Mohon tunggu...
ARIF R. SALEH
ARIF R. SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pengalaman Mendampingi Pasien Selama Pandemi Covid-19

18 Juli 2020   10:23 Diperbarui: 18 Juli 2020   18:59 1074
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Sepi Beranda IGD Pasien Non Covid-19, Pukul Dua Dini Hari. DokPri.

"Pak! Tolong ya.... Jangan lagi bawa anak!"

"Anak saya pasien Pak.... Ini mau pulang"

Sergah Satpam di pintu keluar. Waduh!.... sebegitu gawatnya ya.... Tapi memang ketegasan seperti ini yang diperlukan. Salut untuk rumah sakit yang berperan sangat vital dalam mencegah dan menangani pasien di masa pandemi CoVid-19.

Senin sore, 13 Juli 2020, tiba-tiba anak semata wayang saya yang umur delapan tahun muntah. Mungkin kelelahan atau masuk angin, pikir saya,  setelah hampir setengah hari bermain dengan teman-temannya. Maklum namanya anak-anak, dunianya bermain, inginnya main terus. Apalagi aktifitas sekolah yang sudah sekian lama berlangsung di rumah. Bisa jadi jenuh, inginnya bermain setelah menyelesaikan tugas dan belajar dari rumah. 

Sebagai anak semata wayang, anak saya mempunyai satu keistimewaan. Dibanding anak seusinya, dia paling aktif (super aktif), tetapi bukan hiper aktif. Baru dapat diam kalau sudah tidur pulas. Kadang karena super aktifnya, sampai lupa makan.

Pukul tujuh malam, kembali anak saya muntah setelah sedikit makan dan minum. Badannya lemas dan suhu tubuhnya agak panas. Perkiraan saya masuk angin. Segera saya beli obat masuk angin yang biasa dikonsumsi di apotek. Selepas minum obat, muntah reda dan bisa tidur pulas.

Pukul sebelas malam, anak saya bangun dan langsung ke kamar mandi. Kembali muntah dan seakan isi perutnya dikuras. Kejadian ini membuat pikiran saya sudah macam-macam. Jangan-jangan muntaber lagi, seperti yang pernah dialami satu tahun sebelumnya. Dalam rentang waktu dua jam, sudah empat kali anak saya muntah-muntah.

Pukul satu dini hari anak saya kembali tertidur pulas. Sekitar pukul setengah dua saya merasakan bau kurang enak menyengat. Setelah saya periksa, ternyata anak saya buang air besar di celana (dalam bentuk cair) dan tidak terasa sewaktu tidur pulas. Gejala ini jelas sama persis sewaktu dulu sakit muntaber.

Tidak perlu berpikir dua kali, segera saya bangunkan istri. Kepada istri saya sampaikan apa yang terjadi. Sekilas raut wajah cemas istri terlihat. Dia menyampaikan kekhawatiran nantinya akan langsung di "stempel corona". Jangankan istri atau orang lain, sayapun sempat terbersit pikiran seperti itu.

Daripada terlalu dalam dipikir dan terlambat mengambil keputusan, saya telepon teman yang kerja di rumah sakit. Melalui telepon, teman saya memastikan agar anak saya segera dibawa ke rumah sakit. Langsung ke IGD (Instalasi Gawat Darurat) untuk mempercepat penanganan terhadap pasien yang butuh penanganan darurat. Teman saya juga menyampaikan, jangan ada kekhawatiran meskipun nantinya pasien wajib di rapid test. Semua ada prosedur untuk menjaga segala kemungkinan. Mengingat sudah banyak dokter, perawat, dan tenaga medis di Probolinggo yang terpapar virus corona karena ketidakjujuran pasien dan keluarganya.

Suasana Sepi Beranda IGD Pasien Non Covid-19, Pukul Dua Dini Hari. DokPri.
Suasana Sepi Beranda IGD Pasien Non Covid-19, Pukul Dua Dini Hari. DokPri.
Pukul dua dini hari, kami tiba di RSUD dr. Mohamad Saleh-Kota Probolinggo. Suasana sepi, hanya ada dua pasien di ruang darurat yang terbuat dari tenda bantuan Kemensos. Ruang tenda darurat diperuntukkan Skrining Covid-19 bagi seluruh pasien yang datang. Dengan cekatan, dokter dan para perawat memberikan layanan awal. Suasana beda sangat terasa, semua yang menangani anak saya memakai APD (alat pelindung diri) lengkap.

