Menganggit nostalgia suasana Ramadan masa kecil, penuh dengan kejadian kenakalan ala dunia anak, konyol, dan kocak. Sungguh memori di otak ini begitu cepat berputar seperti mesin waktu.
Kenangan jelas tak terlupakan. Hadir satu persatu dalam kebersamaan dan kegembiraan. Jelas dari kita mempunyai nostalgia yang paling berkesan.
Memasuki bulan Ramadan langit cerah sebab musim kemarau kembali dijalani. Di bulan penuh keberkahan inilah umat Islam menunaikan bermacam ritual ibadah. Semua ibadah semata dilakukan untuk mendapatkan pahala yang dilipatgandakan oleh Allah SWT.
Malam dilalui dengan salat tarawih. Dilanjutkan dengan tadarus. Bagi anak-anak di zaman dulu, dini hari paling ditunggu untuk bisa patrol keliling membangunkan umat Islam bersantap sahur.
Segala jenis tetabuhan saling bersahutan. Saat paling seru patrol tatkala dua kelompok bertemu, maka di situlah kemahiran memainkan musik patrol ke luar seibarat jurus pamungkas.
Layangan Putus Pak Raden
Kebanyakan anak laki-laki pagi hari bangun kesiangan. Maklumlah, hampir tiap malam begadang dan zaman dulu selama 40 hari saat memasuki bulan puasa hingga merayakan Idhul Fitri sekolah diliburkan.
Agak siang, biasanya anak-anak berkumpul di lapangan. Ada juga yang nongkrong di stasiun kereta api. Ada yang ditunggu di tempat-tempat mengasyikkan itu, melihat adu layangan.
Layangan yang diadu bermacam warna dan ukuran. Layangan aduan biasa diterbangkan tanpa ekor dan saling sambit (memutus benang lawan). Sedang yang berekor akan tetap aman terbang.
Saat ada layangan putus, maka anak-anak yang asyik nonton segera mempersiapkan galah. Mereka akan memburu ke manapun layangan yang putus dan memperebutkannya.
Ada layangan favorit yang ditunggu dalam aduan. Layangan ini bermotif kumis dan biasa disebut "layangan pak raden". Tahu khan pak Raden? Tokoh dalam serial Si Unyil yang kumisnya lebat melingkar.
Selain motifnya yang menawan, layangan pak raden biasanya diadu oleh pak Samsuri dan pak Mail. Kedua orang tua ini totalitas dalam menyiapkan benang dan layangan aduan.