Akhirnya, di artikel Bunda Rose berjudul “Mengucapkan Janji Pernikahan Mudah (Seri 1)”, aku bisa tersenyum. Mengapa? Ibarat menemukan sebongkah emas, lewat artikel beliau, judul artikel kurasa paling pas dan berbeda dari yang lain.
Dari artikel yang bertebaran di Kompasiana, aku menjadi sosok terkurung. Betul, seakan terpenjara untuk sulit ke luar dari ruang kata. Sebab, hampir semua kata seakan habis dilahap Kompasianer dalam mempersembahkan sebuah artikel untuk Pak Tjip dan Bunda Rose.
Kompasiana, tongkrongan penulis semua golongan. Pak Tjip dan Bunda Rose, biasa aku menyapa beliau berdua di Kompasiana. Lewat blog keroyokan inilah kami saling sapa dan berkomunikasi.
Roselina Tjiptadinata nama Akun beliau di Kompasiana. Apakah Helena Roselina nama daging beliau? Entahlah, aku belum berani menanyakan langsung. Bunda Rose, biasa aku sapa di Kompasiana. Menyebut nama Bunda Rose selalu mengingatkan pada sosok ibuku.
Tjiptadinata Effendi nama lengkap beliau. Apakah Andreas Tjiptadinata nama daging beliau? Aku juga belum punya keberanian menanyakan langsung. Pak Tjip, biasa aku sapa di Kompasiana. Itu saja.
Pak Tjip dan Bunda Rose. Dua nama satu jiwa. Ada yang mau protes? Silahkan. Sekali lagi, Pak Tjip dan Bunda Rose, selalu di hati saat aku berselancar di kanal Kompasiana.
Maaf, terkadang aku lupa menyapa salah satu dari beliau berdua di Kompasiana. Bukan karena aku sengaja. Sebab aku betul-betul menghormati beliau berdua, sehingga urusan kata sapa saja harus tertata dengan tepat. Alhasil, aku kadang lupa menyapa beliau yang selalu hadir di Kompasiana.
Salam takzimku untuk Pak Tjip dan Bunda Rose, hingga tanggal 08 Januari 2021, aku belum merasa puas dan pas menyusun kata demi kata satu artikel untuk beliau berdua. Sampai sebegitunya ya? Silahkan senyum sinis. Aku terima dengan dada terbuka karena memang demikian adanya.
Kami belum pernah bertemu langsung atau melakukan pertemuan tatap muka (PTM) kalau boleh meminjam istilah pembelajaran yang lagi tren. Tetapi, suara bijak Pak Tjip dan Bunda Rose, sudah aku dengar langsung. Bahkan sudah tersimpan dengan aman dan nyaman di memori gadget yang aku punya.
Mendengar suara beliau berdua, tenang dan damai yang aku rasakan. “Bapak/Ibu yang saya cintai” Bunda Rose biasa menyapa lewat suara. “Selamat pagi” atau sesuai kondisi waktu, biasa juga Pak Tjip memberi salam pembuka.
Jangan kaget kalau ditelepon atau menelepon Pak Tjip, samar-samar akan terdengar suara Bunda Rose. Begitupun sebaliknya, jika Bunda Rose mengirim pesan suara lewat WhatApps, akan terdengar suara samar-samar Pak Tjip. Apa artinya? Beliau berdua ibarat sepasang merpati putih. Cinta dan kasih sayang beliau berdua selalu dekat dan sangat dekat. Nggak ingin jauh-jauh kayaknya. Hehehe…