Mohon tunggu...
ARIF R. SALEH
ARIF R. SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Juga Melihat Mereka

6 April 2018   10:37 Diperbarui: 6 April 2018   10:48 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : pixabay.com

Tajam menatap. Setajam mata singa yang ingin memangsa korbannya. Tak satupun kata keluar dari bibirnya.

"Ada apa?" Tanyaku.

Dia masih terdiam. Keringat dingin mulai terlihat di keningnnya. Indra yang duduk satu bangku dengannya bergegas berdiri di depanku.

"Jihan mohon ijin pak. Kurang enak badan" Jawab Indra singkat.

Aku tatap mata Jihan. Masih tak berkedip. Tajam memandangku.

"Silahkan...." Jawabku singkat pula.

Ditemani Indra, Jihan ke luar kelas menuju ruang UKS. Hingga jam pelajaran berganti ke jam istirahat pertama, Jihan dan Indra tak kembali ke kelas.

Aku bergegas ke ruang UKS. Jihan dan Indra terlihat duduk terdiam. Kupanggil Indra untuk ke luar ruang sebentar.

"Apakah Jihan masih kurang sehat?"

"Iya pak, dia agak pusing dan tak banyak bicara"

"Apa penyebabnya?"

"Di ruang kelas, Jihan melihat ada makhluk menyeramkan"

"Menyeramkan bagaimana?"

"Pak guru coba tanyakan sendiri ke Jihan"

Aku tak lagi bertanya. Kusuruh Indra menunggu di luar dan segera kuhampiri Jihan. Suasana di ruang UKS hening. Kutatap tajam mata Jihan. Masih dengan bibir terkunci rapat, Jihan balik memandangku dengan tajam.

"Jihan, benarkah kau melihat sesuatu di ruang kelas?"

Belum ada sepatah katapun ke luar dari bibir Jihan. Aku lebih mendekat.

"Jangan takut, apapun yang Jihan sampaikan, pak guru percaya. Sampaikanlah"

Kali ini Jihan memejamkan mata dan kembali menatapku.

"Di kelas, ada makhluk menyeramkan pak"

"Seperti apa?"

Jihan tak segera menjawab. Dia menoleh ke samping kiriku. Tatapan matanya seakan memberi isyarat adanya makhluk gaib di samping kiriku. Reflek, aku menoleh. Secara tiba-tiba, ubun-ubun terasa dingin, lalu merambat turun ke tengkuk. Kurasakan ada yang menyendal kepalaku dengan keras. Kepala lepas, jatuh ke lantai dan menggelinding tak jauh dari tubuhku yang juga terhempas ke lantai.

Kulihat sekeliling keadaan berubah gelap. Di samping kiri tubuhku berdiri sesosok makhluk. Tubuh dan kepalanya berwujud manusia, sedang dari perut ke bawah berwujud kuda hitam nan gagah. Sosok itu mendekat dan menjambak rambutku. Dia membawa kepalaku dan berlari ke suatu tempat meninggalkan tubuhku.

Kulihat ada tujuh kuburan yang disinari sebuah obor. Remang-remang dapat kulihat tiang bendera di sebelah kanan kuburan. Aku teringat pesan seorang paranormal yang tahun lalu pernah kuajak ke sekolah ini.

"Hati-hati dekat tiang bendera. Jangan berbuat onar dan berkata jorok. Di situ ada beberapa kuburan gaib yang patut dijaga keberadaannya"

Pikiranku menerawang. Pantas saja waktu kemah, sering ada anak kesurupan di sekitar tiang bendera.

Kembali sosok berkaki kuda membawaku berlari. Masih dengan suasana gelap, samar kulihat ruang kelas yang tadi aku mengajar. Di depanku berdiri sosok bertubuh besar yang dipenuhi bulu dan berambut gimbal. Matanya bersinar merah menatap tajam. Kuku tangannya panjang-panjang. Yang mengerikan, kedua pipinya rusak, sehingga kelihatan gigi-giginya yang besar diantara dua taringnya yang tajam.

Makhluk inikah yang dilihat Jihan? Pikirku. Belum sempat aku berpikir lebih jauh, sosok berkaki kuda kembali berlari. Kali ini dia membawaku ke lapangan bola yang gelap. 

Di tengah lapang kulihat dua ular raksasa sedang bergumul. Tubuhnya seukuran pohon kelapa yang panjangnya sekitar lima belas meter. Dua ular itu sama-sama berjanggut putih. Pantas, jika malam sering terdengar suara desisan aneh dari arah lapangan bola.

Aku menoleh ke sosok berkaki kuda. Berusaha melihat wajahnya yang tertutup selubung hitam meskipun agak susah menatapnya. Dia menatapku dan menyeringai. Tiba-tiba dia melempar kepalaku ke udara. Aku hanya dapat memejamkan mata.

Diantara deru angin dan kegelapan yang kurasa, terdengar suara-suara aneh. Ada yang bicara, ada yang tertawa.

"Pak, sadar...."

Kubuka mata. Kupandangi tubuhku. Kuraba leher dan kepala. Tak lagi terpisah.

Di sekelilingku berdiri beberapa guru. Juga kulihat Jihan dan Indra yang duduk di sampingku. Tatapan Jihan tak lagi tajam. Dia masih terdiam.

Aku segera duduk. Kutepuk dua kali pundak Jihan.

"Jangan takut. Aku juga melihat mereka".

NKRI, 06 April 2018.    

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun