Pandemi belum Usai
Liburan sekolah telah usai. Saatnya kembali belajar. Apakah nantinya kembali belajar akan berlangsung lewat Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau Pembelajaran Tatap Muka (PTM)? Masih diperdebatkan, terus dikaji, dan dianalisis.
Perkembangan jumlah kasus orang terpapar dan meninggal yang disebabkan virus korona di Indonesia fluktuatif. Bahkan cenderung semakin meningkat dan menimbulkan kekhawatiran komunal. Implikasi di bidang pendidikan sangat dimungkinkan pembelajaran Semester Genap kembali menggunakan strategi PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh).
Semakin sering juga masyarakat mendengar para pejabat dan tokoh masyarakat terpapar virus korona. Bahkan tidak sedikit tokoh nasional dan pejabat daerah meninggal dunia akibat virus yang mematikan ini.
Mempertimbangkan keutamaan kesehatan dan keselamatan bersama di masa pandemi, sebagian besar pemerintah daerah menunda pelaksanaan PTM. Artinya, pelaksanaan pembelajaran ke depan masih menggunakan model daring dan luring.
Guru Menatap Masa Depan Lebih Meyakinkan dengan PJJ
Berdasarkan pengalaman pelaksanaan pembelajaran di masa darurat pandemi korona di Semester Ganjil 2020/2021, stakeholder seharusnya lebih bijak dan siap melaksanakan pembelajaran model daring dan luring. Demikian juga pihak lain bukan lagi menjadikan PJJ sebagai polemik.
Khusus jenjang kelas 4 SD ke bawah, selayaknya model luring tetap diterapkan karena masih menapak melek literasi. Serahkan kepada sekolah dan guru, apakah mereka tetap memanfaatkan modul dan tugas terstruktur ataukah punya cara yang lebih efektif maupun efisien. Sedangkan model daring memang selayaknya diberikan kepada jenjang kelas 5 SD ke atas dengan pertimbangan mereka lebih siap melek literasi.
Salah satu media daring yang banyak dimanfaatkan oleh guru adalah Google Classroom. Begitu populernya model LMS milik perusahaan raksasa Google di kalangan pendidik dan tenaga kependidikan, sehingga Kemendikbud meluncurkan Akun Pembelajaran dengan domain belajar.id. Akun elektronik tersebut dapat digunakan oleh peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan untuk mengakses layanan pembelajaran berbasis elektronik. (Kemendikbud.go.id)
Progam Kemendikbud ini sangat terasa manfaatnya, khususnya bagi guru. Dengan Akun Pembelajaran, memungkinkan guru mengakses dan memanfaatkan LMS Google for Education secara gratis. Guru juga dapat lebih melakukan eksplorasi dan ekslploitasi LMS semisal Rumah Belajar dan lainnya.
Mewujudkan PJJ yang Lebih Profesional
Guru sebagai ujung tombak harus tetap melayani pembelajaran dalam kondisi apapun. Tetapi, dalam tataran implementasi di lapangan jangan sekedar bersandar pada semboyan “yang penting mengajar” dan “sekedar menggugurkan kewajiban”.
Jika dua sandaran di atas yang di kedepankan, tanggung jawab moral dan profesi sungguh perlu dipertanyakan. Lantas, bagaimana seharusnya guru dapat lebih menghargai profesinya dan melayani anak-anak bangsa untuk tetap dapat belajar sesuai dengan tugas dan profesinya? Ada beberapa cara di bawah ini:
Pertama, Terus Belajar dan Meningkatkan Kemampuan Teknologi dan Informasi (TI). Mungkin sebagian guru di Semester Ganjil kemarin sudah puas dengan memanfaatkan WhatApps Group (WAG). Jangan pernah merasa puas belajar dan melayani pembelajaran. Guru ibarat idiom “digugu lan ditiru/didengar dan ditiru” seharusnya tidak pernah merasa puas.
Ingat, perkembangan TI begitu pesat. Sekali guru diam dan berpuas diri (tidak mau ke luar dari zona nyaman) maka akan ditinggalkan kemajuan jaman. Bahkan bisa jadi blunder manakala siswanya lebih mampu menguasai TI daripada gurunya. Jelas ini dapat menjatuhkan martabat profesi guru.
Kedua, Rancang Pembelajaran yang Menyenangkan. Bisakah dengan PJJ dibangun suasana belajar yang menyenangkan? Sangat bisa, bergantung pada kemauan dan kemampuan guru mengeksplorasi dan mengeksploitasi teknologi dan informasi untuk pembelajaran.
Bagaimana caranya? Banyak cara, misalkan dengan merancang dan menerapkan media pembelajaran Power Point Interaktif. Saya yakin sudah banyak guru mampu “mengulik” fitur animations dan trigger. Jelas hasilnya sangat beda dan sangat interaktif. Bagi guru yang sudah mahir “berbagilah”, sedangkan bagi guru yang kurang mahir “segeralah memulai dan terus belajar mengembangkan diri”.
Ketiga, Kurangi dan Hindari Kesalahan Penerapan Keilmuan. Pekerjaan guru adalah profesi. Tidak semua dan sembarang orang boleh “mengajar” dan “mendidik”. Etika profesi guru dapat terus terjaga jika keilmuan tentang mengajar dan mendidik mampu diterapkan secara ilmiah dan dapat dipertanggung jawabkan.
Guru dalam penguasaan ilmu TI, contoh penguasaan fitur Google Classroom, harus mampu membedakan dan menerapkan fitur “Forum” dan “Tugas Kelas”. Jangan sampai fitur “Forum” dimanfaatkan untuk “Tugas Kelas” atau sebaliknya.
Ada kesalahan fatal jika ini salah diterapkan. Tugas siswa yang diunggah ke “Forum” akan dilihat siswa lain. Akibatnya, terjadi proses ketidakjujuran/kecurangan yang disebabkan kekurang mampuan guru menguasai TI dan memberi rambu-rambu pemanfaatan fitur yang ada di Google Classroom. Kesalahan ini hanya dapat diperbaiki dengan guru terus belajar dan membuka diri pada perkembangan TI.
Biasakan memberi umpan balik dan reward dengan “kalimat positif” yang dapat menggugah semangat belajar dan bangga atas hasil usaha siswa. Kalimat “Adakah Kejadian yang Lebih Luar Biasa?”, “Apa Dampak Lanjutannya Jika Dibiarkan?”, “Luar Biasa”, “Usaha yang Hebat”, adalah sedikit contoh umpan balik dan reward yang dapat menggugah dan bangga atas proses maupun hasil belajar yang langsung dapat dirasakan oleh siswa. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H