Mohon tunggu...
ARIF R. SALEH
ARIF R. SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Apa Kabar, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa?

23 September 2020   13:30 Diperbarui: 23 September 2020   13:45 549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Joko Widodo menyerahkan Sang Saka Merah Putih kepada anggota Paskibraka dalam upacara peringatan HUT Ke-74 Republik Indonesia di Istana Negara. Sumber: Kompas, 18 Agustus 2019.

“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri". -Sukarno -

Sejarah Bangsa dan Diskursus Tak Pernah Usai

Penulis lebih senang menggunakan istilah “Sejarah Bangsa”. Bicara sejarah bangsa, seharusnya kita bangga. Namun, rasa bangga seketika lenyap kala ditimpuk sengat “Sejarah adalah Produk Kaum Nepotik Orde Baru” oleh anak-anak bangsa sendiri. Apakah karena campur tangan Orde Baru, lantas seluruh konten sejarah bangsa kita digeneralisir sebagai “Permainan Politik”? Ditunggangi kepentingan golongan politik tertentu. Titipan dari generasi nepotik akut.

Pemikiran yang naïf. Bahkan bisa jadi, ingin menghancurkan jati diri bangsa. Halus menghapus ingatan sebagai bangsa yang dilahirkan dari sejarah dengan diskursus yang tak pernah usai. Memposisikan sejarah bangsa begitu lemah. Tidak ada rasa bangga. Mengikis habis kepercayaan generasi yang dilahirkan dari darah revolusi.

Upacara Peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia yang pertama di Yogyakarta. Sumber: IPPHOS. Kompaspedia.kompas.id
Upacara Peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia yang pertama di Yogyakarta. Sumber: IPPHOS. Kompaspedia.kompas.id
Mereka yang telah dan terus berusaha mengubur sejarah bangsa, mengambil dan membangun panggungnya melebihi “Ahli Sejarah”. Begitu ganteng memelintir tiap-tiap detik kejadian masa lalu. Begitu cantik membungkus kepentingan terselubung di atas lontar dengan lapisan tipis atas nama demokrasi.

Membentuk klandestin diskursus. Merayap di ruang-ruang senyap. Menyembul kuat di media. Membuat pondasi dan terus meninggikan dinding-dinding untuk “Menjauhkan sejarah bangsa dari generasi di tiap jaman”. Hingga, tanpa kita sadari, semakin jauh rasanya nilai heroik dan patriotik melekat di dada yang tak lagi bidang ini.

Presiden Soeharto serta Wakil Presiden dan Ny. Tuti Try Sutrisno menghadiri Hari Ulang Tahun Ke-52 Kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Merdeka. Sumber: Kompas, 18 Agustus 1997.
Presiden Soeharto serta Wakil Presiden dan Ny. Tuti Try Sutrisno menghadiri Hari Ulang Tahun Ke-52 Kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Merdeka. Sumber: Kompas, 18 Agustus 1997.

Kisah Sejarah: Dari Tjoet Nja’ Dhien hingga Mohammad Toha

Jaman dahulu, pemerintah lewat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud)  menempatkan sejarah bangsa dalam satu bingkai pelajaran “Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa” (PSPB). Pelajaran yang aktual untuk mengawal lahir dan tegaknya NKRI. Bangsa yang dibesarkan oleh revolusi yang tak pernah usai.

Disebab dinamika politik, pelajaran PSPB yang mengedepankan nilai-nilai patriotik dan heroik ini disuntik mati. Terkubur dalam liang lahat. Akibatnya, generasi penerus bangsa kurang memahami sejarah bangsanya secara utuh. Pelajaran Sejarah sekedar titipan di IPS jenjang pendidikan dasar.  

Saat PSPB muncul sebagai pelajaran, sejarah bangsa dibangun bukan hanya didasarkan diktum-diktum kronologis. Banyak buku sejarah kepahlawanan dapat ditemukan di ruang perpustakaan dan ruang lainnya. Diangkat melalui proyek pemerintah dan betul-betul menghiasi perpustakaan sekolah. Tokoh sejarah nasional dari Sabang sampai Merauke begitu mudah kita temukan. Untuk kita baca dan pahami, kemudian ambil nilai-nilai kepahlawanannya. Masih ingat khan?....

Presiden BJ Habibie menyerahkan Bendera Pusaka Merah Putih dan duplikat Bendera Pusaka Merah Putih pada upacara peringatan HUT Kemerdekaan RI Ke-53 di Istana Merdeka. Sumber: Kompas, 18 Agustus 1998.
Presiden BJ Habibie menyerahkan Bendera Pusaka Merah Putih dan duplikat Bendera Pusaka Merah Putih pada upacara peringatan HUT Kemerdekaan RI Ke-53 di Istana Merdeka. Sumber: Kompas, 18 Agustus 1998.
Tjoet Nja’ Dhien yang melegenda hingga Mohammad Toha sang pemuda Desa Banceuy yang gemar “Telur Mata Sapi” dari Bandung, begitu heroik dan patriotik kisahnya. Begitu membekas nilai-nilai kepahlawanannya. Sekarang? Coba cari dan temukan di perpustakaan yang ada. Andaipun bisa ditemukan, tidak banyak jumlahnya, dan tidak banyak yang menyentuh apalagi membacanya.

Bagaimana kita dapat menggali nilai-nilai sejarah kepahlawanan? Jika hanya untuk membaca susah didapat dan enggan membacanya. Bagaimana kita bisa membumikan nilai-nilai sejarah bangsa? Kalau digeneralisir membabibuta dan dikubur begitu dalam, lalu kita diam saja? Coba pikir ulang dan jawab secara jujur. Sudah tepatkah kacamata kita memposisikan sejarah bangsa?. Anda berpikir ulang, Anda yang menjawabnya.

Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri menyerahkan duplikat Sang Saka Merah Putih kepada anggota Paskibraka pada upacara peringatan HUT Ke-55 Kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Merdeka. Sumber: Kompas, 18 Agustus 2000.
Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri menyerahkan duplikat Sang Saka Merah Putih kepada anggota Paskibraka pada upacara peringatan HUT Ke-55 Kemerdekaan Republik Indonesia di Istana Merdeka. Sumber: Kompas, 18 Agustus 2000.

Reaktualisasi Pelajaran PSPB

Kembalikan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) ke lingkungan sekolah. Masukkan kembali pelajaran PSPB di kurikulum. Tentu dengan kajian mendalam untuk menghapus anasir-anasir pembelokan sejarah.

Reaktualisasi pelajaran PSPB bisa dimulai di jenjang pendidikan dasar. Jenjang sekolah yang memungkinkan pintu terbuka lebar untuk generasi penerus lebih dini tahu dan paham sejarah bangsanya. Sejarah yang dibangun seibarat gelombang lautan. Naik turun ke permukaan dalam kemelut panjang menuju Indonesia merdeka. Kemerdekaan yang merenggut banyak korban untuk mempertahankannya, baik dari rongrongan pihak bangsa luar maupun dari dalam diri bangsa sendiri.

Presiden Megawati Soekarnoputri menyerahkan Bendera Pusaka kepada anggota Paskibraka pada acara peringatan Ke-57 detik-detik Proklamasi RI di Istana Merdeka. Sumber: Kompas, 18 Agustus 2002.
Presiden Megawati Soekarnoputri menyerahkan Bendera Pusaka kepada anggota Paskibraka pada acara peringatan Ke-57 detik-detik Proklamasi RI di Istana Merdeka. Sumber: Kompas, 18 Agustus 2002.
Bangkitnya dunia literasi melahirkan penulis-penulis handal. Hidupkan kembali event “Sayembara Menulis Sejarah Bangsa”. Event yang kembali mengangkat nilai-nilai sejarah bangsa dalam bentuk karya sastra. Memungkinkan untuk kembali di reaktualisasi dalam bentuk audio visual dengan dukungan kecanggihan teknologi.

Libatkan ahli sejarah dan guru. Mereka tahu dan paham betul apa yang harus disajikan kepada generasi penerus. Jauhkan pengaruh yang hanya menempatkan dirinya pada panggung tertentu. Panggung yang hanya ingin menggerus nilai-nilai sejarah bangsa, bahkan mengubur begitu dalam. Berusaha mengaburkan sejarah bangsa lewat generalisir sepihak secara sistemik dan masif.

Dengan sayembara, ada keseimbangan antara kebutuhan dan reward secara proporsional. Sehingga akan kembali banyak karya berlatar sejarah yang bisa dijadikan rujukan guna memenuhi dahaga rasa patriotik dan heroik yang cukup lama terkubur.

Dengan kecanggihan teknologi, sejarah bangsa dalam bentuk karya cerpen, buku pelajaran berseri, komik sejarah, film berlatar sejarah dan format lainnya sangat memungkinkan untuk di reaktualisasi. Tentu dengan mempertimbangkan tingkat usia dan kemampuan siswa.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima Bendera Pusaka dari anggota Paskibraka pada upacara detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI yang Ke-60 di Istana Merdeka. Sumber: Kompas, 18 Agustus 2005.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerima Bendera Pusaka dari anggota Paskibraka pada upacara detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI yang Ke-60 di Istana Merdeka. Sumber: Kompas, 18 Agustus 2005.
Teknologi yang semakin canggih, sangat memungkinkan historiografi dapat divisualkan. Menciptakan konten sejarah bangsa yang menarik. Memungkinkan siswa dan guru mengeksplorasi kisah sejarah bangsanya dalam beragam media dan metode. Mengambil nilai-nilai sejarah sebagai cerminan bersikap dan bertindak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Reaktualisasi pelajaran PSPB di jenjang pendidikan dasar lebih bijak untuk segera dieksekusi. Bersanding dengan mewajibkan Mata Pelajaran Sejarah di jenjang pendidikan menengah. Bersama mengawal NKRI sebagai bangsa dan negara bermartabat. Tidak mudah goyah dan runtuh di tengah gelombang pasang surut perubahan dan tuntutan jaman. Semoga.  

Rujukan :

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun