orang tua-orang tua yang melahirkan mereka, kelak menjadi orang-orang sukses, mandiri, dan berakhlak mulia.

Rutinitas ibadah bagimu bukan sekedar menabalkan hubungan antara makhluk dan Sang Khalik. Sebab kau adalah teladan. Itulah juga sebab kau dipanggil "Guru". Asal kata "digugu lan ditiru" (dipatuhi dan diteladani).

Azan Subuh panggilan yang selalu kau rindukan. Tanda bahwa jiwamu akan segera dipersembahkan untuk merenangi lautan kehidupan. Mengabdikan ilmu mendidik disebab cita-cita dan panggilan jiwa.

Lembar-lembar surat dinas telah kau rapikan dalam stopmap warna biru. Buku-buku pegangan wajib dan penunjang tak lupa kau siapkan. Begitupun laptop dan smartphone selalu menemani. Tertata bersih dan rapi dalam ransel hitam polos khas Oemar Bakri.

Selepas Salat Subuh, kau cium satu persatu anak-anakmu. Pamit pada istri tercinta. Membentangkan "Sayap Garuda". Menerbangkan tugas komunitas guru-guru "Sayap Garuda" lainnya.

Sepagi ini kau berdiri menunggu Bus Patas jurusan Kota Sejuta Taman. Bukan sok gaya, karena diburu waktu menemui pejabat berwenang di Kota Pahlawan sana.

Sekitar jam tujuh pagi, kepak sayapmu sudah di pertigaan Medaeng. Menunggu jemputan Ojek Online. Maklum, bagimu "waktu" pada hari itu sangat berharga. Terlambat berarti ditinggal pejabat yang kau buru.

Bau pengap helm tak kau rasakan. Sesampai Gentengkali, kamar mandi kau tuju. Kembali membersihkan badan dan merapikan busana, memantaskan dan memantapkan penampilan.

Pagi ini, keberuntungan menyertaimu. Pejabat yang kau buru sudah tersenyum menunggumu. Cekatan dan telaten melayani keinginan para guru "Bersayap Garuda" yang ingin terbang lebih tinggi. Membedah cakrawala pengetahuan nan maha luas.

Saatnya bagimu kembali ke sarang impian. Menembus padatnya jalanan dan pengapnya sudut-sudut Kota Pahlawan, Kota Udang, Kota Santri, hingga tiba lagi di Kota Mangga dan Anggur.

Sekitar jam sepuluh pagi, kau hadir di depan dan di tengah anak-anak didikmu yang selalu merindukanmu. Rasa lelah dan gerah tak lagi kau rasakan, manakala senyum dan senda gurau membahana di kelas-kelas ampuanmu.

Jam satu siang kau masukkan "Sayap Garudamu" di Kelas Online "Guru Mulia karena Karya". Menimba dan terus menimba ilmu dari "Sayap-sayap Garuda nan Lebar Membentang". Dari Kota Seribu Benteng hingga Kota Rusa. Menakjubkan dan membanggakan.

Selepas Salat Asar, kau lakukan kajian, koreksi, analisis program pembelajaran yang telah dan akan dijalani. Salat berjamaah Maghrib dan Isya adalah panggilan Ilahi dan sosial, sebab tugas sosial melekat pada dirimu, dan itu kau sadari benar adanya.

Selepas Isya, waktunya lepas penat dan berbagi kebahagiaan dengan keluargamu. Dan di antara waktu rutinitasmu yang berputar seperti kincir air, engkau sisipkan karya menulis dan terus menulis. Berbagi fakta dan fiksi tentang kehidupan, kebahagiaan, dan kebaikan.

Haruskah Surut?

Hari ini engkau tidak hadir di tengah-tengah anak didikmu. Tanggung jawab besar menantimu di "Kota Budaya". Meramu kata dan karya demi masa depan mendidik yang lebih baik.

Teknologi digital tidak menghalangimu menyapa anak-anak didikmu. Karyamu hadir di tengah mereka. Sosokmu tetap ada di tengah-tengah mereka. Membimbing dan memfasilitasi di manapun berada.

Pagi itu engkau kembali hadir di antara Oemar Bakri dan Oemi Bakri.

Ada tanya,"Tiga hari kemarin ke mana?. Nggak kelihatan batang hidungnya!"

"Dari Kota Perjuangan" Jawabmu. Pendek bersemangat.

"Halahhh... Cari sibuk kebanyakan gaya!. Mendingan ngajar saja. Nyantai, gaji sama!..."

Serasa ada yang menyumbat tenggorokanmu.

"Diar, haruskah surut?" Tanyamu memandang kosong sudut-sudut kehidupan nan sepi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun