Mohon tunggu...
ARIF R. SALEH
ARIF R. SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Google Apps, Aplikasi Guru Melek IT Nan Easy Tools

9 Agustus 2020   13:50 Diperbarui: 12 Agustus 2020   18:08 1879
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampilan StreetView Lewat Google Maps. Screenshot Dokpri.

Guru adalah Pekerjaan Profesi

Pekerjaan guru atau pendidik adalah profesi. Sederajat gelar, sebutan, dan prasyarat yang disematkan ke profesi dokter, arsitek, perawat dan lainnya. Meskipun gaji guru (khususnya honorer) "jauh panggang dari api", namanya profesi tidak serampangan tata kerja yang dilakukan.

Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) Nomor 20 tahun 2003 Bab XI Pasal 39 menyatakan bahwa "Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi".

Pasal 40 UU Sisdiknas ditegaskan juga "Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; serta mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan".

Tuntutan kewajiban yang tidak mudah. Harus diwujudkan oleh guru atau pendidik. Pertanyaannya, apakah semua guru sudah mampu memenuhi amanat dan kewajiban yang tertuang di UU Sisdiknas? Menarik untuk dikupas, mumpung masih banyak hal yang "dikukus" oleh netizen dan pengamat di berbagai lini media dan kesempatan.

Menyoal Profesi Guru

Pekerjaan guru sebagai profesi yang paling kasat mata adalah merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai hasil pembelajaran. Tiga kata aktivitas kerja guru dalam merencakan, melaksanakan, dan menilai hasil pembelajaran wajib memenuhi standar nasional pendidikan (SNP).

Standar Nasional Pendidikan pada kompetensi pendidik khususnya kompetensi profesional menuntut guru memiliki kompetensi minimal. Kompetensi yang mempersyaratkan penguasaan pengetahuan bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau seni dan budaya yang diampunya.

Menggaris bawahi penguasaan teknologi, tidak semua guru kompeten (menguasai) teknologi yang berkembang sangat pesat. Tidak semua guru kompeten penerapan teknologi dan informatika dalam merancang, melaksanakan, dan menilai hasil pembelajaran.

Beberapa kelemahan guru dalam penguasaan teknologi informasi dapat "diungkit sedikit" sebagai berikut:

Pertama, Copy Paste Perangkat Pembelajaran. Perangkat pembelajaran adalah pegangan guru sebelum melaksanakan pembelajaran.

Perangkat Pembelajaran meliputi Struktur Kurikulum sebagai pedoman dan tujuan pembelajaran, Program Tahunan, Program Semester, Silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Penilaian, dan Tindak Lanjut.

Dari sini, yang bukan guru atau yang berprofesi bukan guru jelas pikiran mulai terbuka "banyak juga tugas profesi guru". Sedangkan bagi guru, yang tidak mau ribet dan berpikiran yang penting mengajar ada jurus ampuh potong kompas memenuhi kewajiban. Jurus ampuh ini bernama "Copy Paste".

Perangkat Pembelajaran yang mereka miliki bukan disusun sendiri melainkan "Copy Paste" milik sejawat. Cara instan ini mereka dapatkan dari berbagai forum dan media. Forum KKG, MGMP dan sejenisnya memang memberikan kemudahan dalam berkolaborasi, termasuk sharing perangkat pembelajaran.

Media sosial semacam WhatApps, Facebook dan sejenisnya juga sarana mumpuni mendapatkan perangkat pembelajaran yang dibutuhkan. Lantas, apakah haram yang mereka lakukan? Jawabannya Tidak, selama guru mau memodifikasi dan merekontruksi sesuai lingkungan belajar.

Jikapun ada yang sekedar "Copas" dan langsung pakai, jelas dalam tataran pelaksanaan dan penilaian (out put) juga berantakan. Bahkan tidak "nyambung" sama sekali antara perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran.

Kedua, Terkungkung Metode Pembelajaran Konvensional. Guru "Gaptek" (Gagap teknologi) cara mengidentifikasinya gampang.

Secara direct, mereka mengandalkan metode ceramah yang cenderung teacher centered. Lebih miris lagi, metode CBSH (Catat Buku Sampai Habis) menjadi senjata andalan. Baca singkatan ini, penulis yakin para guru "mesam mesem".

Secara indirect, sebenarnya para guru mulai melek IT (Information technology). Apalagi dengan terjadinya pandemi Virus Corona yang menuntut pembelajaran berbasis internet. Cuma, kemampuan IT mereka sebatas "jepret" materi di buku atau LKS (Lembar Kerja Siswa) lewat smartphone dan share ke WAG Kelas.

Membosankan, kata yang melekat dari metode konvensional ini. Seibarat menu makanan, siswa hanya disuguhi tahu dan tempe goreng. Makanan khas tradisional yang masih melegenda.

Padahal banyak cara untuk mengkreasi "tahu dan tempe" yang dikombinasikan dengan bahan lain melalui penguasaan IT agar pembelajaran menarik, menyenangkan, dan tidak membosankan.

Ketiga, Teknik Penilaian Berbasis LKS dari Penerbit. Bukan rahasia, LKS dari penerbit masih menjadi bisnis menggiurkan. Dengan LKS, pekerjaan guru "sedikit terbantu". Kenapa hanya sedikit terbantu? Sebab, proses koreksi hasil dilakukan dengan manual.

Dengan koreksi manual, sebetulnya pekerjaan guru bertambah berat. Guru harus "memelototi" satu-persatu hasil pekerjaan siswa. Memberi skor yang benar, mencoret yang salah. Kemudian memindah dan mengolah nilai siswa satu persatu pada Buku Nilai.

Apakah ada cara, teknik, atau metode yang dapat menjadikan pekerjaan guru lebih ringan,  efisien, dan efektif? Lebih-lebih di masa pandemi Virus Corona yang menuntut guru melaksanakan pembelajaran dengan strategi luring maupun daring? Jawabannya, Ada. Manfaatkan IT semisal Google Apps.

Google Apps, Membantu Guru Inovatif dan Kreatif dalam Pembelajaran

Penulis merekomendasikan aplikasi Google Apps untuk mendukung keterlaksanaan pembelajaran dalam kondisi apapun. Mengapa Google Apps?

Asalkan guru punya perangkat komputer maupun gawai yang terkoneksi dengan internet aktif, aplikasi ini banyak membantu pekerjaan guru sebagai profesi.

Aplikasi yang ada di Google Apps mudah dijalankan (Easy Tools). Guru yang punya kemauan, mampu menjalankan aplikasi di Google Apps. Yakin, seyakin yakinnya. Banyak cara belajar aplikasi di Google Apps, bisa dengan tutorial video, bertanya pada teman, atau berkolaborasi di dunia maya dengan aplikasi video teleconverence. Inilah keunggulan Google Apps.

Tampilan Google Apps di Windows 7. Screenshot Dokpri.
Tampilan Google Apps di Windows 7. Screenshot Dokpri.
Awalnya, Google Apps digunakan perusahaan untuk menjalankan bisnis (silahkan baca di sites.google.com, Wikipedia dan literatur lainnya). Penambahan fitur Classroom memberi ruang dunia pendidikan untuk lebih memanfaatkan aplikasi yang mudah digunakan ini.

Dengan hanya memiliki akun Google, guru dan siswa bisa melaksanakan pembelajaran dalam kondisi apapun dan di manapun. Apakah di masa pandemi yang memaksa berbasis internet, ataukah nantinya kembali ke depan kelas, aplikasi ini tetap dibutuhkan dan sangat bermanfaat untuk menunjang kegiatan pembelajaran.

Google Apps seibarat rumah. Di dalamnya banyak ruang (fitur) yang menyediakan aplikasi untuk dapat digunakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Berikut fitur-fitur di Google Apps yang mendukung pembelajaran dan sudah penulis manfaatkan untuk pembelajaran dalam berbagai kondisi.

Tampilan Google Classroom. Screenshot Dokpri.
Tampilan Google Classroom. Screenshot Dokpri.
Google Classroom. Edy Sunarko, dalam artikelnya di laman Guru Berbagi-Kemendikbud menyatakan bahwa Google Classroom  sangat membantu pekerjaan guru melakukan pembelajaran di mana saja, bukan hanya di dalam kelas.

Google Classroom membantu siswa dan pengajar mengorganisir tugas, meningkatkan kolaborasi, dan menumbuhkan komunikasi yang lebih baik.(edu.google.com)

Aplikasi pembelajaran online gratis ini banyak dimanfaatkan guru dan siswa untuk tetap belajar dari dan di manapun berada. Bisa diakses dan dioperasikan dari komputer, netbook, tablet, maupun smartphone.

Langkah awal, guru dan siswa wajib mempunyai google email. Kemudian guru membuat kelas dan mengundang siswa melalui email ataupun kode unik yang dibagikan lewat media online seperti WhatApps dan lainnya.

