Mohon tunggu...
Arhief Er. Shaleh
Arhief Er. Shaleh Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Sepi dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

[LOMBAPK] Merangkai Persahabatan

31 Mei 2016   15:36 Diperbarui: 31 Mei 2016   15:48 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi : www.kompasiana.com

Siang yang panas, sepanjang perjalanan usai jam sekolah, ramai kendaraan lalu lalang. Chintya segera merapat ke punggung Bundanya yang sedang menyetir sepeda motor. Namun hawa panas masih terasa menyengat tubuh Chintya. Sepanas hati Chintya yang sedang gundah.

Sampai di rumah, Bunda memarkir sepeda di garasi. Chintya segera menuju ruang tengah.

”Ayo sayang..., cuci tangan dan segera makan siang” ajak Bunda Chintya.

”Malas Bunda…, gak nafsu makan” jawab Chintya sambil menghempaskan tubuhnya di kasur depan televisi. Bunda Chintya agak heran dengan sikap Chintya dan segera menghampiri.

”Kenapa cantik…, ada masalah ya...”

”Tidak ada Bunda. Lagi malas saja”

”Ya sudah…, ayo sana mandi dulu. Sebentar lagi Ayah pulang” jawab Bunda Chintya sambil mencium pipi Chintya. Mendapat ciuman Bunda yang lembut, hati Chintya tak lagi panas. Bergegas dia ke kamar mandi.

Selesai mandi, dilihatnya Ayah dan Bunda Chintya sedang makan. Chintya segera duduk di samping Ayah.

”Bunda… Ayah..., boleh Chintya menyampaikan sesuatu?” kata Chintya sambil melirik Bunda. Ayah Chintya tidak menjawab, tetapi memberi isyarat dengan kedipan mata.

”Emm… dua minggu ini sebetulnya Chintya kesal sama anak baru”

”Lho… memangnya kenapa sayang?. Seharusnya bersyukur dan senang punya teman baru”

”Ya tidak juga Bunda. Teman aku itu sering dipuji sama Bapak dan Ibu Guru”

”Kalau sering dipuji, tentu ada sebabnya khan sayang...?”

”Iya… sih. Dia itu pintar Bunda..., bahkan kata teman-teman, Bahasa Inggrisnya lebih pintar dari Tya”

”Oh begitu. Terus …?”    

”Khan bahaya Bunda. Tya punya saingan berat tuh nantinya. Bisa-bisa Tya digeser jadi juara kelas” jawab Chintya cemberut.

Ayah dan Bunda Chintya tersenyum. Mereka saling lirik. Kali ini Ayah bicara.

”Jangan punya pikiran jelek. Nanti kecantikan Tya bisa berkurang”

”Ah... Ayah. Mana mungkin orang yang cantik bisa berkurang hanya dengan punya perasaan curiga atau jelek sama teman”

”Eit…!. Kecantikan seseorang bukan hanya dilihat dari penampilan wajah, sayang…., tapi juga dari tutur kata dan tingkah laku yang baik pada orang lain. Termasuk menilai baik seseorang. Apalagi teman yang baru dikenal. Iya khan Bunda...” jawab Ayah sambil mengedipkan mata sebelah kiri ke Bunda. 

”Betul Tya. Seharusnya Tya berteman baik dengan siapapun tanpa menilai kelebihan dan kekurangannya. Apalagi teman yang pintar. Khan bisa untuk teman diskusi dan tukar pengetahuan” jawab Bunda sambil membelai rambut Tya yang lembut. Chintya merenungkan nasehat Ayah dan Bunda. Dia segera menyadari sikap dan pikirannya yang keliru.

Tak terasa jam dinding menunjukkan pukul satu siang kurang lima belas menit.

”Bunda..., Ayah harus segera ke kantor. Hati-hati di rumah ya..”

”Oh ya.... Nanti sore, Bunda ada janji sama teman, namanya Winda. Orangnya pintar Bahasa Inggris dan rendah hati. Bunda ingin belajar lebih banyak Bahasa Inggris lagi dengan Winda. Boleh khan Ayah...?”

”Boleh Bunda..., hati-hati di jalan ya...” jawab Ayah. Bunda Chintya terlihat senang.

****

Sore yang cerah. Bunda dan Chintya segera berangkat ke rumah teman Bunda Chintya. Di tengah perjalanan, mereka singgah di swalayan. Membeli oleh-oleh dan seragam pramuka seukuran Chintya. Kata Bunda Chintya, seragam pramuka itu akan diberikan ke adik Tante Winda.

Tak lama kemudian sampailah mereka ke rumah yang dituju. Tante Winda segera menyambut. Orangnya masih muda dan sederhana, namun terlihat cantik. Sekilas Chintya seakan sudah mengenal Tante Winda. Bunda Chintya terlihat bercakap-cakap menggunakan Bahasa Inggris dengan Tante Winda. Chintya merasa bangga dengan Bunda. Bahasa Inggris Bunda Chintya sudah cukup lancar, namun masih mau belajar lebih banyak lagi dengan orang lain. Di rumah, Bunda Chintya adalah guru terbaik Bahasa Inggris bagi Chintya.

Tante Winda kemudian mempersilahkan duduk,”Maaf..., rumah kami begini adanya, kurang terawat sejak orang tua kami meninggal. Maklum, saya hanya tinggal berdua dengan adik perempuan satu-satunya. Panggilannya Tiwi”

Chintya ingat cerita Bunda sebelum berangkat tadi. Kata Bunda, kedua orang tua Tante Winda meninggal akibat kecelakaan saat berlibur ke Bali, dua tahun yang lalu. Sungguh kasihan Tante Winda dan Tiwi, masih muda sudah ditinggal kedua orang tuanya, pikir Tya.  

”Can you speak English?” tanya Tante Winda.

”Yes, I can. But... Just a little” jawab Chintya singkat dan bersemangat.

“Very good. Kenalan sama adik saya ya..., Bahasa Inggrisnya lumayan. Sejak kecil kami dibiasakan berbahasa Inggris. Ayah kami dulu Dosen di Sastra Inggris”.

Segera Tante Winda ke belakang memanggil adiknya. Sesaat kemudian muncul gadis seumur Chintya. Mata Chintya terbelalak melihat sosok gadis di depannya.

“Sisca!” tanpa sadar Chintya memanggil gadis yang sebaya dengannya. Bunda Chintya dan Tante Winda saling pandang keheranan. Namun mereka segera menyadari bahwa antara Chintya dan Sisca sebenarnya sudah saling kenal.

”Bunda..., Sisca ini yang Chintya bicarakan sama Bunda dan Ayah tadi siang. Tapi...? kenapa Tante Winda menyebut nama Sisca dengan Tiwi?” tanya Chintya.

Tante Winda tersenyum dan menjawab,”Sebetulnya nama lengkap adik saya Sisca Pertiwi. Di sekolah dia biasa dipanggil Sisca. Di rumah biasa dipanggil Tiwi”

Chintya barulah memahami. Bunda Chintya segera menyuruh Chintya memberikan oleh-oleh dan baju seragam pramuka yang baru dibeli di swalayan kepada Sisca. Dengan senang hati Chintya memberikan ke Sisca. Dengan malu-malu, Sisca menerima pemberian Chintya.

”Sisca... Aku minta maaf. Selama ini menilai keliru dirimu. Maukah Sisca menjadi sahabat Chintya?”

Sisca segera mengangguk dan berkata,”Terima kasih Chintya. Semoga pertemuan ini menjadi awal yang baik untuk persahabatan kita”

Akhirnya Chintya dan Sisca saling berpelukan. Bunda Chintya dan Tante Winda turut gembira. Sejak saat itu, Chintya dan Sisca bersahabat. Tidak ada lagi rasa persaingan dan kebencian diantara mereka. Persabahatan Chintya dan Sisca menjadi contoh teman yang lain. Saling bekerjasama dalam kegiatan sekolah, mewujudkan cita-cita yang kelak akan mereka raih dan wujudkan.                                                                                        

Planet Kenthir, 31 Mei 2016

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun