Ibarat merangkak, “Tahu Kuning Probolinggo” hanya bermodal nekat. Bisnis rumahan beromzet 120 ribu rupiah dalam sehari ini membutuhkan jalan panjang untuk lebih dikenal masyarakat luas. Jalan yang masih dapat dikembangkan oleh sosok “UJ”.
Semua berawal dari pandemi Covid-19. Jutaan orang di dunia mengalami PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Termasuk Pak Jumadi.
Panggilannya “UJ”, singkatan dari “Ustaz Jumadi”. Sosok sederhana dan inspiratif bagi keluarga serta masyarakat sekitar.
Sosok yang cukup dikenal oleh masyarakat Desa Sumberagung, Kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Lemah lembut cara bertutur adalah pribadi keseharian UJ.
Sebagai pimpinan madrasah, UJ tidak mau digaji. Bayangkan, di zaman yang serba materialis, sosok UJ dengan ekonomi “pas-pasan” hadir mengelola madrasah dan rela tanpa bayaran. Tenaga dan ilmunya betul-betul disumbangkan untuk berbagi kebaikan.
Keprihatinan menjadi dasar UJ tidak menarik biaya pendidikan. Sebab, banyak santri dari keluarga ekonomi kurang mampu. Ada juga beberapa berstatus anak yatim, piatu, bahkan yatim piatu.
UJ bercita-cita mempunyai gedung madrasah diniyah. Tidak lagi menumpang di beranda masjid.
Keinginan kuat bermodal restu tokoh Kyai di Desa Sumberagung ini masih sebatas impian. Hanya tersedia wakaf berupa sebidang tanah untuk gedung madrasah nantinya.
PHK, Awal Mula Bisnis Rumahan “Tahu Kuning Probolinggo”
Akibat pandemi yang berujung PHK, sempat membuat UJ bingung menentukan jalan hidup. Baginya, tidak mungkin menutup madrasah dan mencari pekerjaan ke luar daerah.
Di sisi lain, keluarga yang ia cintai harus tetap mampu bertahan hidup dalam keadaan apapun. Tetapi, pantang bagi UJ menggantungkan nasib kepada saudara, apalagi orang lain.
Sebagai tenaga lepas di PT KSI, saat ada panggilan kerja, maka penghasilan didapat. Sewaktu tidak ada panggilan kerja di PT KSI, UJ gunakan untuk kerja serabutan.
Pekerjaan seperti menjadi buruh tani dan lainnya UJ lakukan. Intinya, kerja apapun tidak masalah yang penting halal, pasti UJ kerjakan.
Berbekal pesangon yang tidak seberapa besar, UJ melihat peluang bisnis rumahan “Tahu Kuning”. Peluang ini didasarkan belum ada produk “Tahu Kuning” di Probolinggo, dan juga UJ pernah bekerja di pabrik tahu sewaktu masih bujang merantau ke Surabaya.
Dikatakan “Khas Probolinggo”, meskipun sudah ada produk “Tahu Kuning Kediri” tetapi beda cara mengolahnya. “Tahu Kuning Khas Probolinggo” yang UJ ingin kembangkan sebagai produk unggulan memiliki proses, rasa dan bentuk yang beda. Itupun diolah berbahan alami dan tanpa bahan pengawet.
Dari Merangkak dan Hampir Disuntik Mati
Galibnya memulai sebuah usaha, jatuh bangun pasti dialami. Begitupun “Tahu Kuning Probolinggo” yang UJ rintis, juga mengalami jatuh bangun. Bahkan sempat ingin disuntik mati.
Keinginan UJ menghentikan wirausaha ini disebabkan beberapa kali tahu gagal produk. Artinya, rusak tidak menjadi tahu yang diinginkan. Hal ini disebabkan salah olah dan bahan yang tidak sesuai.
Belum lagi beberapa kali pula “Tahu Kuning” yang UJ jual hanya laku sedikit. Bahkan pernah beberapa kali pula tidak laku sama sekali.
Jelas ujian ini menggerus impian UJ untuk dapat menangguk untung. Jangankan untung, buntung yang UJ dapatkan. Bahkan pesangon sudah ludes untuk menambal rugi.
Sifat UJ yang ingin tahu dan mau bertanya akhirnya mendapat beberapa masukan. Produk “Tahu Kuning Probolinggo” yang ingin UJ kembangkan pada awalnya lemah dalam proses pengolahan, rasa, dan kemasan.
Penulis memberikan tiga tip bisnis rumahan olahan makanan. Pertama “resep” wajib dilakukan dalam proses pengolahan. Semua ada takarannya. Semua bahan ada jenisnya dan tidak boleh sembarang merk.
Kedua, “rasa” sesuaikan dengan lidah di mana produk akan dipasarkan. Lidah orang Madura jelas berbeda rasa dengan lidah orang Yogyakarta. Ini perbandingan nyata.
Berbekal sedikit ilmu karena memang banyak ilmu lain untuk mengembangkan produk bisnis rumahan, UJ menemukan titik cerah. Lambat laun produk “Tahu Kuning Probolinggo” menempati ruang hati pembeli dan pelanggan.
Dari pelanggan yang tersebar di Kecamatan Dringu, Leces, Sumberasih, hingga Kota Probolinggo, hampir setiap hari UJ mengantarkan sendiri hasil produk wirausahanya. Hal ini dimungkinkan, lewat media sosial dapat “menjangkau yang jauh” dan “merangkul yang dekat”.
Jalan Panjang Membentang ke Depan
UJ pribadi sederhana tetapi wawasannya cukup luas. Mengapa penulis menyimpulkan “cukup luas?”, ada satu keinginan UJ, tetapi satu ini belum UJ pahami secara utuh. Apa itu? Keinginan UJ memasarkan produk lewat marketplace.
Diskusi berlanjut saat bertemu sekian kali. Memasarkan produk lewat marketplace, butuh jalan panjang. Banyak syarat dan persyaratan yang harus dipenuhi.
Kening UJ berkerut. Mengalirlah kisah yang masih dipendam UJ, bahwa sebenarnya UJ sudah pernah bertanya tentang “bagaimana produk dapat dipasarkan secara online lewat aplikasi Shopee, Lazada, Tokopedia dan lainnya” ke pihak terkait.
Prasyarat contohnya standar kelayakan dan kebersihan tempat seperti ketersediaan pembuangan limbah usaha. Sedangkan syarat administrasi di antaranya mengisi formulir yang tidak cukup satu lembar, melampirkan IMB, dan mendapatkan ijin BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan).
Nah, di titik inilah penulis menyentil UJ,”Pernahkah mendapat tantangan berat dalam mengelola 77 santri dari pihak keluarga dan lingkungan?”.
“Sangat sering. Bukan hanya pernah” Jawab UJ singkat.
“Kalau lembaga pendidikan yang UJ pimpin bisa dikendalikan dan mampu berjalan tanpa menarik upah, berarti UJ lebih mampu mengembangkan wirausaha” Tegasku.
Pak Ustaz terdiam dan terlihat senyumnya kembali mengembang. Bahkan songkok yang mulai tampak butut diletakkannya di meja tamu. Tepuk jidat! Dilakukan oleh UJ yang baik hati ini.
Penulis tekankan, rumit mengurus perijinan dan kerumitan lainnya adalah masukan sangat berharga. Perusahaan besar manapun pasti mengalami hal ini. Sukses segala usaha pasti dimulai dari bawah yang rumit dalam segala hal.
Terlihat UJ mengepalkan tangan tanda semangat. Teruslah semangat UJ. Semoga rezeki mengalir deras sehingga dapat membeli sepeda motor lagi. Semoga pula produk "Tahu Kuning Probolinggo" dapat dipasarkan lewat marketplace.
Sepeda motor “Grand Astrea 1996” yang UJ pakai saat ini dipinjami saudaranya. Sedangkan sepeda motor “Beat 2016” milik UJ dicuri maling sewaktu salat di masjid. Peristiwa tragis, tidak lagi mengenal tempat, dan sulit dibabat tuntas.
Sekian dan Semoga Bermanfaat.
Probolinggo, 28 Januari 2021
Penulis Arif R. Saleh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H