Mohon tunggu...
ARIF R. SALEH
ARIF R. SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tangisan Bayi

18 Oktober 2017   18:12 Diperbarui: 18 Oktober 2017   21:57 1105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini malam serasa panjang. Seakan tak ada ujung. Derak pepohonan tertiup angin kencang. Menambah kesan kalut.

Surti memainkan hape jadulnya. Jemarinya yang ringkih. Tak henti bergerak pencet tombol ke atas ke bawah. Berusaha mencari nomor hape Kanti.


"Halo.... Kanti?"
"Ya.... Ada apa Sur? Larut malam nih. Belum tidur?"
"Gak bisa tidur Ti. Perasaan gak enak. Ingat cerita Genderuwo yang kau sampaikan kemarin"
"Ah.... Kau. Itukan cuma cerita. Lagian tempatnya beda"


Tiba-tiba terdengar tangis bayi. "Oeeee.... Oeeee" Dari arah ruang tamu. Surti yang malam ini tidur sendirian terhenyak.


"Ada suara tangis bayi Ti...."
"Ah.... Kau. Sudahlah tidur. Aku besok kembali ke kontrakan"
"Sungguh!.... Dari arah ruang tamu. Sebentar kulihat dulu...."


Surti segera bangun. Berjingkat ia berjalan. Dibukanya pintu kamar. Ruang tengah sepi.... Tak ada siapapun. Surti kembali berjalan berjingkat menuju meja makan di ruang belakang. Diambilnya alat pemukul kasur yang tergantung di dinding.


Kembali terdengar suara bayi. "Oeeeee.... Oeeee" Kali ini lebih lirih. Bergidik bulu kuduk Surti. Keringat dingin mulai menyembul di keningnya.


Sambil komat-kamit membaca do'a, Surti kembali berjingkat ke ruang tamu. Matanya melotot melihat menelisik keadaan. Ruang tengah masih sepi. Yang ada hanya meja dan kursi goyang. Juga setumpuk majalah bekas.


Setelah lewat ruang tengah. Surti menyibak kain gorden ruang tamu. Tangan kanannya erat mengcengkeram pemukul kasur. Telinganya lebih awas dan waspada.


Di kursi panjang pojok ruang tamu. Terlihat seorang bayi. Sorot matanya merah. Tajam menatap Surti.


"Hushhhhh.... Pergi! Pergi!" Bentak Surti.
Dalam posisi merangkak, Si bayi hanya diam menatap Surti. Enggan beranjak dari kursi panjang. Lantas duduk menyandar. Tangan kanannya yang mungil, memukul-mukul sandaran tangan.


"Hayo pergiiii.... Kalau tidak, kupukul kau nanti!"


Si bayi hanya menunduk. Dan kembali menatap Surti. Kali ini ia tersenyum dan menjulurkan lidah. Mengejek Surti.


Hati Surti panas. Rasa takut sedikit hilang. Surti merangsek ke dekat bayi. Diangkatnya alat pemukul kayu. Hendak memukul Si bayi.


Tiba-tiba, PETTTT!.... Lampu padam. Surti kaget bukan main. Ia bergerak mundur. Menabrak meja. Hampir terjengkang.


"Oeeeee..... Oeeee"
Terdengar lagi suara tangis bayi. Kali ini dari ruang makan. Surti membalikkan badan. Dalam gelap, tangannya menggapai dinding. Ingin bergerak perlahan menuju ruang makan.


Sekali lagi, disibaknya kain gorden. Perasaan takut menyergap. Angin dingin kembali menyapa tengkuk Surti. Berat rasanya ingin melangkah.


Tiga langkah, Surti bergerak di ruang tengah. Gelap tak mampu memberi ruang sedikitpun melihat keadaan. BYARRRR!.... Lampu hidup lagi.


Seiring hidupnya lampu. Mata Surti melotot. Tepat di kursi goyang. Sosok seorang anak perempuan bergaun merah, duduk memainkan kursi goyang.


Anak perempuan berambut panjang. Mata pucat nan cekung. Masih menatap tajam Surti. Tak berkedip.
"Mau ke mana kauuuu....!" Serak suara anak itu menunjuk Surti.


Surti tak mampu bergerak. Ia jatuh lemas. Matanya melotot. Tak dapat dipejamkan.


ariefrsaleh
NKRI, 17102017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun