Kita diundang oleh kabar keinginan. “Kangen”, katamu dan kata mereka. Lalu, dunia begitu sibuk menata jari jemari. Menempatkan siang sejajar dan presisi dengan tonggak matahari. Menggiring malam di kaki rembulan nan telanjang.
Kita datang dari berbagai sudut kepentingan yang ditinggalkan. Menempati dinginnya kursi-kursi membisu di hening waktu. Hanya aroma secangkir kopi panas yang masih sempat merintih dan retih. Lalu, jari-jari begitu sibuk merangkai keinginan yang tak kuinginkan.
Kamu mengundang begitu banyak cinta lain nan jauh. Bahkan sangat jauh. Mengarungi samudera dan melesat di angkasa. Menembus getaran-getaran perselingkuhan. Memaksa mendaki lereng curam, hanya untuk “cinta yang seakan kau pendam”.
Dan mereka? diam-diam juga mengkhianati cinta yang kemarin ingin kita satukan. Kulihat, kau semakin bergairah, indah berselingkuh di lingkar hijau nan angkuh. Sedang cinta yang ingin kita tanam, begitu mudah ditenggelamkan. Oleh ironi peradaban, mesin-mesin di altar kebanggaan semu lintas zaman.
Probolinggo, 15 Januari 2021
Puisi Oleh: Arif R. Saleh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H