Hai...
Engkau tancapkan tombak di dagumu
Menopang tanya
Tanya yang menggelinding
Dan menggelombang di kotak itu
Karena kau diam, akupun diam
Kita nikmati yang ada
Menikmati hiruk pikuk yang belum mampu didiamkan itu
Dan kembali menghadirkan tanda tanya, mungkinkah membola dan meledak?
Tiba-tiba engkau menangis
Menangisi tragedi yang tertutup rapat di kotak pandora
Padahal, sudah banyak cara untuk membukanya, hanya putus asa hasilnya
Katamu terbata-bata diiringi sedu sedanmu nan mendayu-dayu
Aku diam
Diamku bukanlah simbol kebisuan ataupun ketulian yang biasa kau semat
Manakala telinga seakan tak mendengar dan mulut saling kunci rapat
Sebab aku berpikir, mengapa tanda tanya selalu ada?
Engkau beringsut, mendekat
Tanganmu kau lambai-lambaikan di depan mataku
Menggoda ketajamanku, tajam untuk melihat dan membaca
Bahkan menuliskan prediksi-prediksi, andaikan ledakan-ledakan terjadi
Akankah ledakan-ledakan meluluh-lantakkan negeri ini?
Berkeping-keping dan berdarah-darah serupa di jazirah itu?
Ataukah kanibalisme menampakkan wujudnya seperti yang dulu-dulu itu?
Sesungguhnya, negeri indah ini dalam incaran kuku-kuku tajam kekuatan global
Yang kita belum menyadarinya, ataukah ada yang sudah bermain di dalamnya
Suara bedug dan lonceng
Menyadarkan lamunan kita
Untuk menyudahi tanda tanya
Untuk segera berdo'a pada-Nya Â
Untuk segera menyadari, arti tanda tanya-tanda tanya yang masih membola
Kademangan, 17.10.2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!