Setelah dokter memeriksa kondisi anak saya, selang beberapa menit dua petugas mengambil sampel darah pasien. Sedangkan pendamping tidak dilakukan pengambilan sampel darah, hanya mendampingi pasien. Itupun hanya dibolehkan satu orang di ruang darurat Skrining Covid-19 pasien IGD. Baik pasien dan pendamping wajib memakai masker.

Selanjutnya saya diminta ke ruang administrasi. Petugas menjelaskan maksud dan tujuan pengambilan sampel darah pasien untuk keperluan rapid test. Lima lembar surat pernyataan yang tidak sempat saya baca langsung ditandatangani. Di pikiran hanya ada satu keinginan, anak saya cepat terlayani agar kondisinya membaik dan tidak sampai kekurangan cairan yang akut. Setelah menandatangani surat pernyataan, saya diminta menunggu hasil rapid test.

Satu jam berlalu, belum ada kejelasan hasil rapid test. Saya Tanya ke petugas dan perawat, masih disuruh menunggu. Dua jam berlalu menjelang Subuh, belum juga ada hasil rapid test. Petugas hanya menyampaikan, pasien yang datang di IGD cukup banyak sehingga petugas yang terbatas harus ekstra kerja. 

Selepas Subuh, beberapa pasien berdatangan dan langsung masuk ruang darurat Skrining Covid-19. Melihat ada banyak pasien yang datang, sempat membuat saya khawatir. Apalagi ada beberapa mobil ambulance datang membawa pasien rujukan. Petugas yang dari mobil ambulance semuanya  memakai APD lengkap. Sehingga menambah suasana beda dibanding hari normal sebelum pandemi virus corona. Tetapi, saya kuatkan pendirian dan selalu berdo'a agar keluarga terhindar dari paparan virus corona. 

Pukul enam pagi, kembali saya datangi bagian administrasi ruang IGD. Mungkin karena banyaknya pasien dan cukup lelah memberikan layanan, baru dapat info hasil rapid test anak saya. Alhamdulillah negatif, lega rasanya. Andaikan hasilnya positif, pasti kami menghuni ruang karantina pasien yang terpapar virus corona.

Hasil negatif rapid test sudah saya yakini. Mengingat selama pandemi virus corona, saya dan keluarga tidak pernah ke luar kota. Andaikan ke luar rumah, kami selalu memakai masker dan membawa hand sanitizer. Sesampai di rumah cepat mandi dan ganti baju. Masker cukup banyak, ada yang beli, ada pula yang diberi dari kantor tempat kerja.

Pukul delapan pagi dilakukan prosedur foto rontgen untuk memastikan kondisi organ pencernaan anak saya. Sembari menunggu hasil konsultasi dokter ahli, kami masuk ruangan IGD dalam gedung, tidak lagi di tenda darurat Skrining Covid-19. Praktis semalaman saya tidak tidur. Akses ke dalam ruang IGD betul-betul dibatasi secara ketat. Orang yang keluar-masuk pasti ditanya oleh empat orang Satpam. Anak dan orang yang sudah tua (selain pasien) dilarang masuk. Protokol kesehatan wajib diindahkan.

Pukul sebelas siang, barulah kami dibawa ke ruang rawat inap utama. Melewati bangsal-bangsal ruangan yang ada di dalam rumah sakit, terasa beda, tidak seperti sebelum merebak pandemi virus corona. Semua petugas kesehatan memakai APD lengkap. Ruang tunggu terlihat agak sepi, dan segala akses masuk dibatasi.

Di ruang rawat inap utama, hanya diisi satu pasien. Anak saya hanya diberi cairan infus dan obat suntik anti muntah, sembari menunggu obat dari resep dokter ahli (dokter anak). Dengan hanya bertiga saya, istri, dan anak, memungkinkan untuk istirahat sejenak. Melupakan kantuk yang semakin kuat mengganggu.

Sore, sekitar pukul empat, dokter ahli didampingi perawat melakukan kunjungan. Semua memakai APD lengkap, hanya suara yang tertangkap jelas, wajah tidak sama sekali. Sembari memperhatikan anak yang tertidur pulas, saya perhatikan peralatan yang ada di ruang rawat inap. Prosedur protokol kesehatan terpampang jelas. Etika bersin dan batuk juga ada. Hand sanitizer menempel di ranjang pasien, memudahkan untuk dijangkau.

Malam hari, suasana sepi semakin terasa. Hanya terdengar langkah perawat yang sesekali lewat. Pada saat jam bezuk, hanya beberapa langkah kaki terdengar, tidak riuh seperti waktu normal sebelum merebak virus corona. Situasi ini disebabkan petugas keamanan betul-betul tegas melaksanakan protokol kesehatan. Pembezuk yang tidak memakai masker dilarang masuk. Anak-anak dan orang yang sudah tua juga dilarang masuk. Pembezuk hanya diperbolehkan satu-persatu bergantian menjenguk pasien.

Suasana Sepi Beranda Ruang Rawat Inap Utama, Sebelum Pandemi Covid Biasanya Ramai Keluarga Pasien. DokPri
Suasana Sepi Beranda Ruang Rawat Inap Utama, Sebelum Pandemi Covid Biasanya Ramai Keluarga Pasien. DokPri
Di ruang beranda kamarpun suasana sangat sepi. Tidak terlihat sama sekali pendamping pasien ada yang duduk di kursi beranda. Padahal di ruang rawat inap utama, pendamping dibolehkan sampai dua orang. Nampaknya hanya sedikit ruang rawat inap utama yang terisi. Hal ini dimungkinkan banyak orang sakit menghindari untuk dibawa ke rumah sakit. Hal yang wajar karena kekhawatiran membabi buta dan tidak tahu kondisi yang sesungguhnya. Intinya, jangan takut ke rumah sakit, jika keadaan darurat. Semua ada prosedur. Aman dan terukur.

Di jalan depan rumah sakit juga tidak ramai. Meskipun masih ada beberapa pedagang, itupun tidak seramai waktu normal dulu. Jangan coba-coba mencari swalayan, toko, atau warung di sekitar rumah sakit untuk membeli barang kebutuhan di atas jam dua belas malam, semua tutup. Saya sudah buktikan, memutar area rumah sakit untuk membeli kertas tissue, tidak satupun swalayan, toko, dan warung yang buka. Sangat beda dengan waktu normal dulu, swalayan, toko, dan warung masih cukup ramai meskipun sudah dini hari.

Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Jangan kaget kalau menemukan dan merasakan situasi yang sama seperti yang saya alami. Cuma, tiap daerah mungkin tidak sama dalam penerapan protokol kesehatan di masa pandemi virus corona. Tiap rumah sakit mungkin berbeda juga aturan mainnya. Apa yang saya sampaikan, itulah yang saya alami.

Semoga kita dalam keadaan sehat wal'afiat. Namun yakinlah, manusia tidak akan menyerah pada keadaan. Pada saatnya, meskipun virus corona hidup di sekitar kita seperti virus flu lainnya, obat dan vaksinnya pasti ada. Sekali lagi, pada saatnya.

Terpenting dan perlu digaris bawahi, dalam kondisi darurat, jangan menunda dan banyak pertimbangan mengantar/mendampingi orang sakit. Ikuti protokol kesehatan yang sudah ditetapkan pihak rumah sakit dan lembaga berwenang. Jangan lupa bawa peralatan yang diperlukan dan tetap jaga kesehatan diri maupun keluarga.

Tulisan ini dibuat sewaktu masih di Ruang Rawat Inap Utama Wijaya Kusuma, RSUD dr. Mohamad Saleh-Kota Probolinggo-Jawa Timur. Dalam kondisi anak saya yang sakit muntaber mulai membaik. Baru selesai edit ulang dan langsung tayang hari ini, setelah kembali ke rumah. Terima kasih dokter, perawat, dan tenaga medis lainnya. Jasa dan perhatian yang luar biasa patut diapreasi dengan penuh hormat dan rasa bangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun