Heran. Betul-betul Harsa dibuat heran. Kurang apalagi? Di wilayah kabupaten, Harsa dikenal paling kaya. Andai dikalkulasi, kekayaannya mungkin sebanding dengan bupati, yang memang sama-sama pengusaha sukses.
Kedudukan? Rasanya, hanya Harsa politisi termuda. Wakil rakyat yang lagi naik daun se-kabupaten. Bisa jadi, politisi termuda di senayan. Nantinya.
Wajah dan bodi? Ah, andai saja Harsa mau merayu Vanessa Angel, nggak sulit rasanya. Jelas sebanding. Pasangan serasi jika diajak jalan-jalan di sepanjang Pantai Kuta. Tampan dan atletis, itu yang banyak orang bilang.
Namun, semua yang Harsa punya, tak berarti apa-apa. Takada guna di depan Adelicia Calista. Sungguh, gadis semampai yang super manis nan cantik, sedikitpun tak menaruh hati pada Harsa.
Kulit Licia kuning gading dan bersih. Rambutnya sebahu, lebat berkilau. Mata nan mempesona, mirip Marissa Haque, namun lebih lentik. Seperti maskara terindah. Senyumnya, ah....membikin sakaw yang melihatnya. Sungguh, cipta pesona keagungan Sang Maha Kuasa. Â
Sudah tiga bulan Harsa berusaha merebut hati Licia. Tetapi, seakan membentur tembok benteng nan kokoh. Sedikitpun, Licia tidak terpengaruh rayuan Harsa. Sama sekali tak tertarik dengan tampilan, harta, dan kedudukan yang Harsa miliki.
Padahal, kedua orang tua Licia, sudah memberi kode alam. Setuju dengan keinginan Harsa mempersunting Licia. Namun, mereka wanti-wanti, agar Harsa hati-hati merebut hati Licia. Jangan terlalu memaksa, karena Licia sepertinya sudah tertarik pada seseorang. Entah siapa.
Sore itu, Harsa menyempatkan singgah ke rumah Licia. Mumpung Sabtu sore. Kesempatan tepat kembali mengutarakan isi hati. Andai Licia mau, malam Minggu akan terasa lebih indah bagi Harsa.
"Licia, mau nggak jalan-jalan ke pantai? Nanti malam"
"Maaf Mas, Licia banyak kerjaan. Mempersiapkan proposal skripsi. Mana harus disetor online lagi"
"Oh...., ya sudah. Nggak apa-apa"