Ganti Menteri, Ganti Kurikulum
Nadiem Anwar Makarim. Muncul sebagai salah satu sosok milenial di Kabinet Indonesia Maju. Terpilihnya Mas Nadiem (panggilan akrabnya), jelas melalui pertimbangan matang. Dianggap mampu membawa perubahan fundamental gerbong Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Ibarat proklamasi, pemindahan kekuasaan dan lain-lain berjalan cepat. Program “Merdeka Belajar” digelindingkan. Mengubur Ujian Nasional dan permasalahannya yang tak kunjung kelar. Memberi harapan besar adanya perubahan sektoral.
Terkini, Mas Nadiem kembali melempar granat di tengah gempuran virus korona yang kembali ganas. Tidak tanggung-tanggung, wacana perubahan kurikulum kembali meledak di tengah diskursus pro-kontra belajar di masa pandemi korona.
Kurikulum 2021 akan menitikberatkan penyesuaian konten, asapnya mengepul ke segala arah. Hingga pameo “Ganti Menteri Ganti Kurikulum” kembali mengemuka di jagat media. Apakah cukup penyesuaian konten saja yang perlu dibongkar? Tidak adakah hal urgen lain yang perlu dicongkel untuk membuang penyakit di tubuh lembaga yang pernah dipimpin Ki Hajar Dewantara ini? Perlu untuk kita ulas lebih dalam.
Dinamika Kurikulum Era 4.0 (Think Locally and Act Globally)
Pendidikan di Indonesia tidak lepas dari adanya perubahan dan penyesuaian. Dari waktu ke waktu ada dinamika. Bahkan sering terjadi dan menjadi sorotan tajam masyarakat. Sehingga setiap ada pergantian menteri pendidikan, pameo “Ganti Menteri Ganti Kurikulum” mengemuka dan menggelinding liar.
Penilaian masyarakat terbukti. Ganti menteri ganti kurikulum betul terjadi. Ambil contoh saja 4 menteri yang masih kita ingat seperti Mohammad Nuh, Anies Baswedan, Muhadjir Effendy, dan Nadiem Anwar Makarim. Keempat tokoh ini menjadi nakhoda kapal besar KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), Kurikulum 2013, dan wacana Kurikulum 2021.
Proses panjang dinamika kurikulum di Indonesia sebetulnya lebih diarahkan pada penyesuaian situasional. Mengikuti perkembangan dan tuntutan jaman. Memiliki tahapan-tahapan untuk mereviu dan merevisi. Memberikan layanan terbaik kepada peserta didik. Mengubah sudut pandang teacher centered ke student centered.
Konsep student centered menuntut guru bukan lagi sebagai kamus berjalan. Transfer knowledge tidak cukup hanya disampaikan lewat ceramah. Hanya mengedepankan capaian aspek knowledge. Mengesampingkan ketercapaian aspek psikomotoric dan character value.