Informasi penting dan kegiatan pembelajaran dapat dikendalikan guru dari manapun asalkan sinyal dan kuota internet mumpuni. Merupakan aplikasi pembelajaran berbasis internet dan otomatisasi penyimpanan file ke Cloud melalui Google Drive.

Tampilan menu di Google Classroom sangat familiar atau mudah digunakan. Dengan Google Classroom, guru dapat  memberikan tugas, menilai, mengirim masukan, dan melihat aktivitas pembelajaran di satu tempat.

Tampilan Google Slide. Screenshot Dokpri.
Tampilan Google Slide. Screenshot Dokpri.
Google Slide. Melalui aplikasi Google Slide, guru lebih efektif merancang presentasi secara interaktif. Guru dapat berkreasi, menyisipkan kegiatan diskusi, pengamatan gambar dan sebagainya.

Dengan Google Slide, presentasi di mana saja bisa dibuat dan diedit oleh guru. Juga meminimalkan masalah saat dijalankan di aplikasi windows maupun android.

Kalau hanya mendownload atau memakai power point dari penerbit (misal), hanya mengutamakan penyajian materi yang kaku dan kurang menyentuh aktivitas siswa untuk mengamati, menanya, dan kegiatan student centered lainnya.

Penulis sudah mengaplikasikan dan membandingkan antara menduplikasi dan merancang sendiri media pembelajaran dalam bentuk presentasi online. Hasilnya, dengan merancang sendiri lewat aplikasi Google Slide, rerata nilai Mata Pelajaran IPS Kelas IX melampaui Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).

Artinya, dengan guru menyusun sendiri materi maupun media pembelajaran memanfaatkan teknologi yang ada, anak-anak lebih paham dan ketercapaian KKM terpenuhi dan atau terlampaui.

Hasil riil di atas tentunya dapat dimanfaatkan lebih lanjut oleh guru untuk menyusun Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Apapun kendala dan tantangannya, PTK dapat disusun dalam berbagai kondisi termasuk pembelajaran di masa kedaruratan pandemi Virus Corona.

 

Tampilan Soal di Google Form. Screeshot Dokpri.
Tampilan Soal di Google Form. Screeshot Dokpri.
Google Form. Aplikasi ini sangat membantu guru melakukan penilaian. Guru dapat merancang dan melaksanakan penilaian bentuk pilihan ganda (multiple choice), benar-salah (True -False) dan pilihan lainnya secara interaktif.

Dikatakan interaktif karena aplikasi ini terhubung langsung dengan penelusuran gambar yang bisa disisipkan ke soal. Gambar bisa disisipkan melalui beberapa cara yang mudah diaplikasikan antara lain lewat unggah file folder, kamera, alamat url, dokumen foto, google drive, maupun penelusuran gambar di mesin pencari google.

Aplikasi google form membantu guru tanpa harus ribet mengoreksi hasil penilaian satu persatu. Proses koreksi hasil penilaian sudah dilakukan secara otomatisasi. Guru tinggal mengolah hasil penilaian lewat spreadsheet yang bisa didownload secara langsung untuk dianalisis lebih lanjut.

Tampilan StreetView Lewat Google Maps. Screenshot Dokpri.
Tampilan StreetView Lewat Google Maps. Screenshot Dokpri.
Google Maps. Google Maps adalah layanan pemetaan web yang dikembangkan oleh Google. Layanan ini memberikan citra satelit, peta jalan, panorama 360, kondisi lalu lintas, dan perencanaan rute untuk bepergian dengan berjalan kaki, mobil, sepeda (versi beta), atau angkutan umum. (Wikipedia.com).

Dengan bantuan google maps, platform pembelajaran bisa dirancang lebih interaktif. Jika berbasis video seperti ScreenCast-O-Matic (contohnya), guru dan siswa dapat berselancar ke tempat-tempat yang diinginkan sesuai kebutuhan materi pembelajaran.

Apalagi jika dikombinasikan dengan aplikasi berbasis video teleconference seperti zoom, google meet dan yang lain, memungkinkan komunikasi dan penyampaian informasi multi arah yang sangat interaktif dan tidak membosankan.

Diskusi multi arah secara direct maupun chatting sangat memungkinkan guru dan siswa mengkomunikasikan proses pembelajaran lebih bermakna.

Tampilan Google Play. Screenshot Dokpri.
Tampilan Google Play. Screenshot Dokpri.
Google Play. Ingin tahu novel pertama di dunia tentang Virus Corona. Novel berjudul "Lock Down: Asa Cinta dan Zahira" karya Novelis M. Aji Surya, lulusan pesantren yang melanjutkan pendidikan di UII, UGM dan UI. Karya fiksi ini terpajang di Google Play.

Google Play Store adalah wadah bagi para pengguna perangkat Android. Play Store memberi beragam aplikasi dan game untuk diunduh. (Suara.com)

Dinukil dari Wikipedia, Google Play (sebelumnya Android Market) adalah layanan distribusi digital yang dioperasikan dan dikembangkan oleh Google.

Google Play berfungsi sebagai toko aplikasi resmi untuk sistem operasi Android, yang memungkinkan pengguna untuk menelusuri dan mengunduh aplikasi yang dikembangkan dengan Android software development kit (SDK) dan diterbitkan melalui Google. Google Play juga berfungsi sebagai toko media digital, yang menawarkan program musik, buku, film, dan televisi.

Guru dan siswa dapat menjelajahi produk buku yang bisa mendukung proses pembelajaran. Tentunya dengan mengikuti persyaratan dan alur jual beli toko digital yang dikembangkan perusahaan Google. Setidaknya, informasi awal tentang produk buku dan layanan hiburan lewat film maupun televisi kita dapatkan lewat fitur ini.

Jangan khawatir tentang keamanan hal yang berbau pornografi. Terdapat setelan atau pengaturan yang dapat dikendalikan orang tua agar anak-anak terhindar dan tidak mengakses hal yang berkaitan dengan konten pornografi dan berbahaya lainnya.

Mungkin dari pembaca ada yang masih mengganjal di pikiran, apa kaitan Google Play dengan proses pembelajaran? Untuk anak yang masih belajar membaca dan berhitung, guru bisa memberi informasi games edukasi di Play Store yang sesuai dengan perkembangan siswa. Melalui games edukasi anak lebih terbantu belajar membaca dan berhitung. 

Contoh games edukasi di atas adalah Marbel Belajar Membaca dan Mengeja. Marbel menggabungkan konsep belajar dan bermain menjadi satu sehingga melahirkan cara belajar yang lebih menyenangkan.

Masih banyak games edukasi lainnya yang mungkin orang tua dan anak tidak atau belum mendapatkan informasi di jaman digital ini. Di sinilah peran guru untuk mengkomunikasikan kebermanfaatan teknologi bagi perkembangan pendidikan anak dan peran orang tua.

Tampilan Google Drive. Screenshot Dokpri.
Tampilan Google Drive. Screenshot Dokpri.
Google Drive. Dikutip dari website Google, Aplikasi Google Drive dapat melakukan aktivitas simpan, bagikan, dan akses file dari perangkat mana pun. Dapat melakukan penyimpanan 15 GB pertama secara gratis.

Pada menu Drive Saya, bermacam aplikasi dapat dijalankan dan secara otomatis tersimpan di Google Drive. Google Slide, Google Form, Google Maps, Google Gambar dapat dirancang dan dibagikan secara langsung baik melalui link maupun tautan file.

Penutup

Demikian sekilas manfaat Google Apps. Satu aplikasi yang disediakan secara gratis (standar) dan berbayar (premium). Aplikasi berbasis internet ini sangat membantu pembelajaran dalam kondisi apapun secara lebih bermakna. Masih banyak aplikasi lainnya yang bisa dijalankan guru di Google Apps.

Ingat, IT berkembang begitu pesat. Guru dituntut untuk meningkatkan kompetensi. Penguasaan IT oleh guru lebih mampu menghadirkan pembelajaran yang menyenangkan dan student centered. Sehingga tujuan pendidikan lebih terbantu untuk dapat dicapai.

Dengan kemampuan IT yang mumpuni, kompetensi guru meningkat. Guru sebagai profesi layak disematkan. Guru juga bisa lebih berimprovisasi, inovatif dan kreatif. Terpenting, jangan lagi gampang menggugat guru "Sekedar Makan gaji Buta". Sekian.

Daftar Rujukan:

  1. Edy Sunarko, 2020. Pemanfaatan Google Classroom dalam Pembelajaran Daring. (Dalam: guruberbagi.kemdikbud.go.id)
  2. luk.staff.ugm.ac.id
  3. play.google.com
  4. dewaweb.com
  5. google.com/intl  
  6. suara.com
  7. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 16 tahun 2007 tentang Kualifikasi Guru.
  8. Undang-undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
  9. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun